Jakarta, 25 Dzulhijjah 1436/9 Oktober 2015 (MINA) – Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Lukmanul Hakim, mengungkapkan, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat tentang halal, animo perusahaan juga meningkat dalam mengajukan permohonan sertifikasi halal ke LPPOM MUI.
Permintaan penetapan fatwa ke Komisi Fatwa MUI tentu semakin meningkat, karena itu, LPPOM MUI maupun Komisi Fatwa MUI dipacu untuk kian meningkatkan kinerjanya.
“Dari pusat data LPPOM MUI, saat ini, tercatat setiap hari rata-rata lebih dari 30 perusahaan mengajukan permohonan sertifikasi halal secara online. Dan angka ini akan terus meningkat dalam waktu ke waktu,” kata Lukman pada kesempatan pertama bersilaturahim dan berkomunikasi dengan pimpinan dan pengurus Komisi Fatwa MUI yang baru untuk periode kepengurusan tahun 2015-2020, di Gedung Aula MUI, Jakarta.
“Dengan meningkatnya animo perusahaan mengajukan proses sertifikasi halal, kami di LPPOM MUI dipacu untuk meningkatkan kinerja pelayanan, sesuai dengan amanah Khidmatul Ummah (pelayanan bagi masyarakat) dan Ri’ayatul Ummah (perlindungan bagi umat) yang diemban dari MUI,” ujar Lukman pada pertemuan sekaligus sidang penetapan fatwa yang dipimpin Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA., selaku Ketua Komisi Fatwa baru, yang dikukuhkan dari periode sebelumnya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Dia menambahkan, “kami berharap Komisi Fatwa MUI juga dapat lebih intensif lagi membahas permintaan fatwa yang meningkat itu. Apalagi dengan sistim online pihak perusahaan dapat terus memantau perkembangan proses sertifikasi halal yang mereka ajukan”.
Sehingga kalau terjadi keterlembatan proses mereka pun mempertanyakannya. Hal ini tentu akan mempengaruhi kredibilitas layanan kelembagaan kita bersama karena ini merupakan dinamika bisnis.
Waktu Bernilai Bisnis
Sebab, bagi kalangan bisnis keterlambatan satu hari saja niscaya berdampak nilai bisnis yang besar. Karena berkaitan erat, misalnya dengan aspek tender dan ekspor-impor. Termasuk izin pencantuman label oleh Badan POM atau ijin pengeluaran barang dari karantina.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Beberapa komoditi, misalnya, kalau ditahan di karantina maka pihak pengusaha harus mengeluarkan biaya ekstra sampai Rp 10 juta rupiah bahkan lebih besar lagi.
Selain itu, banyak juga masyarakat terutama kalangan industri yang mempertanyakan dan meminta fatwa tentang status hukum hal-hal yang berkaitan dengan sarana alat maupun proses produksi.
Dan fatwa yang dibutuhkan ini bukan hanya untuk kepentingan sertifikasi halal oleh LPPOM MUI, melainkan juga oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal mancanegara yang menjalin kerjasama Mutual Recognition Agreement (MRA, saling pengakuan).
Menjadi Rujukan Mancanegara
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Ia menjelaskan, Fatwa MUI telah menjadi referensi atau rujukan oleh para anggota negara-negara yang bergabung di Organisasi Konperensi Islam negara-negara Teluk di Timur Tengah, Standard Halal di Eropa maupun juga World Halal Food Council.
Menyambut permintaan Direktur LPPOM MUI tersebut, Ketua Komisi Fatwa MUI periode 2015-2020, Hasanuddin AF mengakui meningkatnya permintaan fatwa taushiyah maupun panduan keagamaan secara umum ke Komisi Fatwa MUI. Permintaan itu bukan hanya oleh LPPOM MUI melainkan juga dari masyarakat umum dan kelembagaan pemerintah maupun non-pemerintah.
“Maka untuk mengintensifkan pembahasan di Komisi Fatwa, kami membagi pada tiga sub-komisi. Yakni yang membahas bidang Aqidah dan Ibadah, Sosial Budaya, dan Muamalah Maliyah. Fatwa tentang produk halal termasuk dalam sub-komisi Muamalah Maliyah,” ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu. (T/P002/P2).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal