Jakarta, MINA – Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati mengatakan, ada hal yang perlu menjadi perhatian ketika berbicara tentang titik kritis kehalalan kosmetik. Terutama dari sisi bahan, apakah produk mengandung bahan najis atau tidak.
“Sebab, kosmetik dapat dihasilkan dari beragam bahan, diantaranya tumbuhan, produk mikrobial, hewan, dan manusia,” ujar Muti, demikian LPPOM MUI melaporkan, Senin (19/10).
Menurutnya, tumbuhan menjadi salah satu bahan yang sering digunakan dalam kosmetik. Pada dasarnya, tumbuhan termasuk ke dalam daftar bahan tidak kritis (positive list).
Namun, tumbuhan melalui berbagai proses, untuk menjadi suatu produk kosmetik. Proses tersebut memerlukan bahan-bahan lain yang digunakan untuk menolong keberhasilan proses.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
“Sehingga harus dipastikan bahan penolong tersebut terbebas dari najis atau bahan nonhalal,” kata Muti.
Muti melanjutkan, bahan lainnya yang juga sering digunakan dalam kosmetik bersumber dari hewan. Yang saat ini sedang popular adalah kolagen atau plasenta sebagai antiaging atau antikerut.
“Ini harus diperhatikan betul. Kolagen adalah produk hewani yang bisa berasal dari hewan yang halal dari sapi atau ikan, atau hewan haram seperti babi. Hal ini jika hanya membaca dari ingredients dalam kemasan itu tidak terlihat,” terang Muti.
“Yang tak kalah populer dan tinggi titik kritis kehalalannya adalah plasenta atau ari-ari,” tegasnya.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Menurut Fatwa MUI, plasenta itu boleh digunakan jika berasal dari jenis hewan yang halal dan hanya untuk penggunaan luar. Misalnya, sapi melahirkan kemudian plasenta bayinya digunakan.
Namun, yang perlu menjadi perhatian khusus, ketika sapi mati saat sedang hamil, lalu diambil plasentanya maka hukumnya menjadi haram. Hal ini karena status hewannya sudah mati.
Plasenta dari hewan yang haram, seperti babi, juga tidak boleh digunakan. Apalagi dengan plasenta manusia. Di luar negeri, plasenta manusia masih bisa digunakan sebagai bahan kosmetik.
Muti jugai menilai, saat ini, kosmetik yang dibuat anti air (water resistant). Hal ini untuk menjaga kosmetik tahan lama saat digunakan.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
“Justru yang menjadi kritis karena produk anti air. Walaupun bahan sudah halal semua, tapi ternyata menghalangi air wudhu. Nah, itu dikhawatirkan wudhu menjadi tidak sah,” jelas Muti.
Karena itu, pengujian tembus air menjadi salah satu hal wajib dilakukan saat proses sertifikasi halal. LPPOM MUI saat ini sudah memiliki laboratorium yang terakreditasi ISO 17025, termasuk di dalamnya uji tembus air.
Tentu hal ini akan sulit jika hanya mengandalkan ingredients yang tercantum dalam kemasan. Hal paling mudah yang bisa dilakukan adalah memilih produk berlogo halal MUI. Cek produk halal dapat dilakukan melalui website halalmui.org dan aplikasi HalalMUI. (R/Hju/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal