Bogor, 17 Sya’ban 1436/4 Juni 2015 (MINA) – Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika, Majelis Ulama Indonesia (mui/">LPPOM MUI), Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si. menyatakan, gelatin bukan merupakan produk istihalah, sebab perubahan yang dialami tidak persis sama sebagaimana perubahan yang dialami khamr atau etanol menjadi cuka (vinegar).
Dia menjelaskan, pada perubahan khamr atau etanol menjadi cuka (vinegar) terjadi perubahan keseluruhan yang mencakup perubahan molekul kimia, sifat kimia, bentuk fisik, serta sifat fisik.
“Oleh karena itu, perubahan khamr/etanol menjadi cuka (vinegar) dikategorikan sebagai perubahan dari segi bahasa (lughatan) dan substansi (syar’an),” ujar Lukman saat Diskusi Pra Ijtima’ Ulama V sekaligus Tasyakur dan Inagurasi Doktoralnya di Bogor, Kamis (4/6).
Sedangkan pada perubahan kolagen menjadi gelatin, hanya terjadi perubahan sebagian yaitu perubahan sifat kimia dan sifat fisik saja.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Oleh karena itu, perubahan kolagen babi menjadi gelatin hanya dapat dikategorikan sebagai perubahan dari segi bahasa (lughatan) saja dan tidak mencakup perubahan substansi (syar’an).
“Dengan demikian dapat disimpulkan, gelatin babi bukanlah produk istihalah,” tegas Lukmanul Hakim dalam acara bertajuk “Istihalah dalam pandangan Ilmiah dan Syariah” yang juga merupakan tema disertasi Doktoralnya di Islamic University of Europe, Belanda.
Dalam paparannya Lukmanul Hakim menegaskan, penggunaan gelatin babi tidak bisa didasarkan pada istihalah, yakni dibolehkannya bahan-bahan haram berubah menjadi halal karena dianggap telah terjadi perubahan zat.
Argumentasi itulah yang ia pertahankan, hingga Lukmanul Hakim meraih gelar philosophy of doctor (Ph.D) pada 1 April 2015. Didampingi oleh promotor Prof Sofyan Suari Siregar, guru besar yang sudah lama mengajar di IUE, Lukmanul Hakim mempertahankan disertasi berjudul An Islamic and Scientific Perspective on Istihalah dan lulus dengan predikat Cum Laude.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Istihalah merupakan isu yang populer dalam sertifikasi produk terutama pangan sehingga isu itu menjadi menarik untuk dikaji dan dibahas.
Isu tersebut semakin menarik terutama ketika dihasilkannya suatu keputusan pada Konferensi Maroko pada tahun 1997, di mana Ulama Dr. Yusuf Qaradawi bertindak sebagai keynote speaker ketika itu.
Menurut Qaradawi, sesuatu bahan yang berasal dari babi yang berstatus najis (haram) apabila berubah menjadi sesuatu yang “bersih”, maka statusnya menjadi halal.
Contohnya seperti kolagen babi yang berubah menjadi gelatin atau lemak babi yang berubah menjadi sabun.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Namun hasil dari konferensi tersebut dinilai sangat minim dengan data ilmiah, sehingga dibutuhkan suatu studi atau pendekatan ilmiah mengenai istihalah ini dalam rangka membantu menghasilkan suatu keputusan yang komprehensif dan representatif mengenai istihalah pada suatu produk.
Pandangan Lukmanul Hakim itu, seolah menjawab diskursus publik selama ini mengenai istihalah yang oleh beberapa kalangan dianggap legitimasi secara syariah.
Menurutnya, dalam menetapkan keputusan hukum suatu produk seyogyanya disandingkan antara pendekatan ilmiah dan pendekatan syari’ah.
Untuk itu, dibutuhkan pandang yang moderat untuk dapat mamayungi kedua jenis pendekatan ini, tujuannya agar dapat dihasilkan suatu keputusan hukum yang komprehensif dan representatif.
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal
Lukmanul Hakim mengharapkan melalui disertasi itu dapat mengukuhkan posisi Indonesia untuk tidak menerima gelatin babi sebagai produk istihalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh KH. Dr. Ma’ruf Amin
MUI sendiri selama ini berpandangan bahwa tidak ada istihalah dalam gelatin babi. MUI juga beralasan dalam madzhab Syafi’i yang berpendapat istihalah, itu hanya pada khamr yang telah berubah total menjadi cuka.
Acara tersebut dihadiri tidak kurang dari 150 orang. Mereka berasal dari berbagai pihak, dari luar negeri berasal dari Islamic University of Europe, IFANCA Amerika Serikat. Juga hadir instansi Pemerintah, seperti BPOM, BSN, Kementerian Agama dan perusahaan bersertifikat halal.
Adapun Istihalah ini akan menjadi salah satu bahasan utama pada Ijtima’ Ulama V tahun 2015 yang dilaksanakan di Pesantren Al-Tauhidiyah Cikura, Tegal, 7 – 10 Juni 2015 dan akan dihadiri oleh perwakilan anggota komisi fatwa MUI se-Indonesia serta berbagai ormas Islam.(L/P010/R05)
Baca Juga: BPJPH, MUI Tuntaskan Nama Produk Bersertifikat Halal
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)