Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

LPPOM MUI NYATAKAN SIKAP TERKAIT DISAHKANNYA RUU JPH

Rana Setiawan - Ahad, 28 September 2014 - 01:08 WIB

Ahad, 28 September 2014 - 01:08 WIB

948 Views

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim. (Foto: MINA)
Direktur LPPOM <a href=

MUI Lukmanul Hakim. Foto: MINA" width="300" height="225" /> Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim. (Foto: MINA)

Jakarta, 3 Dzulhijjah 1435/27 September 2014 (MINA) – Berkaitan disahkannya Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyatakan, para pelaku usaha tetap melakukan proses sertifikasi halal sebagaimana selama ini telah berjalan.

“Kepada konsumen, produsen dan masyarakat pada umumnya, sambil menunggu pemerintah merampungkan aturan pendukung UU JPH, LPPOM MUI akan terus bertanggung jawab atas Penyelenggaraan Jaminan Halal di masyarakat,” kata Lukmanul Hakim, Direktur LPPOM MUI dalam pers rilis yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu.

Dia mengatakan, hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU JPH, yang menyebutkan: “Sebelum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dibentuk, pengajuan permohonan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara memperoleh Sertifikasi Halal yang berlaku sebelum UU ini diundangkan.”

Selanjutnya, dalam Pasal 61 UU JPH juga disebutkan: “Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang sudah ada sebelum Undang-undang ini berlaku diakui sebagai LPH dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan, paling lama dua tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.”

Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen

Selain hal tersebut, pemberlakuan UU JPH, sebagaimana Undang-undang lainnya akan berlaku efektif setelah seluruh Peraturan Pelaksanaannya, baik berupa Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), dan peraturan teknis lainnya, telah diterbitkan sebagaimana diamanatkan dalam  UU itu.

Sementara Kementerian Agama (Kemenag) dalam pernyataan resminya menegaskan, tidak ada Monopoli dalam proses penyelenggaraan halal pasca RUU JPH disahkan. Semua organisasi sosial keagamaan, asalkan memenuhi segala persyaratan misalnya memiliki akta pendirian organisasi, memiliki kewenangan menjadi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Dalam salinan UU JPH yang diterima MINA, MUI dan pemerintah yang mendirikan BPJPH bersifat kerja sama dalam bentuk sertifikasi Auditor Halal, penetapan kehalalan produk, dan akreditasi LPH.

Alasan penempatan MUI di posisi yang cukup sentral, sebab MUI berpengalaman selama lebih dari 25 tahun dalam menyelenggarakan penjaminan produk halal yang beredar di masyarakat.

Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku

Masih Harus Disempurnakan

RUU JPH resmi disahkan menjadi Undang-undang dalam sidang paripurna DPR RI Gedung Nusantara II Jakarta pada Kamis (25/9), sekitar pukul 12.41 WIB.

Dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, RUU JPH untuk memberikan payung hukum dan jaminan ketenangan serta keamanan soal makanan dan minuman terkait kehalalan dan keharamannya disetujui tanpa catatan oleh seluruh fraksi yang menghadiri sidang.

Lukman mengatakan, pihaknya dapat memahami keputusan tersebut, mengingat Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar memerlukan adanya payung hukum yang mengatur tentang jaminan produk halal.

Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?

“Meski pun di dalam UU tersebut masih terdapat beberapa celah hukum yang masih harus disempurnakan,” ujar Lukman.

Setelah disahkan, pemerintah akan berkonsentrasi pada penyiapan implementasi UU JPH dalam jangka waktu lima tahun.

Pelaksanaan UU JPH dilakukan secara bertahap yaitu dua tahun penyelesaian peraturan pemerintah dan menteri terkait UU JPH, dalam tiga tahun pendirian BPJPH. Mulai lima tahun semua produk wajib bersertifikasi halal kecuali produk yang sudah jelas keharamannya.

RUU yang disahkan pada masa persidangan akhir masa bakti anggota DPR RI periode 2009-2014 tersebut sebagai landasan pengawasan terhadap produksi dan peredaran produk dipasar domestik yang semakin sulit dikontrol akibat meningkatnya teknologi pangan, rekayasa genetik, bioteknologi, dan proses kimia biologis.

Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal

RUU itu juga memberikan landasan hukum tentang sistem informasi produk halal sebagai pedoman pelaku usaha dan masyarakat.

Dengan begitu, target pada 2019, seluruh produk Indonesia yang produksinya diniatkan halal akan diperjelas sebab memiliki label halal.(L/R05/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: BPJPH, MUI Tuntaskan Nama Produk Bersertifikat Halal

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Indonesia
MINA Preneur
Indonesia
Indonesia
Sosok
Indonesia
MINA Preneur
Kolom