Bogor, MINA – Penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim memaksa pelaku usaha luar negeri harus meyakinkan konsumen bahwa produknya telah halal, salah satunya dengan mencantumkan logo halal.
Pandangan itu dinyatakan oleh Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Ir. Muti Arintawati, Senin (6/1).
“Saat ini, bisnis kuliner terus menjamur. Tak hanya produk lokal, angka serbuan produk dari luar negeri pun terus meningkat,” kata Muti Arintawati.
“Di Indonesia, satu-satunya lembaga pemeriksa halal yang terus berkembang sejak 31 tahun lalu adalah LPPOM MUI. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sertifikasi halal produk luar negeri oleh LPPOM MUI,” katanya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Pertama, produk pangan olahan dari luar negeri yang ingin masuk ke Indonesia dan ingin menggunakan label atau logo halal harus mengajukan sertifikasi halal ke LPPOM MUI. Saat ini, proses pendaftaran dilakukan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemeterian Agama (Kemenag) Republik Indonesia.
Kedua, jika yang dikirim ke Indonesia dalam bentuk bahan baku, maka dokumen sertifikat halal dari luar negeri dapat digunakan. Sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) yang sudah tidak diakui masih dapat digunakan sebagai dokumen pendukung bahan jika diterbitkan sebelum tanggal dikeluarkan dari daftar lembaga yang diakui dalam website www.halalmui.org dan bahan diproduksi pada masa berlakunya sertifikat.
Adapun bahan yang harus dilengkapi dengan dokumen sertifikat halal, di antaranya bahan yang berasal dari hewan sembelihan dan turunannya, atau bahan yang mengandung bahan yang berasal dari hewan sembelihan dan turunannya. Bahan yang sulit ditelusuri kehalalannya, atau bahan yang mengandung bahan yang sulit ditelusuri kehalalannya, seperti keju, whey, laktosa, rennet kasein.
Bahan yang mengandung bahan kompleks, ditinjau dari sisi kekritisan bahan dan kerumitan proses pembuatannya, seperti premiks vitamin, susu formula, susu kental manis (SKM), margarin, shortening, non-dairy creamer, salad dressing, mayones, soy sauce powder, tepung bumbu, butter, bread crumb, kentang goreng (french fries), biskuit, cokelat olahan.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Bahan yang produsennya tidak bisa memberikan daftar bahan, seperti flavor.
Bahan yang setelah dilakukan pengkajian oleh LPPOM MUItetap tidak bisa ditentukan status kehalalannya.
Ketiga, jika bahan yang dikirim tidak tercantum dalam daftar lembaga halal yang diakui oleh MUI, perusahaan dapat mengajukan persetujuan bahan baru dengan melampirkan dokumen pendukung bahan lainnya, misalnya diagram alir proses, dan spesifikasi.
“Yang perlu diperhatikan, dokumen pendukung tidak bisa digunakan untuk bahan baku turunan atau mengandung turunan hewan/flavor/fragrance. Artinya, bahan-bahan tersebut wajib menyertakan sertifikat halal,” papar Muti. (R/R4/RI-1)
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal