Jakarta, 24 Dzulhijjah 1436/8 Oktober 2014 (MINA) – Wakil Direktur Lembaga Pangan Pengkajian Obat-obatan dan Kosmestika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Arintawati, mengatakan, Agama Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Bahkan dalam satu ayat Al-Quran disebutkan, Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan (Qs, Al-Mujadilah :11).
Namun, lanjutnya, pengembangan produk pangan, terutama dengan basis Iptek dari negara-negara lain harus dicermati dengan teliti, bahkan juga harus diwaspadai dalam kaidah imani yang diyakini.
“Karena banyak proses produksi dan pengembangan produk pangan itu menggunakan bahan babi yang dilarang dalam Islam.Pemanfaatan bahan dari babi untuk produk pangan banyak dilakukan kalangan industri terutama di Eropa dan China, juga Jepang dan Korea, karena ketersediaan bahan dari babi ini relatif berlimpah di sana dengan harga sangat murah,” kata Muti Arintawati, pada pembukaan Pelatihan Sistim Jaminan Halal (SJH), Rabu, (7/10) di gedung Global Halal Center, Bogor. Demikian keterangan dari LPPOM MUI.
Sebagai contoh perbandingan, ia memaparkan, kepada 46 peserta pelatihan buah strawberry secara alami, tentu tidak diragukan kehalalannya. Berbeda dengan minuman rasa strawberry yang diproses dengan teknologi industri masa kini, lazimnya menggunakan banyak bahan tambahan.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Diantara bahan tambahan yang digunakan seperti: flavor base strawberry, glycerin, lecithin, emulsifier, tween, vitamin E. Dari bahan-bahan itu, yang harus dicermati titik kritis keharamannya terutama ialah glycerin, emulsifier, dan tween. Karena tween dibuat dari bahan lemak, glycerin diproduksi juga dari bahan turunan lemak, sedangkan emulsifier dihasilkan dari fatty acid (asam lemak).
Diteliti dan Ditelusuri Secara Mendalam
Audit yang dilakukan dalam proses sertifikasi halal oleh LPPOM MUI, kesemua bahan dari lemak itu diteliti secara mendalam, dan ditelusuri dengan beberapa langkah-tahapan yang sangat hati-hati. Karena merupakan titik-titik kritis keharaman produk yang dihasilkan.
Sebab, kalau bahan dari lemak, maka harus diketahui dengan pasti, apakah itu merupakan lemak nabati, dari tumbuhan ataukah lemak hewani, yakni berasal dari lemak hewan. Kalau dari lemak hewan harus ditelaah lagi, apakah hewannya itu babi yang diharamkan dalam Islam, ataukah dari sapi atau hewan lain yang halal dikonsumsi bagi umat Muslim.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Lebih lanjut, kalaupun lemak itu berasal dari sapi yang halal, tetap mengemuka pertanyaan yang krusial dan sangat menentukan; apakah sapi itu disembelih sesuai dengan kaidah syariah, atau tidak. Menurut ketentuan MUI, penyembelihan sesuai dengan kaidah syariah harus memenuhi syarat yang ketat.
Diantaranya, harus disembelih oleh jagal yang beragama Islam, melafalkan kalimah “Bismillahi Allahu Akbar” saat menyembelihnya, dan penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari’ atau esophagus), saluran pernafasan atau tenggorokan (hulqum atau trachea), serta dua pembuluh darah (wadajain atau vena jugularis dan arteri carotids). Dan memastikan adanya aliran darah atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
Pelatihan SJH telah menjadi agenda rutin LPPOM MUI. Kali ini berlangsung pada 6 sampai 8 Oktober 2015, diikuti para peserta dari kalangan perusahaan yang telah mendapat Sertifikat Halal maupun yang akan mengajukan proses sertifikasi halal, dengan latarbelakang posisi dan jabatan di perusahaan masing-masing; Quality Control, Quality Assurance, Supervisor, Manajer, bahkan juga ada yang dari tingkat manajemen puncak.
Materi pelatihan diberikan dalam bentuk teori maupun praktek oleh para tenaga ahli LPPOM MUI yang kompeten dan telah berpengalaman. (T/P002/P2)
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)