Manchester, MINA – Seorang mahasiswa Yahudi anti Zionis yang menolak wajib militer di Israel kini mengajukan suaka di Inggris, informasi dari Kantor Dalam Negeri Inggris.
Mahasiswa Yahudi berusia 21 tahun itu melarikan diri dari Israel pada tahun 2017. Al Jazeera melaporkan, Kamis (16/9).
Sidang permintaan suaka akan dilaksanakan di pengadilan tingkat pertama di Manchester, pada Senin (20/9).
Mahasiswa yang diperintahkan pengadilan untuk tidak menyebutkan namanya demi keamanan dirinya, melalui pengacaranya mengatakan pandangan pribadinya, termasuk penolakannya untuk bergabung dengan tentara Israel.
Baca Juga: Di KTT G20 Brasil, Erdogan Tegaskan Pentingnya Gencatan Senjata di Gaza
Dia juga akan mengekspos ke penganiayaan dirinya jika dia ditarik kembali ke Israel.
Pengacaranya mengatakan kliennya bisa “dituduh sebagai pembelot dan bisa dijatuhi hukuman penjara hingga 15 tahun karena dianggap desersi militer, melarikan diri dari tugas militer.”
Mahasiswa tersebut mengatakan dengan keras menentang Zionisme dan menyatakan keberadaan Israel karena alasan agama dan politik.
Yahudi Ortodoks Anti-Zionis percaya bahwa mereka seharusnya tidak diizinkan untuk kembali ke tanah Palestina secara massal sampai kedatangan sang mesias.
Baca Juga: AS Sanksi Organisasi dan Perusahaan Israel Pendukung Kolonialisme
“Apa yang dilakukan gerakan Zionis adalah dosa karena telah mengembalikan orang-orang Yahudi ke Tanah Suci di luar kehendak Tuhan, dan dalam prosesnya telah secara paksa menggusur penduduk asli Palestina dan mencuri tanah mereka,” katanya dalam keterangan saksi yang akan digunakan sebagai bukti untuk keputusan pengadilan.
“Zionis telah terlibat dalam pencurian dan pembunuhan massal untuk menciptakan negara Israel. Mereka telah memberontak melawan Tuhan dengan cara yang paling mengerikan. Saya takut dipaksa masuk militer yang akan bertentangan dengan semua yang saya perjuangkan,” lanjutnya.
Negara Israel juga telah mempraktikkan apartheid dan secara rutin terlibat dalam kejahatan perang terhadap rakyat Palestina, imbuhnya.
“Saya tidak bisa melayani pasukan tak bermoral yang melakukan kekejaman seperti itu setiap hari,” lanjutnya.
Baca Juga: ICESCO Tetapkan Keffiyeh Jadi Warisan Budaya Tak Benda Palestina
Dia ditangkap dan dipukuli pada tahun 2015, saat berusia 17 tahun, oleh polisi Israel dalam aksi protes oleh komunitas Yahudi Ortodoks di Yerusalem terhadap wajib militer paksa.
Menurut pengacaranya, saat dalam tahanan polisi Israel sebelumnya, remaja itu “diborgol, didorong ke lantai dan diseret dengan borgol, diludahi dan dipukuli dengan tongkat”.
Dia berangkat ke Inggris pada 2017 dengan visa turis setelah menerima surat wajib militer dan belum kembali sejak itu, tambah pengacaranya. (T/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)