Mahkamah Agung India Sidangkan Petisi Deportasi Muslim Rohingya

Mahkamah Agung

New Delhi, MINA – Mahkamah Agung India pada Jumat mulai mendengarkan sikap keberatan atau penolakan  untuk memutuskan apakah akan mendeportasi orang kembali ke Myanmar, tempat minoritas Muslim itu menghadapi penganiayaan berat.

Pengadilan tinggi telah sepakat pada Senin lalu untuk memperdengarkan petisi tersebut dengan berbagai alasan, termasuk bahwa semacam itu akan melanggar konvensi internasional dan bertentangan dengan konstitusi India.

Mahkamah mempertimbangkan permintaan pengacara Prashant Bhushan, yang meminta sebuah sidang mendesak mengenai perintah deportasi pemerintah India, The Daily Star melaporkan yang dikutip MINA.

Dalam petisi mereka, Mohammad Shaqir dan Mohammad Salimullah berpendapat bahwa deportasi mereka akan melanggar Konstitusi India dan juga prinsip ‘non-refoulement’, yang melarang deportasi pengungsi.

Muslim Rohingya tidak diterima oleh Myanmar atau tetangganya di Bangladesh, dan hidup dalam ancaman terus-menerus setelah rencana pemerintah India mendeportasi 40.000 pengungsi Rohingya.

Di India, mereka kebanyakan menetap di Negara Bagian Andhra Pradesh, Manipur, Rajasthan, Uttar Pradesh, Delhi, Maharashtra, Rajasthan, dan Haryana.

Kiren Rijiju, menteri negara untuk urusan dalam negeri, baru-baru ini mengatakan kepada parlemen bahwa pemerintah pusat telah meminta negara-negara tersebut untuk mengidentifikasi Muslim Rohingya yang hidup secara ilegal dan memulai proses deportasi.

Langkah itu menghadapi penolakan dari aktivis dan orang-orang Rohingya yang mencari perlindungan di negara itu.

“Lebih baik bunuh kami, tapi jangan mengirim kami kembali ke Myanmar,” kata Sabber (29 tahun), seorang pengungsi Rohingya yang tinggal di India sejak 2005.

Sabber, yang dikenal sebagai Kyaw Min di negara asalnya, terus-menerus mengkhawatirkan deportasi sejak pemerintah India meminta pemerintah negara bagian untuk mengidentifikasi dan mendeportasi semua Muslim Rohingya.

“Langkah seperti ini benar-benar salah, sangat tidak manusiawi,” kata Sabber, yang tinggal bersama anggota keluarga di sebuah gubuk di New Delhi.

“Masyarakat datang ke India untuk mencari perlindungan dari kekejaman yang terjadi di negara mereka sendiri. Bagaimana Anda bisa mengirim kami kembali ketika Anda tahu bahwa situasi di Myanmar sangat berbahaya bagi kita?”

Pada bulan Januari, dia membentuk Inisiatif Hak Asasi Manusia Rohingya (RHRI), sebuah organisasi nonpemerintah, untuk menangani masalah penderitaan masyarakat tersebut dengan pemerintah India. (T/R11/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.