Kabul, MINA – Mantan Menteri Luar Negeri Afghanistan Rangin Dadfar Spanta mengatakan, strategi baru AS terhadap Afghanistan dan Asia Selatan telah gagal dan masih ada ketidakstabilan di Afghanistan.
Spanta, yang pernah menjabat sebagai penasihat keamanan nasional mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, berbicara tentang situasi keamanan saat ini di negara itu kepada Anadolu Agency, Sabtu (6/10/2018).
“Kontrol pemerintah terhadap daerah-daerah penting di negara ini telah berakhir. Kita dapat mengatakan bahwa strategi AS gagal,” lanjutnya.
“Strategi presiden AS Trump tidak meninggalkan dampak positif pada situasi keamanan di negara tersebut, dan masih ada ketidakstabilan di Afghanistan,” ujarnya.
Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas
Spanta melanjutkan dengan mengatakan bahwa penting bagi pemerintah Afghanistan untuk memperluas wilayah yang dikuasai dan menerapkan aturan hukum di wilayah-wilayah ini.
Saat ini ada lebih banyak masalah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, imbuhnya.
Menyinggung klaim sembilan pangkalan AS di Afghanistan, ia berkata, “Situasi pangkalan militer didasarkan pada perjanjian yang ditandatangani antara Washington dan Kabul. Basis-basis ini diberikan untuk penggunaan AS. Jadi, baik Afghanistan maupun AS harus mematuhi kewajiban mereka.”
Dia mengatakan esensi dari masalah ini adalah bahwa Washington tidak menepati komitmennya ke Afghanistan.
Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris
“Untuk alasan ini, kita perlu meninjau perjanjian keamanan dengan Washington untuk implementasi yang lebih baik dari perjanjian dan pemenuhan janji-janji AS,” tambahnya.
Pada tahun 2014, Kabul menandatangani Perjanjian Keamanan Bilateral (BSA) dengan Washington yang bertujuan untuk menangani kehadirannya setelah akhir misi tempurnya pada tahun yang sama.
Baru-baru ini, Afghanistan telah mempertimbangkan peninjauan kembali BSA atas dugaan kegagalan AS menghadang meningkatnya kekerasan dan serentetan serangan Taliban.
Spanta mengatakan pembicaraan damai antara Afghanistan dan Taliban tidak mungkin dilakukan.
Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu
Menurutnya, baik pemerintah Kabul dan Dewan Perdamaian Tinggi Afghanistan mengaku, adalah kekuatan asing seperti AS, Rusia dan negara-negara Asia Tengah, yang membentuk dialog dengan Taliban.
“Orang-orang Afghanistan, meski menjadi pemilik tanah, tidak ambil bagian dalam pembicaraan damai,” katanya.
Dia juga mengatakan bahwa Zalmay Khalilzad, utusan khusus AS yang baru untuk Afghanistan, dapat memainkan peran yang lebih penting dalam pembicaraan antara Afghanistan dan Taliban daripada mantan diplomat, yang tidak cukup mengenal negara itu.
Ia juga menyebutkan hal lainnya, Turki bisa memainkan peran mediator antara kedua negara, antara Afghanistan dan negara tetangganya Pakistan.
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Israel Dukung Gencatan Senjata dengan Lebanon
“Dengan mempertimbangkan hubungan persahabatan dan persaudaraan Turki dengan kedua negara, saya percaya bahwa Turki akan memainkan peran mediator yang sangat positif dan berharga di masa depan,” katanya. (T/RS2/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Putin Punya Kebijakan Baru, Hapus Utang Warganya yang Ikut Perang