Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marketing Ala Rasulullah

Admin - Ahad, 24 April 2016 - 20:40 WIB

Ahad, 24 April 2016 - 20:40 WIB

817 Views ㅤ

Oleh: Isnaeni Widowati Sutoyo, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dikenal sebagai saudagar ulung dengan kejujuran, kemuliaan dan amanahnya dalam berniaga sehingga beliau mendapat gelar al-Amin (yang terpercaya). Dengan keagungan dan kemuliaan sifat-sifatnya, beliau juga terkenal sebagai seorang marketer yang cerdas dan beretika. Sifat-sifat itulah yang kemudian pada zaman modern ini menjadi dasar penting dalam marketing syariah/spiritual marketing.

Marketing merupakan sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan pada proses penciptaan, penawaran dan perubahan nilai dari satu inisiator kepada stakeholder-nya. Kegiatan marketing sebenarnya merupakan kegiatan yang sangat mulia karena pada kegiatan tersebut selalu memunculkan ide dan kreativitas untuk melakukan pendekatan, inovasi, perubahan dan pembaharuan dalam banyak hal.

Namun, pada zaman ini perubahan marketing sesuai ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sudah berkurang. Pemahaman yang didapat hanya menginginkan keyakinan yang instan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Dalam pemaparan Ema Salmah Bamu’min, ST., MM., dalam acara Alirsyad Gitls Club bertema “Marketing Sesuai Ajaran Rasulullah” di Masjid Abu Bakar AshShidiq Jakarta, Ahad (24/4), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengajarkan umatnya berdagang dengan menjunjung tinggi etika keislaman. Dalam beraktivitas ekonomi, umat Islam dilarang melakukan tindakan batil.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan jangalah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.An-Nisa [4] ayat 29)

Etika Pemasaran dalam Islam

Dewasa ini sering kita jumpai cara pemasaran yang tidak etis, curang dan tidak profesional. Kiranya perlu dikaji bagaimana akhlak kita dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Atau lebih khusus lagi akhlak dalam pemasaran kepada masyarakat dari sudut pandangan Islam. Kegiatan pemasaran seharusnya dikembalikan pada karakteristik yang sebenarnya. Yakni religius, beretika, realistis dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Inilah yang dinamakan marketing syariah, dan inilah konsep terbaik marketing untuk hari ini dan masa depan.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Prinsip marketing yang berakhlak seharusnya kita terapkan. Apalagi nilai-nilai akhlak, moral dan etika sudah diabaikan. Sangat dikhawatirkan bila menjadi kultur masyarakat. Perpektif pemasaran dalam Islam adalah ekonomi Rabbani (divinity), realistis, humanis dan keseimbangan. Inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional. Marketing menurut Islam memiliki nilai dan karakteristik yang menarik. Pemasaran syariah meyakini, perbuatan seseorang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Selain itu, marketing syariah mengutamakan nilai-nilai akhlak dan etika moral dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, marketing syariah menjadi penting bagi para tenaga pemasaran.

Dalam Islam terdapat sembilan macam etika (akhlak) yang harus dimiliki seorang tenaga pemasaran. Yaitu: (1) Memiliki kepribadian spiritual (taqwa); (2) Berkepribadian baik dan simpatik (shiddiq); (3) Berlaku adil dalam berbisnis (al-’adl); (4) Melayani nasabah dengan rendah hati (khitmah); (5) Selalu menepati janji dan tidak curang (tahfif); (6) Jujur dan terpercaya (amanah); (7) Tidak suka berburuk sangka; (8) Tidak suka menjelek-jelekkan; dan (9) Tidak melakukan suap (risywah).

Selain sembilan etika tersebut, marketer syariah harus menghindari hal-hal sebagai berikut: (1) Tidak adil dalam penentuan tarif dan uang pertanggungan; (2) Melakukan transaksi terhadap produk yang mengandung unsur maisar, gharar, dan  riba maisar; transaksi tadlis; (3) Khianat atau tidak menepati janji; (4) Menimbun barang untuk menaikkan harga; (5) Menjual barang hasil curian dan korupsi; (6) Sering melakukan sumpah palsu atau sering berdusta; (7) Melakukan penekanan dan pemaksaan terhadap pelanggan; (8) Mempermainkan harga; (9) Mematikan pedagang kecil; (10) Melakukan monopoli’s rent seeking atau ikhtikar; (11) Tallaqi rukban; (12) Melakukan suap atau sogok untuk melancarkan kegiatan bisnis (riswah); dan (13) Melakukan tindakan korupsi ataupun money laundry.

Jika para pemasar menjalankan aktivitas pemasaran yang diperintahkan dan meninggalkan larangan yang dilarang, pemasaran tersebut menjadi suatu aktivitas diperbolehkan dalam Islam. Oleh karena itu, dalam perspektif syariah pemasaran adalah segala aktivitas yang dijalankan dalam kegiatan bisnis berbentuk kegiatan penciptaan nilai (value creating activities) yang memungkinkan siapa pun yang melakukannya bertumbuh serta mendayagunakan kemanfaatannya yang dilandasi atas kejujuran, keadilan, keterbukaan, dan keikhlasan sesuai dengan proses yang berprinsip pada akad bermuamalah islami atau perjanjian transaksi bisnis dalam Islam

Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman

Berikut adalah tips atau strategi marketing yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam mengembangkan bisnisnya

  1. Jadikan “Jujur” Sebagai Brand Bisnis

Berkat kejujuran beliau (dalam segala hal), Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendapatkan julukan Al-Amin (Yang Dapat Dipercaya). Sikap jujur dalam bisnis ini beliau tunjukkan pada pelanggan maupun pemasok barang dagangannya. Pada masa awal mula berbisnis, Nabi mengambil barang dagangannya ke Khadijah, seorang konglomerat kaya raya yang akhirnya menjadi istrinya.

Ketika bekerjasama dengan Khadijah, beliau selalu bersikap jujur. Selain jujur pada Khadijah, beliau juga jujur pada pelanggannya. Hal ini tercermin ketika pelanggan mendatanginya, beliau memasarkan barangnya dengan menjelaskan semua keunggulan dan kekurangan barang tersebut, tanpa mengharapkan keuntungan lebih besar dari hasil penjualannya.

Bagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kejujuran harus dijadikan brand dagang para pebisnis. Apapun jenis bisnisnya, kejujuran harus tetap ditempatkan pada posisi yang utama.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

  1. Sayangi Pelanggan

Pelanggan atau pembeli adalah raja, demikianlah prinsip dalam bisnis. Menarik satu pelanggan memang sulit tapi mempertahankannya justru lebih sulit. Nabi Muhammad memberikan contoh bahwa keuntungan dalam berbisnis hanyalah sekedar “hadiah dari upaya kita.

Nabi selalu melayani costumers dengan ikhlas, beliau tidak rela jika pelanggannya tertipu saat membeli barangnya. Pesan yang disampaikan oleh beliau adalah “cintailah saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri”.

Jika pelayanan yang kita berikan kepada pelanggan itu memuaskan maka pelanggan juga akan terus percaya dan akan terus berlangganan dengan produk yang anda tawarkan. Begitu pula sebaliknya.

Letakkan kepuasan pelanggan ditingkat yang lebih tinggi. Cobalah memenuhi janji seperti apa yang pernah anda iklankan dalam pemasaran anda. Ini justru akan mengangkat kepercayaan pelanggan terhadap bisnis atau usaha anda.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

  1. Bedakan Jenis Produk Anda

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga memberikan contoh untuk memisahkan antara barang yang bagus dan barang yang jelek. Selain itu, beliau juga membedakan harga sesuai kualitas produknya. Bukan menyamakan semua produk tanpa melihat kualitas produknya.

Dalam dunia marketing bisnis kita mengenal banyak jenis produk yang bisa dipasarkan. Tapi, faktanya justru sebaliknya. Sebagian besar malah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari Cacat Produk”. Ini tentu akan merugikan pelanggan dan akan membuat pelanggan tidak percaya lagi dengan Anda.

Pemasaran yang baik

Pemasaran adalah suatu aktivitas yang selalu dikaitkan dengan perdagangan. Jika meneladani Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam saat melakukan perdagangan, maka beliau sangat mengedepankan adab dan etika dagang yang luar biasa. Etika dan adab perdagangan inilah yang dapat disebut sebagai strategi dalam berdagang. Oleh karena itu, Syekh Sayyid Nada membeberkan sejumlah adab yang harus dijunjung pedagang Muslim dalam menjalankan aktivitas jual-beli, berdasarkan hadis-hadis RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagai berikut:

Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis

  1. Tidak menjual sesuatu yang haram. Umat Islam dilarang menjual sesuatu yang haram seperti minuman keras dan memabukkan, narkotika dan barang-barang yang diharamkan Allah Subhanahu wa ta’ala. “Hasil penjualan barang-barang itu hukumnya haram dan kotor”.
  2. Tidak melakukan sistem perdagangan terlarang. Contohnya menjual yang tidak dimiliki. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jangan kamu menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i). Selain itu Islam juga melarang umatnya menjual buah-buahan yang belum jelas hasilnya serta sistem perdagangan terlarang lainnya.
  3. Tidak terlalu banyak mengambil untung.
  4. Tidak membiasakan bersumpah ketika berdagang. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Janganlah kalian banyak bersumpah ketika berdagang, sebab cara seperti itu melariskan dagangan lalu menghilangkan keberkahannya.” (HR Muslim). Tidak berbohong ketika berdagang. Salah satu perbuatan berbohong adalah menjual barang yang cacat namun tidak diberitahukan kepada pembelinya.
  5. Penjual harus melebihkan timbangan. Seorang pedagang sangat dilarang mengurangi timbangan.
  6. Pemaaf, mempermudah dan lemah lembut dalam berjual beli.
  7. Tidak boleh memakan dan memonopoli barang dagangan tertentu. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Tidaklah seorang menimbun barang melainkan pelaku maksiat.” (HR Muslim).

(wido/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

Rekomendasi untuk Anda

Kolom