Singkawang, adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Barat yang terkenal dengan sebutan Hongkongnya Indonesia. Bagaimana tidak, dari pusat kota Singkawang hingga pelosoknya ramai penduduk Tionghoa. Meskipun begitu bukan berarti di sana sepi penduduk Muslimnya, malah bahkan Singkawang memiliki masjid tertua yang dibangun pada masa penjajahan Belanda.
Masjid Raya terletak di pusat Kota Singkawang dan menjadi ikon Singkawang.
Masjid Raya terletak berdampingan dengan Klenteng Tertua di Singkawang, Vihara Tri Dharma Bumi Raya. Jaraknya hanya sekitar 200 meter saja. Meskipun begitu, tidak pernah terjadi keributan antara kaum Muslim dan masyarakat Tionghoa dalam soal ibadah.
Masjid yang berwarna dasar Hijau dan Putih dengan Kubah berwarna Emas ini berdiri kokoh dengan menara yang menjulang ke langit. Apabila malam datang, lampu-lampu Masjid bersinar membuat masjid semakin terlihat megah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Belum lagi jika masuk ke dalamnya, suasana sejuk menetramkan jiwa, membuat pengunjung semakin rindu kepada Allah Ta’ala.
Sejarah Singkat Masjid Raya Singkawang
Masjid Raya selain tertua di Kota Singkawang juga salah satu yang tertua di Provinsi Kalimantan Barat. Masjid ini dibangun pada 1880, oleh seorang pria, Bawasahib Maricar dan anaknya, Haji B. Achmad Maricar.
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
Bawasahib adalah seorang pedagang dari Negeri India yang datang ke Indonesia pada 1850 M, yang kemudian mendapat gelar dari pemerintahan Hindia Belanda tahun1875 sebagai Kapitan India.
Masjid Raya Singkawang didirikan di atas tanah milik pendirinya.
Dilahap si Jago Merah
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Masjid Raya ini pernah mengalami kebakaran pada 1937. Tidak ada informasi yang akurat mengenai penyebab kebakaran. Diperkirakan masjid ini terbakar akibat gangguan listrik.
Kemudian Masjid ini kembali dibangun dan diperluas pada 1940, oleh tiga bersaudara, yaitu Haji B. Achmad Maricar, B. Mohammad Haniffa Maricar, B. Chalid Maricar. Ketiga orang ini adalah anak Kapitan Bawasahib Maricar.
Masjid ini dibangun di atas tanah warisan dari orang tua mereka. Menara Masjid yang terletak di samping kiri Masjid didirikan pada 1953, dipromotori oleh H. Munir Haniffa, Djenawi Tahir, H. M. Kassim Chalid. Mereka bertiga ini merupakan cucu dari Kapitan Bawasahib Maricar.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Renovasi Total
Dalam perjalanannya, Masjid ini mengalami beberapa kali renovasi. Pertama dilakukan pada 1974 dengan biaya dari pemerintah daerah. Renovasi kedua dilakukan pada 1978 dengan biaya swadaya yang dikelola oleh pengurus masjid pada waktu itu.
Pada 2015, Masjid Raya Singkawang selesai direnovasi total yang memakan waktu selama dua setengah tahun. Renovasi ini sebenarnya sudah direncanakan sejak 1998, namun karena keterbatasan dana, maka sejak berdirinya Kota Singkawang pada 2002, rencana renovasi total ini diserahkan kepada Pemerintahan Kota Singkawang. (Singkawang resmi menjadi kota madya pada 2002, sebelumnya Singkawang masuk ke wilayah Kabupaten Sambas – Red).
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Mantan Gubernur Kalimantan Barat, Usman Djafar pada 2007. Namun, pelaksanaan pembangunan baru terealisir pada Januari 2008.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Meskipun masjid ini direnovasi total, tapi ada empat pilar atau tiang di dalam masjid tidak diubah jadi dibiarkan seperti asalnya. Juga menara asalnya tidak diubah, hanya ditambah menara baru.
Dana pembangunan masjid ini berasal dari masyarakat Kota Singkawang, Pemkot Singkawang, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dan masih banyak donatur lainnya.
“Menurut saya, karena masjid ini berada di tengah kota, jadi inilah alasannya kenapa banyak yang menyumbang. Masjid ini selalu ramai digunakan untuk shalat, karena dekat dengan perkantoran,” kata Wakil Ketua Yayasan Masjid Raya, Zainal Abidin saat diwawancarai wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Sementara itu, Pemkot Singkawang berencana membangun menara di lokasi Masjid Raya yang akan dijadikan sebagai ikon kota Singkawang dengan tinggi 63 meter. Namun, hingga kini pembangunan menara tersebut belum selesai.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Target pembangunan menara ini sebenarnya pada akhir pemerintahan Wali Kota, Awang Ishak tahun 2017, namun karena hingga sekarang dana yang masuk masih kurang jadi pembangunan menara ini sudah sekitar enam bulan terhenti.
Kegiatan Rutin
Tiga kali sepekan Masjid Raya rutin mengadakan pengajian umum, seluruh masyarakat kota Singkawang, bahkan masyarakat pendatang pun boleh mengikuti pengajian ini.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Biasanya pengajiannya ini dilakukan pada ba’da Magrib hingga adzan Isya. Selain itu, setiap malam Jumat, para jamaah shalat di Masjid Raya membaca surah Yasin bersama atau masyarakat Singkawang biasanya menyebutnya dengan Yasinan.
Kemudian, setiap Sabtu dan Ahad di Masjid Raya ada tausyiah umum untuk masyarakat. Tausyiah ini dilakukan selepas shalat Magrib hingga sebelum adzan Isya. Setiap ba’da Magrib hingga Isya, Masjid Raya ini selalu penuh dengan kegiatan rutin.
Selain itu, setiap tahun Masjid Raya ini mengadakan Takbiran Akbar pada malam takbiran Idul Fitri. Biasanya, acara ini diisi berbagai perlombaan dan pawai lampion di jalan pusat Kota Singkawang. Namun, sebelum keliling di jalan, para peserta pawai berkumpul di Masjid Raya, dan nanti juga finish di Masjid Raya.
Bagi anda yang belum pernah mengunjungi kota Singkawang, mari beramai-ramai silaturahim ke kota yang terkenal dengan wisata alamnya. Singkawang Bumi Betuah, Gayung Besambut. (L/P006/R01)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat