Abdul Samar sedang shalat di sebuah masjid di timur laut ibu kota India pada Selasa malam, 25 Februari 2020, ketika para pengunjuk rasa menyerbu dengan mengacungkan senjata, menyerang para jamaah lalu membakar gedung ibadah itu.
Samar mengisahkan kepada CNN, massa turun ke masjid di lingkungan Ashok Nagar, New Delhi. Mereka melantunkan pujian kepada dewa Hindu, Jai Shri Ram, sebelum memukuli imam dan membunuh muazin, yang memimpin panggilan sholat.
“Mereka membawa tongkat dan batu ke dalam masjid dan orang-orang di luar juga memiliki senjata. Kami harus berhenti shalat dan melarikan diri,” kata Samar yang matanya terluka parah dalam serangan itu.
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera kunyit, terkait dengan kelompok sayap kanan Hindu. Bendera dipasang di menara masjid yang menghitam oleh api. Bendera baru dilepas Rabu pagi, 26 Februari 2020, setelah tim CNN bertanya kepada polisi mengapa masih tergantung di sana.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Selasa adalah malam ketiga berturut-turut bentrokan komunal yang mematikan di Ibu Kota antara Hindu dan minoritas Muslim terkait undang-undang kewarganegaraan baru yang memecah belah.
Setidaknya 25 orang telah tewas hingga Kamis pagi sejak kerusuhan pecah pada hari Ahad, 23 Februari, menurut juru bicara rumah sakit. Ini adalah kekerasan sektarian terburuk yang dialami Delhi dalam beberapa dekade terakhir.
Kerusuhan yang bertepatan dengan kunjungan Presiden AS Donald Trump ke India, meletus di antara pendukung Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA) yang cenderung kelompok Hindu dengan kelompok warga yang menentang CAA yang dentik adalah Muslim.
CAA yang mulai berlaku 10 Januari 2020 lala akan mempercepat memberi kewarganegaraan India bagi warga minoritas non-India dari berbagai agama selain Islam.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Saksi mata mengatakan bahwa massa yang marah menargetkan daerah Muslim pada Selasa malam. Mereka membakar dan menjarah rumah-rumah dan toko-toko. Pihak berwenang menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan, ketika para demonstran melemparkan batu dan membakar properti di sekitarnya.
Pengacara Suroor Mander mengatakan bahwa polisi juga menggunakan peluru pelet, senjata yang biasa digunakan keamanan India untuk membubarkan massa meski senjata itu dinilai melanggar HAM.
Kepala Petugas Medis Casualty di Rumah Sakit Guru Tej Bahadur di Delhi pada Rabu mengatakan, korban tewas diperkirakan akan terus meningkat. Salah satu yang meninggal adalah seorang perwira polisi, yang meninggal karena cedera peluru di kepala.
Sejak kekerasan dimulai, setidaknya 188 orang telah dirawat di rumah sakit, sebagian besar karena cedera peluru, dan sisanya dari trauma benda tumpul, menurut pejabat rumah sakit.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Polisi Delhi yang berada di bawah komando langsung pemerintah pusat, telah dituduh oleh para saksi mata menutup mata terhadap, atau terlibat dalam, kekerasan. Namun, polisi menyangkal tuduhan itu.
Suasana masih mencekam di New Delhi pada Rabu pagi, ketika polisi anti huru hara berpatroli di jalan-jalan dan pejabat terpilih kota itu, Arvind Kejriwal, menyerukan jam malam diberlakukan.
Kejriwal mengatakan di Twitter bahwa polisi “tidak dapat mengendalikan situasi dan menanamkan kepercayaan” meskipun ada upaya terus-menerus dalam semalam, dan ia meminta militer dipanggil.
Perdana Menteri India Narendra Modi yang dituduh memicu ketegangan agama dengan memperkenalkan hukum kewarganegaraan, menyerukan ketenangan pada hari Rabu.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
“Kedamaian dan keharmonisan adalah inti dari etos kita. Saya memohon kepada saudara dan saudari saya di Delhi untuk menjaga perdamaian dan persaudaraan setiap saat,” tweet Modi, memecah keterdiamannya.
“Adalah penting bahwa ada ketenangan dan normalitas dipulihkan paling awal,” tambahnya.
Janji Modi terbukti kosong
Kunjungan kenegaraan Trump diharapkan untuk menunjukkan keunggulan India di panggung global. Namun sebaliknya, itu menyoroti ketegangan agama selama berbulan-bulan.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Protes telah mengguncang India sejak Desember 2019, ketika Modi mendukung pengesahan undang-undang kewarganegaraan (CAA). Banyak Muslim India menunjuknya sebagai contoh bagaimana pemerintah telah meninggalkan mereka dan mengatakan bahwa mereka merasa menjadi korban.
Perdana Menteri, yang Partai Bharatiya Janata (BJP)-nya terpilih kembali dengan kemenangan besar tahun lalu, telah mendominasi politik India sejak pertama kali berkuasa pada 2014. Di saat ia dipuji atas upayanya untuk membawa kemakmuran ke daerah-daerah yang lebih miskin dan berakar, keluar dari korupsi, penekanannya pada pemberdayaan mayoritas Hindu India telah menimbulkan keprihatinan.
Bagi para kritikus Modi, CAA telah menjadi contoh paling berani dari agenda nasionalis Hindu yang bertujuan meminggirkan Muslim India, bagian dari upaya untuk merobek jalinan identitas sekuler India.
Khurseed Alam, seorang pengemudi becak yang tinggal di sebelah masjid di Ashok Nagar, mengatakan bahwa janji kampanye Modi tentang masa depan yang makmur terbukti kosong. Rumah keluarganya, tempat dia tinggal bersama 10 kerabatnya, dibakar massa, bersama dengan tiga rumah Muslim lainnya dan toko-toko tetangga. (AT/RI-1/P1)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Sumber: CNN
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel