MaTA: Regulasi BPJS Tak Masuk Akal

Banda Aceh, MINA – Masyarakat Transparansi Aceh () meminta Pemerintah Aceh agar segera keluar dari skema , terkait Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

MaTA menilai aturan tersebut merugikan dan mengabaikan hak yang seharusnya diterima oleh masyarakat.

Hasil kajian MaTA khususnya bagian kedua tentang manfaat yang tidak dijamin pasal 52 ayat (1) huruf (r) jelas-jelas telah mendiskrimasi dalam pemanfaatan layanan kesehatan, Selasa (12/12).

Baihaqi Koordinator Bidang Hukum dan Politik MaTA menganggap, klausul tersebut jelas merugikan masyarakat banyak, lantaran selama ini baik pemerintah maupun secara mandiri sudah membayar iuran rutin kepada pihak BPJS.

Pada pasal 52 ayat (1) disebutkan pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi, huruf (r) pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme,
dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Ini jelas merugikan masyarakat kecil, bisa dibayangkan jika korban penganiayaan, kekerasan seksual dan tindak perdagangan orang tidak di jamin BPJS, lantas siapa yang jamin mereka, sudah jatuh tertimpa tangga pula,” kata Baihaqi.

Seharusnya negara berkewajiban memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat secara manusiawi, terutama mereka yang korban kekerasan seksual, penganiayaan dan perdagangan orang.

“Tidak ada masyarakat yang ingin dianiaya, tidak ada masyarakat yang ingin mengalami kekerasan seksual dan seterusnya sebagaimana disebutkan dalam aturan tersebut,” sebut Baihaqi.

MaTA mensinyalir, aturan tersebut disusun oleh oknum yang ingin “membisniskan” layanan kesehatan, sehingga melahirkan pasal-pasal yang merugikan masyarakat.

MaTA berharap, Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memikir ulang dan merevisi klausul tersebut sehingga masyarakat tidak dirugikan dalam mendapatkan layanan kesehatan.

MaTA juga berharap kepada Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota untuk memprotes aturan tersebut. Pasalnya, setiap tahun Pemerintah Aceh selalu membayar sebesar Rp 500 milyar lebih kepada BPJS Kesehatan, untuk mengikutkan masyarakat Aceh dalam layanan kesehatan.

Kalau ternyata tidak ditanggapi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh lebih baik keluar dari skema BPJS Kesehatan, daripada harus bertahan pada skema tersebut, akan tetapi layanan kesehatan tidak sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat Aceh.

Baihaqi menambahkan, sebelumnya adanya usulan revisi terkait klausul tersebut, MaTA mendesak kepada BPJS Kesehatan agar aturan ini disosialisasikan kepada masyarakat secara luas.

Jangan sampai aturan ini hanya difahami oleh BPJS Kesehatan saja. Perlu digaris bawahi, yang menerima dampak akibat pemberlakuan aturan tersebut adalah fasilitas-fasilitas kesehatan, semisal puskesmas dan rumah sakit sebagai pemberi layanan.

Menurutnya, fasilitas kesehatan inilah yang menjadi garda terdepan untuk melayani dan menerima “protes” dari masyarakat terkait layanan kesehatan, bukan BPJS Kesehatan selaku penyelenggara jaminan kesehatan. (L/AP/ P1)