Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Jika tidak ada aral melintang, ummat Islam di Jakarta khususnya dan seluruh warga ibukota umumnya, akan memiliki masjid raya yang pertama – Masjid KH Hasyim Ashari – ketika sarana ibadah itu diresmikan Presiden Joko Widodo pada 16 April mendatang.
Terletak di Daan Mogot, Jakarta Barat, Masjid Raya DKI Jakarta ini dibangun dengan biaya sekira Rp170 miliar di atas lahan seluas 2,4 hektare dengan luas bangunan 16.985,43 meter persegi. Dibangun dengan dua lantai dan 1 mezzanine, masjid itu memiliki daya tampung hingga 12.500 jamaah.
Baik lantai pertama maupun lantai duanya, sama-sama memiliki ruang yang cukup luas, dengan pilar-pilar yang berdiri di beberapa sudut ruang tersebut. Dari arah depan, bisa dilihat empat dari lima menara masjid yang menjulang tinggi. Satu menara lagi ada di bagian belakang masjid, sehingga hanya bisa dilihat dari sisi kiri atau kanan bangunan.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Ada beberapa tangga biasa dan akses khusus bagi jamaah penyandang difabel berupa lantai datar sebagai cara menuju lantai dua dari lantai satu maupun sebaliknya. Di sisi pojok kiri dan kanan masjid, ada tangga yang cukup lebar dan tertutup oleh kaca, sehingga jika hujan pun, jamaah masih bisa menggunakan tangga tersebut.
Selain itu, di bagian dalam masjid di lantai satu, ada ruang serbaguna yang cukup besar yang menurut konsultan pengawas proyek masjid KH Hasyim Asyari, Ichsan, dirancang untuk acara-acara tertentu, seperti pertemuan atau kegiatan lainnya. Sedangkan di tempat yang sama, namun terletak di lantai dua masjid, ada ruang utama.
Ruang utama di lantai dua ini nantinya akan menjadi salah satu ciri khas masjid KH Hasyim Asyari, karena bagian atasnya langsung atap atau kubah masjid yang berbentuk segitiga. Dari pintu utama, tampak beberapa anak tangga kecil menuju pintu masuk masjid.
Dari arah depan, bangunan masjid terlihat terbuka di semua sisi, termasuk di kiri dan kanan bangunan. Namun, untuk memasuki masjid, harus melalui tangga di depan pintu utama. Setelah melewati beberapa anak tangga dari bawah ke atas, ada satu pelataran yang cukup luas. Dari pelataran ini, nantinya warga bisa melihat tampak bangunan dari depan lengkap dengan ornamen khas Betawi yang disematkan di beberapa bagian masjid.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Ada perbedaan antara Masjid Raya Daan Mogot dengan masjid lain pada umumnya karena menurut Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta, Arifin, masjid itu tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi mengikuti konsep masjid nabi. “Di situ ada ruang buat sarana pendidikan, ruang untuk ekonomi dan ruang perkantoran.”
Ide pembangunan masjid itu muncul pada Idul Adha tahun 2012. Saat itu, Joko Widodo yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta baru mengetahui bahwa selama ini Jakarta belum mempunyai masjid raya yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Proyek pembangunan masjid raya itu diresmikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 20 Juni 2013, atau saat dia masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurut Sekda DKI Jakarta, Saefullah, masjid tersebut sudah bisa langsung digunakan usai diresmikan nanti.
“Nanti ada Islamic Centernya juga. Pengelolanya dari masyarakat. Lagi dibentuk timnya sama Pemda,” katanya sambil menambahkan, untuk takmir atau pengurus masjid, akan dicari dan ditentukan oleh Biro Dikmental (pendidikan mental dan spiritual) karena nantinya takmir harus netral dan tidak terlibat politik.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Selain itu, Dikmental DKI Jakarta tengah menyusun pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Rencananya Pemprov DKI Jakarta juga akan membangun masjid raya serupa di wilayah lainnya di ibukota.
Nama masjid
Hingga pertengahan Maret 2017, Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengaku belum menentukan nama untuk masjid raya pertama di Jakarta itu. Dia akan mengajukan beberapa nama kepada Presiden RI Jokowi terkait nama masjid tersebut. “Kami akan sampaikan beberapa alternatif nama ke Pak Presiden, sekaligus meminta untuk meresmikan.”
Kemudian calon wakil gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat akhir Maret lalu menemui KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) untuk meminta izin bahwa masjid itu diberi nama Masjid Raya KH Hasyim Ashari, pendiri NU yang juga kakek dari Gus Solah.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
KH Salahuddin Wahid, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng itu mengizinkan nama kakeknya, KH Hasyim Asyari, digunakan sebagai nama masjid raya di Jakarta Barat tersebut. Menurut dia, itu merupakan bentuk penghormatan bagi KH Hasyim Asyari. “Kami tentunya tidak hanya mengizinkan, tapi berterima kasih dan apresiasi, menghargai inisiatif itu.”
Gus Sholah mengatakan, tokoh Islam lain yang bisa digunakan namanya adalah KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto, dan KH Agus Salim. “Mereka itu hidupnya hampir sama yaitu 1860-1880. Jadi ketiga nama itu harus diabadikan.”
Tradisi itu harus dikembangkan, memberikan penghargaan kepada para tokoh Islam dan pahlawan nasional dalam bentuk nama jalan, nama gedung dan nama masjid agar bangsa Indonesia mengenal para tokoh dan pemimpin bangsa pada zaman dulu.
Mungkin di tempat-tempat lain juga perlu digunakan nama pahlawan-pahlawan lokal. “Itu juga perlu kita kenal supaya penerus bangsa ini paham sejarah dan mengenal pemimpin zaman dulu yang begitu besar jasanya bagi bangsa Indonesia,” katanya.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Makanya, kata Djarot, “saya sampaikan nanti masjid raya di Jakarta Selatan atau di Jakarta Timur itu salah satunya diberi nama masjid raya KH Ahmad Dahlan. Satu lagi beliau tadi usul nama HOS Tjokroaminoto. Itulah pendekar-pendekar, pejuang kita.”.
Terkait dengan pemakaian nama tokoh pendiri NU itu, Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI mengapresiasi langkah Ahok-Djarot tersebut. Menurut Ketua GP Ansor DKI Abdul Aziz, ini merupakan penghargaan kepada warga NU di DKI Jakarta. “Juga menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, karena nama tokoh dan pendiri NU dijadikan nama masjid raya Jakarta.”
Seperti harapan Aziz yang juga adalah Wakil Ketua Umum DPW PKB DKI, masjid tersebut bukan hanya sebagai simbol rumah ibadah umat Islam saja. “Tapi juga sebagai simbol keumatan, kerakyatan, dan kebangsaan. Karena KH Hasyim Asy’ari, selain sebagai pahlawan nasional juga seorang kyai memiliki pemikiran tentang kebangsaan.” (RS1/P1)
Miraj Islamic News Agency/MINA
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel