Oleh: Dokter Dito Anurogo MSc., Kandidat Doktor dari Taipei Medical University Taiwan, Dosen Tetap di FKIK Universitas Muhammadiyah Makassar*
Di Indonesia, jumlah masjid mencapai 285.631 masjid (data Ditjen Bimas Islam dirilis 3 Februari 2023). Data mediaindonesia.com (1 April 2023) menyebutkan, jumlah total masjid dan musala antara 800 ribu hingga mendekati satu juta. Menurut TRT World, di dunia, jumlah total masjid sekitar 3,8 juta masjid.
Dalam masyarakat kita, masjid telah lama diakui sebagai pusat spiritual dan komunitas bagi umat Islam. Namun, model Masjid 5.0 mengajukan konsep yang lebih luas dan progresif. Data yang disajikan menunjukkan bahwa jumlah masjid di Indonesia sangatlah signifikan, dan hal ini menawarkan peluang besar untuk memperluas peran masjid dalam mendukung literasi dan pemberdayaan masyarakat.
Masjid 5.0
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Konsep inovatif Masjid 5.0 yang dirumuskan oleh penulis menawarkan pandangan baru terhadap peran masjid dalam kehidupan umat Islam. Dengan pendekatan model LKIKS (Literasi Kesehatan Islami dan Keuangan Syariah), konsep ini menempatkan masjid pada posisi sentral untuk mewujudkan perubahan yang positif dalam membentuk masyarakat yang lebih holistik dan terintegrasi. Dalam konteks ini, masjid bukan lagi sekadar tempat ibadah, tetapi juga menjadi panggung utama pemberdayaan masyarakat dalam berbagai dimensi kehidupan.
Penerapan model LKIKS sebagai elemen inti dalam Konsep Masjid 5.0 menggarisbawahi pentingnya literasi sebagai landasan pengembangan masyarakat. Literasi Kesehatan Islami membawa dampak signifikan dalam mengedukasi masyarakat mengenai aspek kesehatan yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Dalam lingkup ini, masjid mampu menjadi pusat yang memberikan edukasi mengenai pengobatan Islami seperti bekam, penggunaan herbal, dan pengenalan tanaman herbal yang memiliki manfaat kesehatan.
Di samping itu, Literasi Keuangan Syariah mengarahkan perhatian pada pengenalan prinsip-prinsip keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, masjid menjadi tempat yang memberi informasi dan pemahaman mengenai cara mengelola keuangan secara Islami.
Potensi perubahan ini melampaui ranah spiritual dan berdampak langsung pada pembentukan masyarakat yang lebih tanggap dan berdaya. Dalam paradigma Masjid 5.0, masjid bertransformasi menjadi pusat pemberdayaan yang merangkul berbagai aspek kehidupan. Keterkaitan dengan berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, memungkinkan masjid untuk menjadi pusat berbagai kegiatan yang mendorong pertumbuhan komprehensif individu dan komunitas.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Model ini juga mampu membuka peluang bagi terwujudnya masyarakat yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islami dan perekonomian yang sehat. Dengan memanfaatkan model LKIKS, masjid menjadi jembatan yang menghubungkan prinsip-prinsip agama dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Masyarakat umat Islam diajak untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan dunia modern, tetapi tetap selaras dengan nilai-nilai keagamaan yang diyakini. Dalam konteks ini, masjid menjadi penjaga dan pengembang identitas serta kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Secara keseluruhan, Konsep Masjid 5.0 yang diusulkan oleh penulis membawa harapan besar untuk mengubah peran tradisional masjid menjadi pusat pemberdayaan yang inklusif dan terintegrasi. Dengan mengaplikasikan model LKIKS, masjid mengambil peran sentral dalam membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman yang lebih luas dan mendalam tentang kesehatan Islami dan prinsip-prinsip keuangan syariah.
Melalui pendekatan ini, masjid menjadi wadah bagi pertumbuhan holistik dan berkualitas, membawa manfaat signifikan bagi perkembangan umat Islam di era kontemporer.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Literasi
Salah satu fokus utama konsep Masjid 5.0 adalah literasi. Literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga inklusif dalam segala bentuk aktivitas yang memberikan manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Dua bidang literasi kunci yang diusung oleh model ini adalah literasi kesehatan Islami dan literasi keuangan syariah.
Melalui upaya pemberdayaan dalam literasi ini, masjid berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan Islami dan prinsip-prinsip keuangan syariah.
Namun, terdapat tantangan yang harus diatasi dalam mengimplementasikan konsep ini.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
Menurut Survei Bank Indonesia (2022), indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah nasional berkisar 23,3%. Adapun berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi (SNLKI) yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2022, indeks literasi keuangan syariah hanya mencapai 9,14%, sedangkan indeks literasi keuangan konvensional mencapai 49,68%.
Data ini menunjukkan betapa pentingnya upaya untuk meningkatkan pemahaman mengenai prinsip-prinsip keuangan syariah di tengah masyarakat. Juga, rendahnya literasi baca di Indonesia, sebagian disebabkan oleh keterbatasan akses, menjelaskan urgensi dari upaya literasi melalui masjid sebagai pusat pendidikan.
Model LKIKS
Pemberdayaan masyarakat melalui model LKIKS diharapkan memberikan kontribusi yang positif terhadap kondisi ekonomi suatu wilayah. Salah satu masalah yang umum dihadapi oleh beberapa daerah, seperti kota Makassar, adalah tingkat pengangguran yang tinggi. Namun, dengan menggandeng peran masjid, dapat diantisipasi bahwa masjid memiliki potensi untuk berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran ini.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan masjid sebagai pusat yang mengedepankan pelatihan keterampilan, pengembangan usaha (enterpreneurship), serta memberikan dukungan kepada para calon wirausaha muda melalui inkubator bisnis. Dalam hal ini, kita dapat melihat contoh konkret bagaimana masjid bisa menjadi lokus bagi kegiatan ekonomi rakyat yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Melalui pendekatan ini, masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga menjadi lembaga yang memberdayakan masyarakat secara ekonomi. Dengan memberikan pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar, masjid mendorong anggota masyarakat untuk meningkatkan kompetensi mereka dan memperoleh keterampilan yang dapat menjadikan mereka lebih siap untuk dunia kerja.
Di samping itu, pendekatan enterpreneurship juga mendorong inovasi dan kreativitas dalam rangka mengembangkan usaha-usaha yang berpotensi meningkatkan pendapatan individu maupun kelompok. Dalam hal ini, masjid berfungsi sebagai katalisator dalam mendorong perkembangan ekonomi lokal.
Aspek yang tak kalah penting adalah peran masjid sebagai inkubator bagi wirausaha muda. Dalam banyak kasus, orang muda memiliki gagasan-gagasan segar dan semangat yang kuat untuk berwirausaha, namun seringkali mereka membutuhkan bimbingan, pengetahuan, dan modal awal untuk mewujudkan ide-ide tersebut.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Dengan menjadikan masjid sebagai tempat yang memberikan pendampingan, pelatihan, dan dukungan finansial kepada wirausaha muda, kita menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan usaha kecil dan menengah yang mampu berkontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Oleh karena itu, konsep pemberdayaan masyarakat melalui literasi LKIKS yang dilakukan melalui peran masjid dapat dianggap sebagai langkah yang berpotensi menciptakan dampak ekonomi yang signifikan.
Dengan memanfaatkan peran masjid sebagai pusat pelatihan, pusat enterpreneurship, dan inkubator wirausaha muda, kita tidak hanya membantu mengatasi masalah pengangguran, tetapi juga mendorong perkembangan ekonomi rakyat dengan cara yang berkelanjutan dan berdampak positif dalam jangka panjang.
Multidimensi
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Konsep inovatif Masjid 5.0 membawa dimensi yang lebih luas dengan merangkul berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam masyarakat. Terlepas dari perannya sebagai pusat spiritual, masjid mampu berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara pemangku kepentingan beragam, seperti universitas, lembaga keuangan syariah, pasar, serta pusat-pusat pendidikan dan perekonomian.
Dalam pemahaman yang lebih mendalam, konsep ini membuka peluang untuk masjid menjadi pusat yang memiliki peran yang jauh lebih kaya dan luas dalam mendukung evolusi sosial dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks ini, masjid sebagai institusi tak hanya memberikan tempat untuk beribadah semata, melainkan juga menjadi tempat berinteraksi lintas sektor.
Kolaborasi dengan universitas memberikan kesempatan untuk menggabungkan aspek keilmuan dengan nilai-nilai keagamaan, menghasilkan ruang untuk kajian, seminar, dan dialog yang mendorong pemikiran kritis dan inovasi di berbagai bidang.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Di samping itu, kerja sama dengan lembaga keuangan syariah menjembatani akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, membantu menciptakan kesinambungan ekonomi berlandaskan nilai-nilai keagamaan.
Lebih dari itu, integrasi masjid dengan pasar dan pusat-pusat pendidikan serta ekonomi menghasilkan ekosistem yang holistik. Masjid menjadi tempat di mana wawasan keagamaan dan pendidikan sekuler dapat bersinergi. Pelatihan keterampilan praktis yang terkait dengan perekonomian, baik dalam ranah usaha mandiri maupun karir konvensional, dapat diadakan di masjid.
Hal ini tidak hanya membantu mengembangkan kapasitas individu, tetapi juga memperkuat konektivitas antara individu, komunitas, dan sektor bisnis.
Mengintegrasikan masjid dengan berbagai entitas ini menandai pergeseran peran masjid menjadi pusat yang lebih holistik dalam mendukung perkembangan sosial dan ekonomi.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Dalam paradigma Masjid 5.0, masjid menjadi titik konvergensi yang menggalang sinergi antara agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan masyarakat.
Ini mengirimkan pesan bahwa dalam era modern yang kompleks, masjid tidak hanya berfungsi dalam domain spiritual, tetapi juga memiliki peran yang krusial dalam membentuk masyarakat yang berwawasan, berdaya, dan harmonis secara keseluruhan.
Dalam era digital seperti saat ini, konsep Masjid 5.0 memiliki potensi besar untuk memajukan masyarakat madani. Model ini tidak hanya mempertimbangkan aspek spiritual, tetapi juga memperluas peran masjid ke dalam aspek pemberdayaan ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan umum.
Melalui penerapan konsep ini, diharapkan bahwa masjid akan mampu menjawab tantangan zaman dengan cara yang lebih komprehensif dan adaptif, membantu masyarakat untuk berkembang secara holistik di tengah kemajuan teknologi dan perubahan sosial yang terus berlangsung.(AK/R1/P1)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Mi’raj News Agency (MINA)
*Dokter Dito Anurogo MSc, kandidat doktor dari Taipei Medical University Taiwan, dosen tetap di FKIK Unismuh Makassar, karyanya terpilih dalam topik buku “Skema Pembiayaan Kreatif dan Inovatif bagi Pembangunan Infrastruktur” yang diadakan Mata Garuda LPDP, IIGF Institute, dan MG Institute.