Membangun Persatuan Umat

Oleh Bahron Ansori, Wartawan MINA

Perpecahan di antara kaum muslimin hari ini semakin menjadi-jadi saja. Penyebabnya pun terkadang sangat sepele. Di kalangan awam, hanya beda mazhab dan amaliyah harian saja bisa saling baku hantam. Sungguh memalukan sekaligus memilukan. Di kalangan lebih luas lagi, negara yang nota bene bergelar negara Islam, bahkan tega membumihanguskan negara lainnya yang juga nota bene negara Islam. Apa penyebab negara Islam yang satu menyerang negara Islam lainnya; hanya kepentingan politik, miris!

Itulah fakta perpecahan Islam hari ini. Lalu, bagaimana mungkin ukhuwah Islamiyah itu akan terbangun bila tubuh umat Islam ini sudah tercabik-cabik? Kondisi perpecahan yang terjadi hari ini bukan berarti membuat umat Islam terutama para da’i (penyeru ke jalan Allah) mati langkah atau putus asa. Teruslah melangkah karena Allah Ta’ala, Nabi-Nya juga orang-orang beriman sedang melihat aksi yang harus dilakukan.

Setidaknya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh umat Islam untuk bisa merajut kembali dan kesatuan itu antara lain sebagai berikut.

Pertama. Memutuskan Perkara dengan mengacu pada Al Qur’an dan Sunnah. Tidak ada satu sumber penyelesaian masalah bagi seorang yang muslim yang beriman kecuali kembali merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah. Kedua sumber itu adalah jaminan dari Allah dan Nabi-Nya agar setiap permasalahan terselesaikan.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. An Nisa’: 59).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,“Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala perkara yang diperselisihkan manusia – yang berupa ushuluddin dan furu’–  kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Karena di dalam keduanya terdapat penyelesaian untuk seluruh perkara yang diperselisihkan. Mungkin dengan jelas di dalam keduanya, atau dengan keumumannya, atau isyarat, atau peringatan, atau pemahaman, atau keumuman makna, yang serupa dengannya dapat dikiaskan padanya. Karena sesungguhnya kitab Allah dan Sunnah RasulNya merupakan fondasi bangunan agama. Keimanan tidak akan lurus, kecuali dengan keduanya. Maka, mengembalikan (perkara yang diperselisihkan) kepada keduanya merupakan syarat keimanan.” (Taisir Karimir Rahman).

Siapa yang bersungguh-sungguh mengikuti petunjuk Allah, niscaya akan terhindar dari kesesatan. Allah berfirman yang artinya, “Siapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Qs. Thaha:123).

Kedua. Menetapi Al Jama’ah (Jama’ah Muslimin) dan meninggalkan seluruh bid’ah agama; mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mengikuti Sunnah dan pemahaman para sahabat terhadap agama ini. Baik dalam perkara akidah, ibadah, akhlak, ekonomi, dan seluruh sisi kehidupan lainnya. Meninggalkan dan menolak seluruh bid’ah. Karena BID’AH, merupakan salah satu PENYEBAB PERPECAHAN TERBESAR.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat (kepada Imaam), walaupun ia seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, siapa yang hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Pegang dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al ‘Irbadh bin Sariyah).

Ketiga. Ikhlas. Ikhlas adalah kunci untuk bisa membangun persatuan. Buang segala ego. Hilangkan segala kelebihan untuk sementara agar bisa menerima masukan dari orang lain. Merendahlah seperti air dan kosongkan semua bejana ilmu dan wawasan untuk sementara agar bisa melihat dan menerima kebenaran untuk membangun persatuan.

Ikhlaskan diri untuk menjalin dan merajut persatuan itu. Carilah ridha Allah dan bukan mencari ridha orang lain, organisasi, atau partai politik. Lihatlah ketika Nabi Yusuf mengikhlaskan untuk Rabbnya, Allah memalingkan darinya pendorong-pendorong keburukan dan kekejian.

Allah Ta’ala berfirman, “Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang dijadikan ikhlas. (QS Yusuf: 24).

Keempat. Menuntut ilmu syar’i dan mendalami agama dari ahlinya.

Untuk mengikuti Al Jama’ah, mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan para sahabatnya, tidaklah dapat dijalankan kecuali dengan bimbingan para ulama’ Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Bergaul dengan ahli ilmu, meneladani akhlak, mengambil ilmu mereka dengan manhaj yang lurus merupakan langkah untuk menjauhi perpecahan dan menjaga persatuan. Dan para ulama itu akan selalu ada sepanjang zaman, sampai dikehendaki oleh Allah. Mereka itu adalah thaifah al manshurah (kelompok yang ditolong oleh Allah).

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (Qs. An Nahl: 43).

Bersastulah kaum muslimin. Sebab engkau adalah satu tubuh, satu bangunan. Jika musuh-musuh itu selalu bersama untuk menghancurkanmu, maka mengapa engkau tidak menyadari perpecahan yang terjadi? Bukankah serigala akan lebih mudah menerkam domba yang sendirian?

Persatuan adalah sebuah keniscayaan. Terlebih lagi jika mau menyadari bahwa umat Islam ini adalah satu tubuh, satu bangunan. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا ثُمَّ شَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

Seorang mukmin terhadap orang mukmin yang lain seperti satu bangunan, sebagian mereka menguatkan sebagian yang lain, dan beliau menjalin antara jari-jarinya.(HR. Muttafa’alaih).  (A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.