Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membangun Rumah Tangga Tanpa Drama

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 28 detik yang lalu

28 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

DALAM kehidupan pernikahan, kita sering kali membayangkan indahnya berumah tangga seperti dongeng—dua insan bersatu, lalu hidup bahagia selamanya. Namun realita tak selalu seindah cerita. Ada kalanya rumah tangga menjadi medan tempur emosi, ladang perdebatan tanpa henti, dan panggung drama yang tak berkesudahan. Padahal, rumah tangga seharusnya menjadi tempat paling damai di dunia—tempat pulang, bukan tempat bertarung. Maka mari kita renungkan bersama: mungkinkah membangun rumah tangga tanpa drama?

Cinta yang dewasa tidak sibuk mencari siapa yang benar, tapi fokus pada bagaimana cara saling menguatkan. Dalam pernikahan, yang terpenting bukanlah kemenangan dalam perdebatan, tapi kemenangan dalam menjaga hati pasangan tetap hangat. Banyak rumah tangga rusak bukan karena kurangnya cinta, melainkan karena egonya terlalu tinggi.

Pernikahan bukan kompetisi. Ini bukan tentang siapa yang paling banyak berkorban, siapa yang paling sabar, atau siapa yang paling benar. Ini tentang dua orang yang sama-sama belajar menjadi lebih baik, demi satu tujuan: ridha Allah dan ketenangan hati bersama.

Belajar Menyederhanakan Masalah

Drama seringkali hadir karena hal-hal kecil yang dibesar-besarkan. Piring kotor bisa berubah jadi perdebatan besar. Sapaan yang kurang hangat bisa dianggap tanda cinta memudar. Padahal, rumah tangga adalah tentang menyederhanakan, bukan mempersulit. Ketika dua hati mampu berpikir jernih dan menahan ego, banyak masalah bisa selesai hanya dengan senyuman dan pelukan.

Baca Juga: Berqurban, Amalan Utama pada Bulan Dzulhijjah

Belajarlah untuk tidak selalu reaktif. Tidak semua hal butuh dibalas. Tidak semua hal butuh dijelaskan panjang lebar. Kadang, cukup diam sejenak dan menyusun ulang perasaan sebelum bicara. Menunda respon adalah bentuk kedewasaan yang sering kali menyelamatkan banyak luka.

Menjadikan Allah Sebagai Pusat Cinta

Rumah tangga yang tanpa drama bukan berarti tanpa masalah. Tapi masalah yang hadir tidak menjadikan mereka saling menyakiti, justru semakin erat bersatu. Mengapa? Karena mereka menjadikan Allah sebagai pusat cinta, bukan hanya perasaan.

Saat dua insan bertakwa membangun rumah, maka cinta mereka bukan sekadar urusan dunia, melainkan ibadah. Saat marah, mereka ingat bahwa menjaga lisan adalah tanda keimanan. Saat kecewa, mereka tahu bahwa memaafkan adalah pintu surga. Saat sulit, mereka yakin bahwa bersabar bersama akan menggugurkan dosa dan mengangkat derajat.

Rumah tangga yang dibangun karena Allah tidak mudah tumbang oleh badai, karena pondasinya lebih kuat dari sekadar rasa: ia berakar pada iman.

Baca Juga: Teruslah Bersuara untuk Palestina: Membela Palestina adalah Jihad dan Ladang Amal Shalih

Ada pasangan yang sibuk menuntut: “Kamu harus begini… kamu harus begitu…” Tapi lupa bertanya: “Apa yang bisa aku lakukan agar kamu merasa lebih nyaman?” Hubungan yang sehat adalah hubungan yang memberi, bukan hanya meminta.

Bahagia dalam rumah tangga bukan soal dipenuhi keinginannya sendiri, tapi bagaimana bisa saling membahagiakan. Ketika suami merasa dihormati, ia akan mencintai lebih dalam. Ketika istri merasa dihargai, ia akan melayani dengan cinta, bukan keterpaksaan.

Jangan jadikan pasangan sebagai pelampiasan lelah dan emosi. Jadikan dia tempat bersandar dan berbagi. Tidak ada yang sempurna dalam rumah tangga. Tapi ketika dua hati saling merangkul, segala kekurangan jadi pelengkap, bukan penghalang.

Komunikasi yang Membasuh Luka

Salah satu akar drama adalah komunikasi yang tidak sehat. Diam yang menyakitkan, kata-kata yang menusuk, atau ekspresi yang menyindir. Padahal, komunikasi adalah jembatan hati.

Baca Juga: Mengapa Hidup Berjama’ah Adalah Keharusan Ruhani

Belajarlah berbicara dengan lembut, meski dalam amarah. Sampaikan keinginan tanpa merendahkan. Luapkan kecewa tanpa menyudutkan. Ketika kata-kata dirangkai dengan hati, bukan hanya didengar, tapi juga dirasakan.

Tak ada salahnya belajar berkata, “Aku butuh dimengerti,” atau, “Aku merasa tidak cukup baik.” Kejujuran seperti ini justru membuka pintu penyembuhan, bukan menambah luka. Karena sejatinya, pasangan bukan musuh. Mereka adalah rekan seperjalanan menuju surga.

Banyak drama lahir dari harapan yang tidak realistis. Mengharap pasangan selalu romantis, selalu mengerti tanpa diminta, atau berubah secepat kilat. Padahal, manusia butuh waktu untuk belajar dan berkembang.

Belajarlah menerima bahwa pasanganmu adalah manusia biasa. Ia bisa salah. Ia bisa lelah. Ia bisa tak peka. Tapi selama ia mau belajar, itu sudah cukup. Jangan bandingkan rumah tanggamu dengan yang terlihat indah di media sosial. Foto yang tersenyum belum tentu hati yang tenang. Fokuslah pada perjalanan kalian sendiri.

Baca Juga: Jejak Kesalehan Seorang Ayah, Cahaya yang Membimbing Generasi

Satu Doa di Sepertiga Malam

Jika drama terasa sulit dikendalikan, maka bangunlah di sepertiga malam. Minta kepada Pemilik Hati, agar rumah tanggamu dijaga dan dipeluk-Nya dengan rahmat. Doakan pasanganmu dalam diam. Minta agar hatinya dilembutkan, agar jiwanya dikuatkan, agar cintanya dijaga tetap dalam koridor syariat.

Sering kali, yang tak bisa diselesaikan oleh kata-kata, justru terselesaikan oleh doa. Karena cinta sejati bukan tentang seberapa sering kamu mengatakan “aku cinta kamu,” tapi seberapa dalam kamu menyebut namanya dalam sujudmu.

Rumah tangga tanpa drama bukan berarti tanpa konflik, tapi bagaimana dua hati memilih cara yang penuh hikmah dalam menyikapi setiap ujian. Mereka sadar bahwa kehidupan ini adalah ladang ujian, bukan panggung pertengkaran.

Jika hari ini rumah tanggamu masih penuh luka, jangan menyerah. Perbaiki bukan dengan marah, tapi dengan cinta dan doa. Bangun bukan dengan emosi, tapi dengan kesabaran dan komunikasi. Percayalah, rumah tangga yang tenteram itu bukan hasil instan, tapi buah dari perjuangan dua orang yang tidak pernah berhenti berusaha, saling mencintai karena Allah, dan saling menggenggam dalam suka dan duka.

Baca Juga: Generasi Fatherless-Motherless: Ancaman Peradaban Masa Depan

Karena pada akhirnya, bukan drama yang membuat rumah tangga langgeng, tapi iman, cinta, dan usaha yang tak pernah putus. Semoga rumah tanggamu menjadi tempat pulang yang paling tenang. Aamiin.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Refleksi HTTS 2025: Indonesia Darurat Konsumsi Rokok

Rekomendasi untuk Anda