Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MENATA AKHLAK DENGAN IBADAH

Rudi Hendrik - Selasa, 1 Juli 2014 - 02:17 WIB

Selasa, 1 Juli 2014 - 02:17 WIB

2770 Views

Lempar jumrah saat haji (Gambar: Santripedia.net)

SHALAT-300x200.jpg" alt="Shalat berjamaah seharusnya membentuk akhlak (Gambar: Pasar Kreasi)" width="300" height="200" /> Shalat berjamaah seharusnya membentuk akhlak (Gambar: Pasar Kreasi)

Oleh: Rudi Hendrik, reporter Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Apakah kalian setuju jika akhlak lebih penting dari pada ibadah? Sebab, tujuan utama dari semua ibadah adalah membentuk akhlak.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Imam Malik no. 1723).

Sabda Rasulullah tersebut sejalan dengan Firman Allah Subhana Wa Ta’ala:

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21] ayat 107).

Shalat menata akhlak

Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Artinya : “Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat mencegahmu dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut [29] ayat 45)

Jadi, siapa yang shalatnya tidak mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, berarti shalatnya hanya gerakan-gerakan olahraga. Ia shalat, tapi akhlaknya tidak membaik.

Dalam hadits qudsi Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Aku hanya menerima shalat dari orang yang dengannya ia tawaduk pada keagungan-Ku, tidak menyakiti makhluk-Ku, berhenti maksiat kepada-Ku, melewati siangnya dengana zikir kepada-Ku, serta mengasihi orang fakir, orang yang sedang berjuang di jalan-Ku, para janda, dan orang yang ditimpa musibah.” (HR. Al-Zubaidi [3/21] dan [8/352])

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Ada hubungan antara ibadah (shalat) dengan akhlak (sikap tawaduk dan kasih sayang). Maka sadarlah, jika shalatmu tidak membuatmu memiliki rasa kasih sayang terhadap orang lain, berarti shalatmu tidak menghasilkan buahnya secara sempurna.

Zakat dan sedekah menata akhlak

Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah [9] ayat 103)

Tujuan zakat adalah untuk menyucikan. Proses pengambilannya pun dengan cara yang santun dan menenteramkan jiwa.

Makna menyucikan adalah mendidik dengan akhlak yang baik. Orang yang berzakat akan belajar mengasihi sesama dan bermurah hati. Demikianlah, ibadah mengalir menuju akhlak.

Bagaimana dengan sedekah? Sedekah tidak semata-mata memberikan uang kepada seorang pengemis di pinggir jalan.

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Mari kita simak hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang artinya, “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah. Amar makruf dan nahi mungkar yang kau lakukan adalah sedekah. Menunjukkan seseorang yang sedang tersesat adalah sedekah. Menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu adalah sedekah. Menuntun orang buta adalah sedekah. Dan sedekah paling utama adalah sesuap makanan yang kau berikan kepada isterimu.” (HR. Muslim no.2700 dan Ibnu Majah no.1691)

Pengertian sedekah saat ini telah bergeser. Ia sebenarnya mengarah kepada akhlak yang mulia. Makna lainnya adalah “sedekah akhlaki”, nama yang benar-benar menunjukkan esensinya.

Puasa menata akhlak

Lempar jumrah saat <a href=

haji (Gambar: Santripedia.net)" width="300" height="225" /> Lempar jumrah saat haji (Gambar: Santripedia.net)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya, “Jika kalian sedang berpuasa, maka jangan berbuat kotor dan membentak. Jika dimaki atau diajak bertengkar, katakanlah, ‘Aku sedang berpuasa’.” (HR. Muslim)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Hari saat berpuasa adalah hari akhlak, karena itu janganlah berbuat fasik, mencela, menyakiti, dan seterusnya.

Puncak akhlak saat ibadah haji

Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berbuat kotor, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 197)

Haji merupakan latihan disiplin akhlak yang cukup berat. Di sana, kita harus benar-benar berusaha berakhlak baik. Di sana kita tidak boleh bersuara keras, tidak boleh mencela seseorang, bahkan kita harus berusaha sekuat-kuatnya memperbaiki akhlak. Kita akan tinggal di sana sekitar 20 hari, dan itu benar-benar adalah sebuah pendisiplinan.

Tiga juta lebih jamaah haji dituntut untuk berdesak-desakan setiap tahun. Dalam kondisi yang sangat padat seperti itu, kita harus benar-benar menunjukkan akhlak.

Mereka semua melempar jumrah dalam waktu yang sama, mereka semua berada di gunung Arafah pada waktu yang sama. Ketika itulah akhlak mencapai puncaknya.

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Jamaah haji telah latihan berakhlak baik bersama tiga juta jamaah lainnya selama sekitar 20 hari. Karena itu, sudah selayaknya seorang Muslim berakhlak baik kepada orang tuanya, istri/suaminya, kerabatnya, tetangganya dan orang lain, sepulang dari melaksanakan ibadah haji.

Jadi, shalat, zakat, sedekah, puasa dan haji, tidak akan banyak berarti bila tidak diikuti dengan perbaikan akhlak. Wallahu ‘alam. (P09/R1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Khadijah
Indonesia