Oleh: Widi Kusnadi, wartawan MINA.
Pemerintah RI melalui Kementerian Agama (kemenag) telah meresmikan sebuah badan penjaminan produk halal bagi masyarakat bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada Rabu, 11 Oktober 2017 sebagai pelaksanaan amanat UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
BPJPH memiliki tugas yang sangat penting, yakni mengeluarkan sertifikasi halal, melakukan pengawasan dan diharapkan mampu membangkitkan serta menggairahkan perkembangan industri halal di Indonesia sebagai negara perbenduduk Muslim terbesar di dunia.
Lembaga survei Global Islamic Economy Indicator 2017, menyatakan, Indonesia masuk dalam 10 besar negara konsumen industri halal terbesar dunia dan kita ini menempati posisi nomor wahid sebagai negara dengan masyarakat belanja makanan halal terbesar.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Namun, jika melongok pasar-pasar trasisional yang tersebar di Indonesia ini, kita menyaksikan masih banyak para pedagang ayam potong, daging sapi dan kambing yang belum menyertakan label halal pada barang dagangannya. Lebih jaug lagi, jika kita pergi ke warung bakso, mie ayam, warteg dan lainnya, mereka masih belum memiliki sertifikat halal untuk produk yang mereka pasarkan di masyarakat.
Padahal, produk yang menggunakan bahan daging hewan (ayam, kambing, dan sapi) harus jelas kehalalannya. Halal dalam hal ini meliputi aspek penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, hingga cara memasaknya.
Di kalangan masyarakat sendiri, meski mayoritas mereka Muslim, tapi belum semua sadar dengan aspek halal ini. Mereka tidak bertanya dulu kepada pedagangnya, apakah daging yang mereka pasarkan sudah jelas halal? Mungkin masyarakat kita berhusnudzon, “Ah, pedagangnya kan orang Islam juga, pakai kerudung atau peci, pasti dagangan mereka juga sudah pasti halal”. Padahal para pedagang tidak semua mengerti aspek-aspek dalam kehalalalan produk dagangan mereka.
Di sebuah pasar tradisional di kawasan Cibubur, Jakarta, Pemimpin Umum MINA pernah mendapati seorang yang sedang menyembelih ayam potong dengan sebilah silet di tangannya dan rokok yang masih menyala sela-sela jari tangannya yang lain. Dengan menggunakan kaos singlet terlihat tato di sebagian badannya, ia mengeksekusi ratusan ayam dalam waktu singkat diiringi dengan musik dangdut kesukaannya. Apakah ia mengucap basmallah saat menyembelih? Entahlah.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Gemar Halal
Sementara Gerakan Masyarakat Sadar Halal (Gemar Halal) sudah digulirkan pemerintah sejak 2013 lalu. Gemar Halal merupakan salah satu bentuk upaya Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam melakukan pembinaan, penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat tentang makanan dan minuman, obat-obatan dan kosmetika yang halal menurut ketentuan syariat Islam. Gerakan ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam upaya mensosialisasikan pemahaman tentang halal kepada masyarakat.
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin dalam sambutannya saat meresmikan BPJPH menyatakan, setelah diresmikan, lembaga ini harus berperan aktif dalam membangun literasi halal di masyarakat (masyarakat sadar halal=red). Menag juga mendorong untuk segera dilakukan sosialisasi yang lebih masif dan inklusif dalam membangun kesadaran dan kepedulian para pelaku usaha dan masyarakat terhadap pentingnya jaminan produk halal ini.
Layaknya pertandingan sepak bola, penguasaan bola itu kini berada di BPJPH. Tentu lembaga ini tidak bisa bekerja sendiri. Ia perlu dukungan dari banyak pihak untuk menggolkan program-programnya yang sudah sangat ditunggu-tunggu masyarakat. Lantas, kepada siapa BPJPH ini akan mengoper bola?
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Media Massa
Media massa memiliki perang sangat penting dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Keberadaannya bisa mempengaruhi atau menjadi referensi bagi sebuah isu tertentu yang beredar di publik. Media massa juga dapat berfungsi sebagai “humas”nya sebuah lembaga dalam menyosialisasikan program-program mereka.
Apalagi, masyarakat kini dihadapkan pada era globalisasi yang tidak mengenal sekat-sekat negara. Arus informasi kini bisa didapat dalam hitungan detik dan menit saja. Peristiwa yang terjadi di sebuah negara bisa disaksikan di belahan negara lain saat itu juga.
Survei Edelman Trust Barometer yang dilakukan pada 2013 yang membeberkan tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia pada media sangat tinggi dibanding intitusi, pemerintah dan LSM.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Menurut hasil survei, 77% masyarakat Indonesia lebih percaya kepada media di banding institus-institusi lainnya. Sementara pada institusi bisnis sebanyak 74%, kepada pemerintah sebesar 47% dan kepada LSM sebesar 51%.
Merujuk dari data di atas, kerja kehumasan salah satunya bisa dilakukan dengan cara bersinergi dengan media massa yang memang memiliki visi visi keislaman kuat serta profesional. Keterbukaan informasi didukung dengan data-data yang akurat dan lengkap menjadi hal yang prioritas demi suksesnya sebuah program.
Oleh karenanya, kerja sama dengan media sebagai sarana untuk menyosialisasikan program-program BPJPH kepada masyarakat dan produsen menjadi sebuah keharusan.
Komunitas Ulama dan Jamaah Masjid
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap ulama masih sangat tinggi. Menurut survei yang diadakan oleh Pew Research Center pada Oktober 2017 memperlihatkan ulama menempati urutan pertama yang paling dipercaya oleh orang Indonesia dengan presentase 93 persen.
Para ulama tentu menjadikan masjid sebagai pusat dalam berdakwah dan jamaah masjidlah yang menjadi pilar utama dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum karena memang mereka sendiri juga menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat itu.
Ulama dan masjid memiliki peran sangat penting dalam dakwah dan pembinaan masyarakat. Mereka memiliki ilmu dan mampu mengajak orang lain melakukan amal/pekerjaan menuju jalan kebenaran. Seperti halnya Nabi Muhammad SAW, beliau membangun masjid berbasis komunitas (jamaah) untuk melaksanakan syariat-syariat Islam.
Dalam kontek pelaksanaan program-program BPJPH, tentu akan sangat efektif apabila membangun sinergi dengan para ulama dan komunitas masjid. Mereka punya jamaah dan dapat mengajak masyarakat untuk membangun kesadaran halal dalam konsumsi sehari-hari hingga menjadi gaya hidup (lifestyle).
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Fatwa para ulama tentu akan menjadi rujukan masyarakat, apalagi hal itu memang sudah digariskan dalam syariat Islam. Tentu tidak ada banyak perbedaan pendapat mengenai sosialisasi program halal ini.
Sementara itu, masjid memiliki peran strategis untuk kemajuan peradaban ummat. Masjid memiliki multi fungsi, bukan saja tempat ibadah mahdhah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, pembinaan ummat, dan sosial-ekonomi.
Menurut ketua Majelis Taklim Wirausaha (MTW) Valentino Dinsi, banyaknya masjid di Indonesia dilihat sebagai peluang untuk memacu ekonomi umat. Potensi ekonomi masjid di negeri kita dari sumbangan kotak amal bisa mencapai Rp. 80 triliun. Artinya, hal ini bisa menjadi modal dalam sosialisasi dan pengembangan produk halal. (A/P2/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel