Oleh Uray Helwan, Da’i Kalbar
Tetaplah Bersyukur di Tengah Tempaan Ujian
Bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala tetap yang utama, walaupun ujian da’wah terasa begitu berat. Seperti kontradiksi dengan beratnya ujian da’wah yang dialami oleh Nabi Nuh ‘Alaihissalam, dalam Al-Qur’an, beliau justru disebut oleh Allah Subhanahu wata’ala sebagai hamba-Nya yang banyak bersyukur.
Baca Juga: [WAWANCARA EKSKLUSIF] Ketua Pusat Kebudayaan Al-Quds Apresiasi Bulan Solidaritas Palestina
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
Artinya: (yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur. (QS Al-Isra [17]: 3)
Ayat ini tentu tidak kontradiktif. Sebagaimana memang tidak ada ayat Al-Qur’an yang kontradiktif. Ayat ini menunjukkan betapa sempurnanya keimanan Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Badai dahsyat ujian yang menempa perjalanan da’wah beliau, tidak menutup sedikit pun rasa syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala. Ini sekaligus menunjukkan kepada kita cara pandang yang benar terhadap seluruh dinamika duniawi. Seberat apa pun penderitaan yang manusia alami, pasti bagian terbesarnya adalah Rahmat dan karunia Allah Subhanahu wata’ala.
Karena rumus ujian yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan kepada hamba-hamba-Nya, selamanya adalah sedikit. Allah Subhanahu wata’ala nyatakan dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّ نَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar. (QS Al-Baqarah [2]: 155). Imam Asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menjelaskan kata “Syai’in” yang dibaca nakirah menunjukkan sedikit dari perkara-perkara tersebut.
Menurut Ibnu Katsir, dan para mufasir lainnya, Nabi Nuh ‘Alaihissalam dijuluki sebagai hamba Allah Subhanahu wata’ala yang banyak bersyukur karena beliau selalu memuji Allah Subhanahu wata’ala ketika makan, minum, berpakaian dan dalam segala perbuatan.
Terkait hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, menyebutkan bahkan Allah Subhanahu wata’ala benar-benar ridha terhadap hamba-Nya yang selalu memuji Allah Subhanahu wata’ala atas makanan dan minuman yang dia nikmati. Sabda beliau:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
“إن اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَ اللَّهَ عَلَيْهَا”
Artinya: “Sesungguhnya Allah benar-benar rihda kepada seorang hamba manakala dia makan sesuap atau minum seteguk tidak pernah lupa mengucapkan pujian kepada Allah atas nikmat itu”. (HR Ahmad).
Lebih detail lagi yang dikemukakan dalam Tafsir Thobari, Nabi Nuh ‘Alaihissalam disebut hamba-Nya yang banyak bersyukur karena jika makan maka beliau berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makan, seandainya Dia berkehendak, maka Dia melaparkanku.” Apabila beliau minum, maka beliau berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku minum, seandainya Dia berkehendak, maka Dia membuatku haus.” Jika beliau memakai pakaian, maka beliau berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku pakaian, seandainya Allah berkehendak maka Dia bisa membuatku telanjang”. Jika beliau memakai sendal, maka beliau berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku sendal, seandainya Allah berkehendak, maka Dia bisa menelanjangi kakiku”. Jika beliau buang hajat, makai beliau berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan kotoran dariku, seandainya Allah berkehendak maka Dia bisa menahannya.”
Pendek kata beliau selalu memuji Allah Subhanahu wata’ala, bersyukur kepada-Nya dalam setiap kondisi. Teladan yang luar biasa. Karena nikmat Allah Subhanahu wata’ala terhampar luas. Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Kalaupun ada ujian yang dialami, tidak sebanding dengan lautan karunia-Nya yang tidak terkira jumlahnya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Allah Subhanahu wata’ala nyatakan dalam Al-Qur’an:
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: Jika kamu menghitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nahl [16]: 18).
Dalam ayat-ayat lain banyak dijelaskan hal senada di antaranya:
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
Artinya: Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS Ibrahim [14]: 34).
Bersyukurlah dari hal sedikit, rutinitas dan dianggap sederhana, maka insyaa Allah akan terbiasa bersyukur terhadap perkara yang besar.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
Artinya: “Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka dia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.“ (HR Imam Ahmad).
Inilah Nabi Nuh ‘Alaihissalam yang membasahi lisannya dengan dzikir memuji Allah, memenuhi hatinya dengan rasa Syukur dan semuanya itu terukir dalam kemuliaan akhlak serta amal shaleh.
Sungguh besar pelajaran syukur dari Nabiyullah Nuh ‘Alaihissalam yang tetap relevan hingga bagi kita yang hidup di akhir zaman. Meskipun rentang masanya telah berlalu ribuan tahun. Sekaligus pula inilah cara untuk meraih kebahagiaan hakiki dan ketenangan hidup. Tetap bersyukur meski ditengah tempaan ujian mendera. Subhanallah.[]
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mi’raj News Agency (MINA)