Mengapa Perlu Vaksinasi Corona?

Oleh: M Cholil Nafis, Lc., Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah

Pertama, Pepatah Arab mengatakan, al-wiqayatu khairun min al-‘ilaj. Ini seirama dengan protokol kesehatan di Indonesia “mencegah lebih baik dari mengobati”. Bagi yang sadar kesehatan diri akan mendahulukan kesehatan preventif promotive (hidup sehat) dibanding kesehatan kuratif (pengobatan penyakit).

Kedua, langkah preventif saat pandemi virus corona menyebar di seluruh dunia maka kita mencegah penularannya dengan cara memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Kini ilmu kesehatan menemukan cara yang efektif untuk menghindari tertularnya penyakit tersebut, yaitu melalui vaksinasi.

Ketiga, Istilah pertama kali dikemukan oleh Edward Jenner, dokter dari Inggris di Berkeley pada tahun 1798 untuk mencegah penyakit cacar pada manusia. Pada tahun 1967, WHO mempelopori kampanye vaksinasi besar-besaran terhadap cacar.

Keempat, vaksinasi berarti langkah preventif dari penularan penyakit. Inilah yang dianjurkan Islam, “addaf’u aula minarraf’i”, (mencegah lebih baik dari mengobati). Banyak hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tentang medis untuk preventif (al-thibb al- wiqâ’i) ketimbang cara penyembuhan (al-thibb al-‘ilaji).

Kelima, Islam mengajarkan agar mencegah dan mengobati diri dari semua penyakit. Sebab setiap penyakit pasti ada obatnya, namun tidak boleh berobat dengan yang haram. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam riwayat Abu Daud. Karenanya, vaksinasi penyegahan harus terjamin kehalalannya.

Keenam, Menurut Kepmen Kesehatan No. 9860 Tahun 2020, pemerintah telah menetapkan enam jenis vaksin Covid-19 yang akan digunakan. Namun hanya vaksin Sinovac yang mendaftarkan sertifikat di Indonesia. Maka tim hanya memeriksanya dan difatwakan MUI No. 02 Thn 2021 adalah suci dan halal.

Ketujuh, Suci itu tidak terbuat dari barang najis dan jika bercampur (ikhtilath) dengan najis sedang (mutawassithah) pun prosesnya telah disucikan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Halal berarti vaksin itu bukan dari Babi, atau bagian dari tubuh manusia. Meskipun syarat halal itu suci

Kedelapan, Cerita auditor, bahwa ia telah memeriksanya mulai bahan, sumber bahan, proses produksi, fasilitas dan peralatan produksi. Bahan ada tinggalkan, Bahan Utama, Bahan Tambahan dan Bahan Penolong. Lalu proses produksinya mulai dari hulu hingga pengemasan dan terakhir fasilitas produksi

Kesembilan, Asal vaksin dari virus yang halal dan suci. Sebagaimana kaidah fikih menyatakan, asal sesuatu itu boleh (al-ashlu fi al-asya’ al-ibahah). Berarti virus yang dilemahkan atau dimatikan kemudian dijadikan vaksin itu hukumnya boleh. Alasannya karena tidak ada dalil yang mengharamkannya.

Kesepuluh, Lalu virus dimatikan (inactivated), diproses pensucian dari najis. Yaitu virus dipisahkan dari sel. Lalu diultrafiltrasi hingga memisahkan virus dengan sel dan media. Terakhir, menambahkan air suci dan mensucikan sampai lebih dua qullah. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam HR. Abu Dawud.

Kesebelas, Vaksin corona Sinovac dinyatakan halal karena media pertumbuhan yang digunakan dalam proses produksi vaksin sama sekali tidak menggunakan unsur yang berasal dari babi dan turunannya atau bahan yang bersumber dari unsur tubuh manusia (juz’un min al-Insan).

Kedua belas, Vaksinasi merupakan ikhtiyar manusia untuk mencegah penularan Covid-19. Namun yang menentukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita inginnya vaksin merah putih dan efikasinya makaimal, namun ini adanya maka demi mencegah bahaya yang lebih besar kita perlu melakukan vaksinasi corona sinovac.

Ketiga belas, Langkah ini sesuai dengan kaidah yang menyatakan, mala yudraku kulluhu la yutraku kulluhu (sesuatu yang tak dapat diperoleh semuanya makan jangan ditinggalkan semuanya). (A/R4/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)