Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenal Kubah Sakhrah

Ali Farkhan Tsani - Rabu, 3 April 2019 - 06:58 WIB

Rabu, 3 April 2019 - 06:58 WIB

95 Views

 

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA, Duta Al-Quds

Kubah Sakhrah atau Kubah Batu, dalam bahasa Inggris disebut dengan Dome of The Rock, merupakan salah satu bangunan masjid di Kompleks Masjidil Aqsha, Kota Al-Quds (Yerusalem Timur), Palestina.

Kompleks Masjidil Aqsha mempunyai luas 14,4 hektar (144.000 meter persegi).

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

Di kompleks Al-Aqsha atau disebut juga dengan Baitul Maqdis, inilah tempat para Nabi tinggal.

Ini seperti dikatakan sahabat Nabi, Ibnu Abbas, yang mengatakan, “Baitul Maqdis itu dibangun oleh para Nabi, tempat tinggal para Nabi. Tiada satupun jengkal tanah di sana, kecuali telah menjadi tempat shalat para Nabi atau tempat berdirinya malaikat.”

Adapun bangunan Kubah Sakhrah ini terletak di dataran pegunungan batu karang (Sakhrah).

Tempat itu juga disebut dengan Gunung Moria, yang dipercaya kaum Yahudi, Kristen, dan Muslim sebagai tempat Nabi Ibrahim. Nama lainnya adalah Gunung Kuil, yang diklaim Yahudi sebagai tempat kuil Nabi Sulaiman.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Dikatakan Kubah Batu karena di bawah kubah keemasan itu terdapat batu besar tak beraturan. Panjangnya dari sisi utara ke selatan mencapai 17,70 m, dan lebarnya dari sisi timur ke barat mencapai 13,5 m.

Di bawah sakhrah, terdapat goa segi empat yang luasnya 4,5 m x 4,5 m dan tingginya 1,5 meter. Di bawanya dibuat dua mihrab, yang bisa untuk shalat beberapa orang. Satu mihrab diberi nama Maqom Al-Khodr, dan satunya Babul Kholil.

Batu itu disebut juga dengan Sakhrah Muqadassah (batu suci). Di atas batu itulah, dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdiri untuk melakukan Mi’raj. Saat Nabi ke langit Sidratul Muntaha, batu itu tetap tinggal di bumi. Pada batu Sakhrah ini, terdapat jejak kaki Nabi Muhammad, yang diukir untuk diabadikan.

Untuk mengabadikan saksi bisu peristiwa Mi’raj tersebut, maka dibangunlah Kubah Sakhrah di atasnya, sebagai penutupnya. Menurut literatur Islam, nilai kesucian Sakhrah dianggap sama dengan kesucian Hajar Aswad (batu hitam) yang menempel di pojok Ka’bah.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Sahabat Nabi, Anas bin Malik mengatakan tentang Sakhrah, “Sesungguhnya surga merindukan Baitul Maqdis. Adapun Shakhrah Baitul Maqdis berasal dari surga, dan ia adalah pusat bumi”

Selanjutnya, dalam buku Tarikh Masjidil Aqsha karya Dr Muhammad Hasyim Ghousah, diuraikan tentang “Qubbatush Shokroh yang Mulia”.

Kubah Sakhrah terdiri dari kubah berwarna kuning keemasan, berbentuk segi delapan (oktagonal), dan memiliki empat pintu terbuka yang menghadap ke empat penjuru.

Kubah Sakhrah menjadi peninggalan paling kuno yang masih berdiri kokoh mempertahankan konstruksinya sejak awal berdirinya. Bangunan ini juga menjadi peninggalan sejarah paling indah menurut para ahli bangunan, arkeolog dan seniman.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Oleh badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO), tempat ini sejak tahun 1981 dimasukkan ke dalam warisan dunia yang dilindungi.

Pembangunan Awal

Pembangunan awal secara fisik masjid ini dimulai pada masa Bani Umawiyah, Abdul Malik bin Marwan tahun 66 H (685 M) dan selesai tahun 72 H (691 M).

Biaya pembangunan diambil dari pajak yang dikumpulkan dari Mesir selama tujuh tahun. Setiap tahun terkumpul dana pajak sekitar 2,5 juta Dinar. Hingga total yang dikumpulkan mencapai 15 juta Dinar.

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Arsitek pembangunannya dipercayakan kepada dua orang,  Abul Miqdam Roja bin Haywah Al-Kindi Al-Baisani dan Yazid bin Salam.

Ketika bangunan selesai, tersisa dana 100 ribu Dinar. Maka, Abdul Malik bin Marwan memerintahkan supaya uang tersebut diberikan kepada dua arsiteknya, yang mengawal pembangunan masjid Kubah Sakhrah.

Namun dua arsitek itu menolaknya, bahkan mengatakan, “Seharusnya kamilah yang mestinya menambahkannya dari perhiasan para wanita kami, serta kekayaan kami. Maka, gunakanlah uang tersebut untuk lebih manfaat.”

Maka Abdul Malik memerintahkan, agar uang tersebut digunakan untuk melengkapi pintu-pintunya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Restorasi Era Abbasiyah

Era berikutnya setelah Dinasti Umayyah berkuasa, pada masa Bani Abbasiyah, Abu Ishaq Al-Mu’tashim bin Harun Ar-Rasyid memperbaiki beberapa bagian dari masjid Kubah Sakhrah. Arsiteknya dipercayakan kepada Shalih bin Yahya.

Renovasi berlangsung tahun 216 H (831 M).

Pelanjutnya, penguasa Dinasti Abbasiyah, Al-Muqtadir Billah memerintahkan membuat pintu-pintu dari kayu dan memperbaiki atap kubah.

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Renovasi Kembali Era Fatimiyah

Pada masa Dinasti Fatimiyah, gempa besar pernah melanda kawasan Kota Al-Quds, tahun 407 H (1016 M), termasuk berdampak pada Masjid Kubah Skahrah. Kubah masjid dilaporkan jatuh menimpa batu Sakhrah.

Ali bin Ahmad merenovasi dan meninggikan kembali kubah dan memberinya tiang. Ini terjadi pada penguasa saat itu, Adz-Dzahir Biamrillah Ali Abul Hasan bin Al-Hakim, tahun 413 H (1022 M).

Kubah Sakhrah kembali mengalami kerusakan akibat gempa lainnya yang melanda Kota Al-Quds, tahun 460 H (1067). Penguasa Fatimiyah saat itu, Abu Ja’far Abdullah Al-Qoim Biamrillah membangunnya kembali sebelum tahun 467 H (1075 M).

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Masa Penjajahan Eropa

Bangsa Eropa pernah mencoba menjadikan Kubah Sakhrah menjadi gereja. Mereka meletakkan patung-patung dan gambar-gambar di dalamnya.

Orang-orang Eropa pernah memotong sebagian batu Sakhrah dan membawanya ke Konstantinopel dan Sicilia. Mereka menjual potongan-potongan batu itu dengan harga emas.

Masa Dinasti Ayyubiyah

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Era Shalahuddin Yusuf bin Ayyub, atau dikenal dengan Shalahuddin Al-Ayyubi, setelah membebaskan kawasan Al-Quds dan Palestina keseluruhan dari penjajahan Eropa, berhasil mengembalikan Kubah Sakhrah ke karakteristik dan fungsinya yang asli sebagai masjid. Ini terjadi tahun 586 H (1190 M).

Shalahuddin membuang simbol-simbol gereja, memperbaharui dinding sebelah dalam, memperbaharui kubahnya dan melapisinya dengan emas.

Pada penguasa berikutnya, Dziauddin Isa bin Muhammad Al-Hikari Al-Faqih membuat jendela-jendela besi di sekeliling batu Sakhrah, untuk mencegah setiap pemotongan pencurian, seperti pernah dilakukan saat dijajah bangsa Eropa.

Masa Dinasti Mamalik

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Pada masa penguasa berikutnya, Era Mamalik, beberapa kali terjadi perbaikan-perbaikan dan penambahan-penambahan asessoris masjid Kubah Sakhrah. Seperti: pembaharuan mozaik segi delapan, pemberian lapisan emas pada bagian dalam kubah, hingga perbaikan kayu-kayunya.

Tahun 852 H (1448 M), terjadi kebakaran pada beberapa sisinya akibat sambaran petir. Penguasa Malik Dzahir Jaqmaq saat itu memperbaharuinya atap kubah kembali, dengan biaya 2.500 Dinar.

Massa Dinasti Utsmaniyah

Sultan Sulaiman Khan Al-Qonuni mengganti hiasan mosaik yang menutupi segi delapan bagian luar Kubah Skahrah dengan keramik Al-Qosyani (Fayas) dari Istanbul, tahun 955-969 H (1548-1561 M).

Al-Qonuni juga memerintahkan untuk perbaikan beberapa sisi bangunan, serta melapisi pintu-pintu dengan lapisan tembaga, yang dikirim dari Istanbul.

Penerusnya, Sultan Salim Ats-Tsani membuat gorden-gorden untuk pintu-pintunya.

Pada tahun 1006 H (1597 M), Hakim Al-Quds membuka dua jendela bagian atas, di sisi tenggara dan barat daya. Kemudian menggantungkan dua lampu nesar dengan rantai emas.

Selanjutnya, Sultan Abdul Hamid Altsani memerintahkan untuk menuliskan Surah Yasin di atas segi delapan bagian luar Kubah Sakhrah, di bawah pengawasan kaligrafer Muhammad Syafiq. Ini terjadi tahun 1293 H (1876 M).

Kondisi Saat Ini

Palestina dalam penjajahan Zionis Israel, sejak deklarasi sepihak pembentukan Negara Israel tanggal 14 Mei 1948.

Maka sejak saat itu, segala pengontrolan, pengawasan hingga serbuan-serbuan di bawah kendali pasukan Zionis Israel.

Seringkali dilakukan pengontrolan ketat, pembatasan hingga pelarangan bagi warga Palestina yang akan berziarah ke Masjid Al-Aqsha, termasuk hendak ke Masjid Kubah Sakhrah di kompleks Al-Aqsha.

Sementara bagi warga Yahudi, terutama dari kalangan ekstremis, diberi keleluasaan bahkan pengawalan, saat akan melakukan ritual klaim mereka ke Tembok Ratapan di kompleks Al-Aqsha.

Semoga kesucian Kubah Sakhrah dan Masjid Al-Aqsha secara keseluruhan dapat kembali ke penguasaan kaum Muslimin secara penuh. Sehingga umat Islam dapat lebih leluasa berziarah ke kiblat pertama tersebut. Aamiin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda