Oleh : Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds Internasional, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Neturei Karta artinya “Penjaga Kota” dalam bahasa Aram, rumpun bahasa Semit Barat, merupakan salah satu sekte atau golongan keagamaan Yahudi yang anti-Zionis dan tidak mengakui Negara Israel di wilayah Palestina yang diduduki.
Pengikut Yahudi Neturei Karta, yang kemudian juga menjadi organisasi, berpandangan tidak boleh merampas tanah milik orang lain.
Asal dan pendirian Kelompok Yahudi Neturei Karta merupakan bagian dari partai Agudat Yisrael yang didirikan pada awal abad ke-20 untuk melawan Zionisme yang program-programnya dianggap merusak tatanan kehidupan dunia.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Setelah dikeluarkannya Deklarasi Balfour tanggal 2 November tahun 1917, ketika pemerintah Britania Raya (Inggris) menyerahkan mandat wilayah Palestina yang bukan milik Inggris, ke tangan para petinggi Zionis yang juga bukan pemilik sah tanah Palestina, pengikut Naturei Karta sebenarnya ikut juga dalam eksodus warga Yahudi dari berbagai negara ke Palestina.
Namun golongan Neturei Karta ini tetap menolak pembentukan negara Yahudi di tanah Palestina, karena sama saja dengan merampas hak milik orang lain.
Golongan Neturei Karta pertama kali menggunakan nama ini pada tahun 1938 sebagai tanda pengenal di kalangan internasional.Dengan memisahkan diri dari Agudath Yisrael, para anggota kelompok tersebut berusaha mempertahankan pendekatan anti-Zionis dan menolak segala bentuk pemikiran Zionis.Karena hal ini bertentangan dengan keyakinan dan ketentuan agama Yahudi yang mereka yakini.
Golongan keagamaan Neturei Karta didirikan di Yerusalem oleh Rabbi Amram Blau, tahun 1938 setelah mereka memperoleh keputusan untuk memisahkan mereka dari lingkungan Zionis di Yerusalem oleh pemerintah Mandat Inggris.
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Amram Blau mengambil alih kepemimpinan golongan tersebut sejak awal berdirinya hingga kematiannya pada tahun 1974.
Ia dan kelompoknya tersebut berusaha untuk menegaskan penolakan atas keabsahan Israel sebagai negara nasional Yahudi.
Kelompok ini juga menolak Zionisme sebagai agen yang diduga mewakili kepentingan orang Yahudi berkeliling dunia.
Sejak didirikannya, gerakan Neturei Karta juga mengutuk penerimaan internasional atas berdirinya Negara Israel pada tahun 1948, dan situasi yang diakibatkannya, termasuk praktik sewenang-wenang terhadap rakyat Palestina, baik Muslim maupun Kristen.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Kelompok Neturei Karta selalu menyatakan dukungannya terhadap rakyat Palestina dalam menghadapi ketidakadilan Zionis, dan menekankan bahwa praktik Zionis tersebut tercela dalam agama Yahudi, yang melarang pembunuhan dan ketidakadilan.
Secara global, anggota Neturei Karta berjumlah sekitar 5.000 orang, dibandingkan populasi Yahudi global yang berjumlah sekitar 14,3 juta.
Ini berarti Neturei Karta hanya berjumlah 0,03% dari seluruh populasi Yahudi di dunia.
Kebanyakan dari merekatinggal di lingkungan Mea Shearim, di pusat Kota Yerusalem, Palestina yang diduduki. NAmun anehnya mereka menolak mengakui Negara Israel.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Ada juga komunitas mereka di Amerika Serikat dan Inggris. Sebagian besar dari mereka yang tinggal di Amerika Serikat, berpusat di lingkungan Brooklyn, New York.
Kelompok tersebut mengatur kegiatan internalnya melalui dewan administratif di Brooklyn, yang terdiri dari 7 orang yang mengelola urusan agama dan sekuler. Mereka memiliki tiga kuil utama di Amerika Serikat, yaitu yang terdapat di Organisasi Friends of Jerusalem (New York), Piagam Hak Asasi Manusia, dan Park Williamsburg.
Literatur Talmud
Pemikiran dan ideologi pemikiran Neturei Karta terutama didasarkan pada literatur rabi (pemimpin agama) mereka yang menyatakan bahwa “orang-orang Yahudi dahulu telah diusir dari Tanah Israel karena dosa-dosa mereka.”
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Mereka berpegang pada ajaran Talmud Babilonia, yang antara lain menyebutkan, “setiap upaya untuk merebut kembali Tanah Israel dengan kekerasan, bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan kembalinya Israel tidak dapat terjadi kecuali dengan kedatangan Mesias.”
Kelompok ini menolak segala campur tangan manusia untuk menambah hukum agama Yahudi. Anggotanya hanya mengandalkan sumber ilahi dalam mengelola urusan duniawi dan agama mereka.
Mereka pun percaya bahwa Tuhan hanya menurunkan Taurat secara langsung kepada Nabi Musa di Gunung Sinai dalam Alkitab Ibrani,yang berisi lima bagian pokok, yaitu : Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
Kitab yang mereka anggap sebagai Taurat yang terdiri dari lima bagian ini banyak dirujuk oleh komunitas Yahudi Ortodoks, termasuk anggota kelompok Neturei Karta.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Para pemimpin Zionis di Palestina, Eropa, dan Amerika, pasca Kongres Zionis Pertama tahun 1897, sebenarnya sudah mengetahui tentang “solusi akhir tanah yang dijanjikan melalui jalan natural”. Namun Zionis memilih untuk mempercepat terjadinya hal tersebut, dengan mengambil keuntungan dari situasi yang ada setelah klaim Holocaust.
Rabi Teitelbaum mengatakan, para petinggi Zionis tergesa-gesa dalam menjalankan rencana ini, yang pada akhirnya menjadi jauh lebih jahat daripada pasukan Hitler sendiri.
Prinsip yang mendasari Neturei Karta soal penebusan ilahi dan kepasifan manusia, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang saleh.
Teokrasi adalah negara keagamaan orang-orang Yahudi yang didasarkan pada teks Alkitab, dan hanya Tuhan yang akan menebus Israel dengan cara supernatural dan luar biasa, sehingga menunjukkan kuasa-Nya, bukan dengan perampasan dan pendudukan.
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Pendirian negara Israel tidak bisa melalui campur tangan manusia, dan bahwa orang-orang Yahudi harus menunggu kehendak ilahi untuk mengirimkan Yesus Kristus. Mereka dapat hidup di negara-negara pengasingan di mana mereka berada, dengan tetap tunduk dan damai pada ketentuan di negara tersebut. Sehingga kedamaian terjaga, ritual keagamaan tetap dapat berjalan dengan aman, karena tidak terjadi peperangan berdarah.
Para anggota Neturei Karta juga menolak pendapat bahwa Kristus yang akan turun memiliki fungsi politik pemulihan Israel dan kemerdekaannya. Namun kedatangannya ke muka bumi ini adalah sesuai dengan mukjizat ilahi, dan tidak untuk saling bunuh.
Anggota Neturei Karta percaya pada sumpah bahwa mereka tidak akan menggunakan kekerasan untuk kembali secara massal ke Tanah Israel, dan akan tetap setia kepada negara-negara diaspora.
Mereka menolak mengambil inisiatif untuk mempercepat kedatangan Kristus sebelum waktunya, dan mereka juga melarang menafsirkan sumpah selain yang tercantum dalam Talmud.
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Sedangkan para petinggi dan pendukung Zionisme berpendapat bahwa sumpah ini merupakan keputusan sementara atau kisah-kisah yang disebutkan dalam Talmud hanya untuk khotbah saja, dan bahwa teks sumpah tersebut tidak berlaku hingga saat ini, dan tidak dapat diwajibkan kepada orang-orang Yahudi saat ini.
Kelompok Neturei Karta percaya bahwa Tanah Suci diberikan kepada orang-orang Yahudi untuk ditinggali dengan syarat mereka memenuhi hukum al-Kitabiah. Pelanggaran terhadap persyaratan tersebut mencabut hak Yahudi atas Tanah Suci dan memaksa mereka berdiaspora di antara masyarakat dunia.
Para anggota gerakan ini bersumpah untuk tidak mendirikan satu negara pun bagi mereka, baik di Tanah Suci atau di mana pun, dan bergantung pada negara-negara di mana mereka tinggal.
Kelompok ini percaya bahwa situasi ini telah ada selama dua ribu tahun, dan akan terus berlanjut hingga kedatangan Kristus, karena sumpah yang diucapkan orang-orang Yahudi dalam Perjanjian Lama adalah berurutan ke masa depan, dan urutan ini sangat penting bagi keyakinan Yahudi akan keselamatan mereka.
Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian
Golongan Neturei Karta percaya bahwa klaim Zionisme sebagai pendahulu keselamatan tidak lain hanyalah penyangkalan terhadap agama Yahudi dan itu dianggap sebagai ateisme. Mereka menyangkal bahwa keselamatan dapat dicapai melalui agen-agen yang tidak berkomitmen pada agama Yahudi dan mengingkari prinsip-prinsip dasar dan ketentuan-ketentuannya.
Inilah sebabnya mengapa para anggota kelompok ini menolak pemikiran Zionis dan para pemimpinnya, dan menganggap mereka sebagai agen-agen yang tidak menyadari keselamatan warga Yahudi itu sendiri.
Mereka juga percaya bahwa demokrasi berlaku untuk semua masyarakat politik non-Yahudi dan sama sekali tidak dapat diterima oleh orang Yahudi, karena mereka harus mengikuti hukum Taurat saja. Oleh karena itu, negara Zionis tidak menganut agama Yahudi dan harus ditolak dan diperangi, karena sebagian besar tidak beragama, bahkan yang beragama pun menerima demokrasi
yang bertentangan dengan ajaran Yahudi itu sendiri.
Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza
Mendukung Palestina
Rabi Amram Blau adalah salah satu pemimpin terkemuka dari partai Agudat Yisrael, tetapi ia meninggalkan partai tersebut karena posisi Agudat Yisrael berhubungan dengan Zionisme. Ia pun mendirikan kelompok Neturei Karta di Yerusalem bersama Rabbi Aharon Katznell-Pogen, dan menjadi pemimpin pertama hingga masa kematiannya.
Rabi Amram Blau melawan Zionisme sejak masa mudanya, dan berhasil, bekerja sama dengan Rabbi Sonnenfeld, dalam memperoleh keputusan untuk memisahkan komunitas Yahudi Ortodoks dari lingkungan Zionis dari pemerintahan Mandat Inggris.
Ketika petinggi Zionis mengumumkan pendirian Negara Israel pada 14 Mei 1948, ia memimpin demonstrasi dengan ribuan orang Yahudi Ortodoks menolaknya. Setelah itu, Rabi Amram Blau mengumumkan penolakannya untuk berurusan dengan pemerintah Zionis, dan menolak untuk tunduk pada hukum pemerintahan Negara Israel.
Sejak itu, Rabi Amram Blau dan para pengikutnya beberapa kali mengalami gangguan keamanan dari otoritas pendudukan Israel. Puluhan kali pihak keamanan Israel menangkapnya.
Karena penentangan mereka terhadap Zionisme itulah, penganut Yahudi Neturei Karta terus-menerus menjadi sasaran penganiayaan oleh otoritas pendudukan Israel.
Rabi Moshe Hirsch Dia mengambil alih kepemimpinan Neturei Karta setelah kematian Rabbi Amram Blau pada tahun 1974. Rabi Moshe Hirsch mengikuti pendekatan pendahulunya dengan menolak berurusan dengan pemerintah Zionis. Rabi Moshe Hirsch justru mendukung perjuangan Palestina.
Ia menjabat sebagai Menteri Urusan Yahudi di pemerintahan Presiden Yasser Arafat pada tahun 1995, karena golongan keagamaan Yahudi yang kemudian menjadi organisasi Yahudi tersebut menganggap mendiang Yasser Arafat sebagai presiden seluruh penduduk tanah Palestina, termasuk orang Yahudi.
Pemimpin selanjutnya, Rabi Meir Hirsch memimpin kelompok Neturei Karta di Palestina, berlokasi di Yerusalem, dan dia mengambil alih pengorganisasian urusan kelompoknya setelah kematian Rabbi Moshe Hirsch pada tahun 2010.
Rabi Meir Hirsch mengorganisir demonstrasi bulanan menentang pemerintahan Zionis, dan mengibarkan bendera Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan warga Palestina yang tinggal di Yerusalem Timur, yang menderita akibat penganiayaan Zionis, sama seperti yang dialami anggota Neturei Karta.
Rabi Dovid Feldman, juru bicara kelompok tersebut dan staf hubungan eksternal, mengorganisir kegiatan anti-Zionis melalui orasi dan demonstrasi publik. Aksi itu bertujuan menyebarkan kesadaran akan kejahatan Zionisme dan distorsinya terhadap Yudaisme.
Ia juga berpartisipasi dalam forum dan konferensi internasional, mengungkapkan visi kelompoknya dan doa terus menerus untuk perdamaian dan hidup berdampingan antara Yahudi dan Palestina di bawah pemerintahan Negara Palestina.
Rabi Yisroel David Wise, juru bicara kelompok tersebut di Amerika Utara adalah putra seorang penyintas Holocaust, yang kakek-neneknya dan banyak kerabat lainnya terbunuh dalam peristiwa Holocaust.
Melalui posisinya di kelompok tersebut, Rabi Yisroel David Wise mengungkap tidak sahnya Zionisme menurut agama Yahudi.
Rabi Yisroel Dovid Wise juga berupaya membangun jembatan hubungan antara komunitas Yahudi dan Muslim.
Tolak Deklarasi Balfour
Kelompok Neturei Karta memiliki slogan “Yudaisme tidak sama dengan Zionisme.”
Hal ini menegaskan bahwa dukungan orang Yahudi terhadap Zionisme, justru menghilangkan ke-Yahudi-annya.
Pada tahun 1924, gerakan anti-Zionis ini melakukan kontak dengan sejumlah pemimpin dan politisi Inggris Raya, untuk menekan pembatalan Deklarasi Balfour. Mereka menunjukkan bahwa Deklarasi Balfour itu tidak sesuai dengan ajaran Taurat dan kepercayaan orang Yahudi.
Delegasi Neturai Karta, Jacob Dahan dibunuh di Yerusalem oleh pasukan zionis, karena merasakan bahaya dari gerakan kelompok anti-Zionis tersebut.
Sehari setelah deklarasi berdirinya negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948, Rabi Moshe Hirsch mengirimkan surat kepada PBB yang berisi penolakan kelompok tersebut terhadap berdirinya negara Israel.
Neturei Karta menyerukan internasionalisasi Yerusalem agar tidak tunduk pada kekuasaan Israel, melainkan meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk menjadikan lingkungan “Mea Shearim” sebagai emirat yang independen dari negara baru tersebut.
Kelompok ini merupakan anggota pengamat di PBB, sehingga berperan efektif dalam pembahasan Resolusi PBB No. 3379 tahun 1975 yang menganggap Zionisme sebagai bentuk rasisme.
Pada tahun 1992, para pemimpin Neturei Karta menghadiri Konferensi Perdamaian Timur Tengah di Washington dan menegaskan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada tanggal 4 September 1992, bahwa “orang-orang Yahudi diperintahkan oleh sumpah ilahi untuk tidak mencari kemerdekaan dan melepaskan diri dari kekuasaan pengasingan yang dikenakan pada mereka.”
Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa Zionis memberontak terhadap ketetapan Tuhan ini dengan menduduki Palestina dan mendirikan Negara Yahudi di atas tanah Palestina. Para petinggi Zinois pantas menerima hukuman Tuhan yang diatur dalam Talmud.
Organisasi ini berpartisipasi dalam Konferensi Tinjauan Holocaust di Teheran, pada bulan Desember 2006. Konferensi tersebut menjadi sasaran serangan global, dan kelompok Neturei Karta menjadi sasaran kritik keras bahkan oleh orang-orang Yahudi Ortodoks yang mendukungnya.
Organisasi tersebut berpartisipasi dalam konvoi Panjang Umur Palestina yang kedua pada pertengahan tahun 2009. Petinggi Neturei Karta bahkan bertemu pimpinan Gerakan Perlawanan Hamas, Ismail Haniyeh. Haniyeh pun berterima kasih kepada Neturei Karta karena menentang pendudukan Israel.
“Kami tidak menentang orang-orang Yahudi, tetapi menentang pendudukan Israel berdasarkan Zionisme,” ujar Haniyeh.
Pada bulan Maret 2012, sejumlah pemimpin organisasi Neturei Karta berpartisipasi dalam Global March to Jerusalem (GMJ) di Yordania. Termasuk ikut bergabung pada aksi GMJ tersebut adalah Lembaga Kemanusiaan Aqsa Working Group (AWG) dari Indonesia.
Pada bulan Juni 2012 tahun yang sama, beberapa pemimpin organisasi Neturei Karta menghadiri konferensi di Lebanon mengenai konflik Israel-Palestina.
Neturei Karta juga berpartisipasi dalam Konferensi Internasional Al-Azhar di Kairo, Mesir, untuk Mendukung Yerusalem pada tahun 2018.
Pemimpin Neturei Karta, Rabi Yisroel Dovid Wise, kala itu mengungkapkan rasa terima kasihnya karena diterima dengan baik pada acara itu.
Ia juga mengatakan, “Kami menyatakan bahwa tidak ada hak Zionis Israel, dan Yahudi tidak ada kaitan dengan orang-orang Zionis ini, karena mereka sama sekali bukan Yahudi. Para pemimpin dunia Islam tidak boleh menyebut orang-orang Zionis yang menjajah ini sebagai Yahudi atau Israel, agar tidak memberi mereka legitimasi.”
Rabi Yisroel Dovid Wise menyatakan penyesalannya menyusul keputusan Amerika Serikat pada tahun 2018 yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Negara Israel, dan berkata, “Langkah ini tidak hanya merugikan umat Islam, tetapi juga Yahudi.” (A/RS2/P2)
Sumber : Al Jazeera, The Jewish Chronicle, dan Diktat Daurah Al-Quds Yaman.
Mi’raj News Agency (MINA)