Oleh Bahron Ansori, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Istri, ya, siapa yang tak menginginkan memiliki seorang isteri. Isteri adalah bagian jiwa seorang suami. Sejatinya, bila isteri sakit maka seorang suami pun merasakan sakit seorang isteri.
Pun sebaliknya, bila seorang isteri bahagia, seorang suami pun harus bisa merasakan kebahagiaan yang dialami seorang isteri. Isteri dan suami ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan satu sama lain. Bukan suami bila ia tak beristeri dan tidak disebut isteri bila tak bersuami.
Bicara tentang isteri, banyak orang selalu berkata, “ada bekas isteri/suami, tapi tidak ada bekas anak atau bekas orangtua”.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Seorang Profesor melakukan riset kecil kepada mahasiswa-mahasiswanya yang sudah berkeluarga. Dia lalu meminta 1 orang mahasiswa untuk maju ke depan papan tulis.
Profesor itu berkata, “Tuliskan 10 nama orang yang paling dekat denganmu.”
Lalu mahasiswa itu menulis 10 nama, ada nama tetangga, orang tua, teman kerja, isteri, anaknya, saudara, dan sebagainya.
Profesor itu lalu berkata lagi, “Sekarang silahkan pilih 7 orang di antara 10 nama itu yang kamu benar-benar ingin hidup terus bersamanya.” Mahasiswa itu lalu mencoret 3 nama. Profesor itu pun berkata lagi, “Silahkan coret 2 nama lagi.” Tinggalah 5 nama tersisa.
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
Profesor itu lalu berkata lagi, “Coret lagi 2 nama.” Tersisalah 3 nama yaitu nama ibu, isteri dan anaknya. Suasana kelas jadi hening. Mereka mengira semuanya sudah selesai dan tak akan ada lagi yang harus dipilih untuk dicoret.
Tiba-tiba Profesor itu berkata, “Silahkan coret 1 nama lagi!” Mahasiswa itu tertegun untuk sementara waktu. Lalu ia dengan perlahan mengambil pilihan yang amat sulit itu dan mencoret nama ibunya.
Profesor itu berkata lagi, “Silahkan coret 1 nama lagi!”
Hati sang mahasiswa makin bingung. Suasana kelas makin tegang. Mereka semua juga berpikir keras mencari pilihan yang terbaik. Mahasiswa itu kemudian mengangkat spidolnya dan dengan sangat lambat ia mencoret nama anaknya. Pada saat itulah sang mahasiswa tidak kuat lagi membendung air matanya, ia menangis. Awan kesedihan meliputi seluruh sudut ruang kuliah.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Setelah suasana lebih tenang, Sang Professor akhirnya bertanya kepada mahasiswa itu, “Kamu tidak memilih orang tua yang membesarkanmu, tidak juga memilih anak yang dia adalah darah dagingmu; kenapa kamu memilih isterimu? Toh isteri bisa dicari lagi kan?”
Semua orang di dalam ruang kuliah terpana menunggu jawaban dari mulut mahasiswa itu. Lalu mahasiswa itu berkata lirih, “Seiring waktu berlalu, orang tua saya harus pergi dan meninggalkan saya. Begitu juga dengan anak saya. Jika dia sudah dewasa lalu menikah. Artinya dia pasti meninggalkan saya juga. Akhirnya orang yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini, bahkan yang dengan sabar dan setia mendampingi dan mendukung saya saat tertatih dan terseok-seok berjalan menghadapi himpitan hidup untuk meraih karir hanyalah isteri saya.”
Setelah nenarik nafas panjang dia melanjutkan, “Orangtua dan anak bukan saya yang memilih, tapi Allah yang menganugerahkannya. Sedangkan isteri, saya sendirilah yang memilihnya dari sekian miliar wanita yang ada di dunia ini.”
Seorang suami adalah partner untuk isterinya. Begitu juga dengan seorang isteri, partner untuk suaminya. Atas dasar itu, maka seorang suami juga patut kiranya tidak segan membantu pekerjaan-pekerjaan isterinya. Apa alasannya?
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Pertama, suami yang mencuci baju sendiri bukan karena ingin menyenangkan hati isterinya, bukan pula karena takut tangan isterinya menjadi kasar, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun melakukannya.
Kedua, seorang suami tidak bersuara keras kepada isterinya bukan karena takut dengan isterinya, atau karena isterinya akan marah dan pergi dari rumah, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun melakukannya.
Ketiga, suami sabar dan diam ketika isterinya menuntut hal-hal diluar batas kemampuannya bukan karena takut ditinggalkan sang isteri, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun melakukannya.
Keempat, seorang suami tersenyum melihat isterinya cemburu kepada perempuan lain bukan karena takut kepada isterinya, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melakukannya.
Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas
Kelima, seorang suami memakan makanan isterinya yang asin atau pun yang keras bukan karena mencoba romantis di depan isterinya, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menghargai masakan isterinya.
Keenam, seorang suami mengumpulkan sejumlah dana untuk disimpan isteri bukan karena bodoh dalam mengatur keuangan, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun melakukannya.
Ketujuh, seorang suami merawat anak-anaknya yang masih kecil ketika mereka sakit bukan karena mereka cocok jadi perawat pribadi, tapi karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun melakukannya.
Karena itu duhai para suami, sayangi isteri Anda dengan sepenuh hati semata-mata karena mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Cintailah apa yang dicintai isteri Anda selama itu tak menyalahi aturan Allah dan RasulNya. Jangan membenci isterimu, dengarkan suara hatinya.
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Duhai para suami, jangan bersikap cuek pada isterimu. Hargailah keluarga isterimu seperti ia menghargai keluargamu. Jadikanlah keterbukaan diantaramu sebagai jalan untuk menyiram dan menyuburkan komitmen bersama dalam membesarkan anak-anak untuk menggapai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Isteri adalah patner utama yang akan selalu setia menemani dan menanti kedatanganmu saat kau pulang bekerja di tengah malam. Lihatlah, ia tidak akan mendahuluimu makan sebelum engkau makan. Lihatlah, pagi-pagi buta sebelum seisi rumah bangun, ia sudah bangun dan menyiapkan sarapan untukmu dan anak-anakmu.
Karena itu, sayangilah isterimu wahai para suami. Jangan khianati cinta dan kasih sayangnya yang tulus itu. Bila isterimu bersalah, maka carilah jalan yang lebih santun dan ruhama untuk menasihatinya. Bukankah ia berasal dari tulang rusukmu yang bengkok? Pelan-pelanlah dalam membimbingnya sebab jika tidak, ia bisa patah.
istri-shalehah-2.jpg">istri-shalehah-2-300x180.jpg" alt="istri shalehah 2" width="300" height="180" />Belahan Jiwa
Baca Juga: Penting untuk Muslimah, Hindari Tasyabbuh
Saat ia sudah menjadi wanita yang halal bagimu, maka peliharalah ia dengan sebaik-baik akhlak. Jangan kau keraskan suaramu kepadanya, apalagi kau daratkan tanganmu yang kekar itu ke mukanya. Ingat, isteri yang kau pilih adalah satu dari puluhan juta bahkan milyaran wanita yang ada di muka bumi ini. Ia adalah pilihan hatimu dan kini menjadi belahan jiwamu.
Jauh sebelum menikahinya, bukankah kau begitu semangat mendatangi kedua orang tuanya untuk meminta anak gadisnya menjadi isterimu? Tak sedikit perjuangan susah payah dialami seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Tapi apa yang terjadi setelah si wanita itu menjadi pasangan yang sah dan halal baginya? Ternyata, banyak diantara suami yang sadar atau tidak sering kali membuat air mata isterinya tumpah mengalir.
Apakah karena kurang harta si isteri menangis? Apakah karena menyesal menjadi isterinya si isteri itu menangis? Ternyata tidak. Bukan karena kurang harta atau menyesal seorang isteri sering kali menangis. Tapi ia menangis karena hatinya terluka.
Ya, perasaannya yang lembut dan halus itu sudah tergores sembilu keangkuhan seorang suami. Kata-kata dan prilaku suamilah justeru yang sering membuat isteri menangis. Sadisnya, si suami banyak yang tak mau menyadari kalau kata-kata dan prilakunya sudah membuat luka yang dalam dan berkali-kali di hati isterinya. Astaghfirullahal ‘azdiiim…
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
Mari bertaubat wahai para suami… Bertaubatlah untuk menjadi lebih lembut lagi dalam bertutur kata kepada isteri-isteri kita. Jangan sakiti isterimu, sayangi ia, karena ia adalah belahan jiwamu. Ia adalah separuh jiwamu yang kelak akan membawamu ke surgaNya. Maafkan, jika ia salah dalam bertutur dan melayanimu sehari-hari.
Isteri adalah belahan jiwa sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Sesungguhnya wanita adalah belahan tak terpisahkan dari laki-laki.” (HR. Ahmad).
Untuk semua kaum Adam yang bergelar suami berikut adalah pesan singkat yang mungkin bisa direnungkan bersama.
- Hargai isterimu sebagaimana engkau menghargai ibumu, sebab isterimu juga seorang ibu dari anak-anakmu.
- Jika engkau marah boleh tidak berbicara dengan isterimu, tapi jangan bertengkar dengannya (membentaknya, mengata-ngatainya, dan memukulnya).
- Jantung rumah adalah seorang isteri. Jika hati isterimu tidak bahagia maka seisi rumah akan tampak seperti neraka (tidak ada canda tawa, manja, perhatian). Maka sayangi isterimu agar dia bahagia dan kau akan merasa seperti di surga.
- Besar atau kecil gajimu, seorang isteri tetap ingin diperhatikan. Dengan begitu maka isterimu akan selalu menyambutmu pulang dengan kasih sayang.
- Dua orang yang tinggal satu atap (menikah) tidak perlu gengsi, bertingkah, siapa menang siapa kalah. Karena keduanya bukan untuk bertanding melainkan teman hidup selamanya.
- Di luar sana banyak wanita idaman melebihi isterimu. Namun mereka mencintaimu atas dasar apa yang kamu punya sekarang, bukan apa adanya dirimu. Saat kamu menemukan masa sulit, maka wanita tersebut akan meninggalkanmu dan punya pria idaman lain di belakangmu.
- Banyak isteri yang baik. Tapi di luar sana banyak pria yang ingin mempunyai isteri yang baik dan mereka tidak mendapatkannya. Mereka akan menawarkan perlindungan terhadap isterimu. Maka jangan biarkan isterimu meninggalkan rumah karena kesedihan, sebab ia akan sulit sekali untuk kembali.
- Ajarkan anak laki-lakimu bagaimana berlaku terhadap ibunya, sehingga kelak mereka tahu bagaimana memperlakukan isterinya.
Akhirnya, bahagiakanlah isterimu…Sayangi isterimu dengan kata yang lemah lembut dan akhlak nan mulia…semoga bermanfaat.(R02/R05)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-6] Tentang Halal dan Haram
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)