Oleh: Rana Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Pekan lalu sebuah video muncul menunjukkan unit keamanan Israel menyamar, menyerang, menembak dan menangkap demonstran Palestina.
Para agen tersebut, mengenakan celana jins dan t-shirt, dengan sorban kaffiyeh yang menutup wajah mereka, dilaporkan telah menyusup di antara sekelompok pemuda pelempar batu selama sekitar 30 menit sebelum berbalik dan melakukan penembakkan kepada mereka.
Dalam hitungan detik mereka menyerang dengan dukungan sejumlah tentara Israel berseragam lengkap.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Kejadian tersebut tertangkap kamera oleh sejumlah jurnalis saat bentrokan dekat blok permukiman ilegal Beit El di luar Ramallah. Salah satu video yang diambil oleh seorang kameramen AFP yang menunjukkan demonstran Palestina lari dari tempat kejadian, menjadi viral di internet.
Rekaman itu menunjukkan adanya petugas yang menyamar karena ia mengeluarkan pistol untuk menahan para demonstran. Teriakan “Musta’rabiin” – yang berarti seorang Israel yang berpakaian Arab untuk melaksanakan misi militer – terdengar dalam kerumunan.
Seorang jurnalis AFP yang menangkap insiden tersebut dalam video, merilisnya dalam sebuah blog setelah kejadian pada Rabu, 7 Oktober 2015.
Dia menyatakan sudah sangat umum melihat agen-agen Israel menyusup ke dalam kerumunan demonstran Palestina. Bahkan ia menyaksikan aksi penyusupan itu terjadi berkali-kali di Al-Quds.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Para agen yang terlibat dalam serangan itu adalah bagian dari pasukan elit penyamar yang disebut “Duvdevan”. Juru bicara militer Israel (IDF), Peter Lerner, menegaskan partisipasi pasukan penyamar hari itu, dengan memposting klip tentara di Twitter.
Unit penyamar dan unit sejenisnya, yang dikenal secara kolektif sebagai ‘Mista’arvim‘ dalam bahasa Ibrani atau “Musta’rabiin” dalam bahasa Arab, yang secara harfiah berarti “seseorang yang menyamar sebagai orang Arab.”
Menurut kolumnis Jessica Purkiss dalam tulisannya yang dimuat di Middle East Monitor (MEMO), unit-unit Elit “kontra-terorisme” itu disiapkan untuk meniru dan menyusup ke dalam lingkungan masyarakat Palestina. Sebelumnya para agen itu menjalani latihan keras, fasih berbahasa Arab, mengenal budaya lokal agar mereka tak dapat dibedakan saat memasuki lingkungan masyarakat Palestina.
Aksi penyamaran dari agen di masa lalu termasuk hal-hal menggelikan, karena harus menyamar dengan berpakaian seperti laki-laki tua atau perempuan Palestina yang sedang menggendong bayi.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Unit penyamar itu biasanya diambil dari orang Yahudi, Druze, dan warga Israel keturunan Palestina. Menurut catatan, ada sekitar 160 ribu orang warga Kristen Arab di Israel, mereka adalah warga keturunan Palestina.
Meskipun sedikit yang dapat diketahui tentang “Mista’arvim”, selama bertahun-tahun telah diduga terdiri dari empat unit selektif, dua di antaranya milik tentara Israel; Duvdevan (Bahasa Ibrani untuk Cherry) yang bekerja di Tepi Barat dan Unit Shamshon (Samson) di Jalur Gaza.
Unit ketiga dilaporkan milik polisi perbatasan dan unit keempat beroperasi secara ketat di wilayah Al-Quds milik polisi Israel.
Tahun lalu, Al-Jazeera merilis film dokumenter berbahasa Arab yang berfokus kepada agen-agen penyamar Israel yang menyusup ke dalam masyarakat Palestina, yang terkadang bahkan bertahun-tahun, yang kemudian mereka memberi sejumlah informasi kepada intelijen Israel sebelum mereka akhirnya diaktifkan untuk misi tertentu.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Unit penyamar telah digunakan untuk mengumpulkan informasi bagi Otoritas Pendudukan Israel sejak berdiri secara sepihak 1948 lalu, namun selama Intifadhah Pertama, peran mereka berpindah menjadi pengumpulan informasi intelijen.
Pada tahun 1986, tak lama sebelum pecahnya Intifadhah Pertama, Duvdevan didirikan dengan tujuan utama untuk mengidentifikasi, menemukan, menangkap, atau membunuh warga Palestina yang mereka klaim sebagai “teroris” di Tepi Barat.
Ruang lingkup operasional tumbuh mengikuti Persetujuan Oslo dan penarikan militer Israel dari wilayah yang ditempatkan di bawah kontrol Otoritas Palestina. Setelah pecahnya Intifadhah Kedua, Duvdevan terus beroperasi di Tepi Barat dan di puncak aktivitasnya, menurut laporan Institut Demokrasi Israel, melakukan operasi setiap hari.
Untuk itu, mengenai para demonstran yang terdiri dari para pemuda Palestina yang asalnya berbeda-beda, sudah menjadi kebiasaan bagi demonstran untuk menyelipkan baju ke dalam celana, dan menanyakan siapa saja yang tidak melakukannya. Hal itu untuk menunjukkan seseorang tidak memiliki senjata di pinggang mereka.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Sebuah kelompok yang menyusun laporan pada Mista’arvim, pertama yang tercatat penggunaan unit menyamar untuk membunuh target Palestina pada tahun 1987. Pusat Informasi HAM Palestina (PHRIC) percaya metode itu kemudian diam-diam diadopsi sebagai tindakan pada bulan-bulan pertama Intifadah pertama, di bawah kewenangan Menteri Pertahanan mendiag Yitzhak Rabin.
Selama empat tahun pertama Pertama Intifadhah, sekitar 75 warga Palestina tewas oleh agen rahasia Israel atau tentara menyamar sipil. PHRIC mendokumentasikan 29 kasus pada tahun 1991, tahun keempat intifadhah, dan menemukan bahwa tidak ada korban telah terlibat dalam pertempuran ketika mereka dibunuh, sebelas mengambil bagian dalam demonstrasi non-kekerasan, sementara 14 sedang melakukan kegiatan sehari-hari secara normal.
Dalam semua kasus tidak ada peringatan yang diberikan juga tidak ada upaya untuk menangkap korban sebelum penembakan, menurut PHRIC.
Peran mereka sebagai “pembunuh bayaran” tidak terbatas pada Intifadhah. Pada tahun 2008, tentara menyamar sebagai warga Palestina mengeksekusi empat warga Palestina di Bethlehem, Tepi Barat.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
“Orang-orang ini adalah pejuang, tapi mereka tidak berada dalam situasi pertempuran pada saat itu. Mereka duduk di dalam mobil, menunggu makan malam mereka.
Pasukan khusus Israel melaju, menyamar sebagai warga sipil Palestina, dan melepaskan tembakan tanpa peringatan,” kata Jared Malsin, seorang wartawan dari Kantor Berita Ma’an yang telah bertemu dengan pria beberapa jam sebelum pembunuhan mereka.
“Itu setara dengan moral sebuah tim Palestina, menyamar sebagai warga Israel, mengemudi mobil Israel menuju Tel Aviv dan menembak mati empat tentara bebas tugas Israel.”
Kegiatan unit penyamar Israel selalu diliputi kerahasiaan. Pada tahun 1988, tiga wartawan dari Reuters dan Financial Times harus menanggalkan kartu pers mereka setelah menulis beberapa kutipan pada keberadaan pasukan penyamar yang beroperasi di Tepi Barat.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Langgar Hukum Internasional
Pada tahun 1991, mereka secara resmi diakui militer ketika salah satu TV Israel menyiarkan segmen 15 menit yang disensor dan diproduksi bekerjasama dengan IDF. TV Israel menyiarkan gabungan rekaman yang diambil oleh unit yang menyamar sebagai laki-laki dan perempuan Palestina dalam operasi pencarian serta penangkapan di distrik-distrik Tepi Barat yang tidak disebutkan namanya.
Keberadaan mereka tampaknya melanggar hukum internasional dan aturan militer Israel sendiri. Sebagai kelompok hak asasi manusia Al-Haq menekankan dalam sebuah laporan, menyamarkan agen militer dengan sejumlah pakaian sipil untuk mengelabui, salah satu kejahatan yang paling serius dari hukum internasional.
Pembunuhan di luar hukum, seperti insiden 2008, juga ilegal menurut hukum internasional. Pedoman Israel sendiri pada Peraturan Warfare (2006) menyatakan bahwa dilarang untuk “mengadopsi penyamaran seorang warga sipil non-kombatan.” (R05/P2)
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu