Oleh: Rendy Setiawan*
Globalisasi berarti proses mengglobal, proses membulat, proses mendunia. Proses mendunia ini terjadi di berbagai bidang sejak tahun 1980-an, misalnya di bidang politik, bidang sosial, bidang ekonomi, dan bidang agama, terutama sekali di bidang teknologi.
Diklaim banyak pihak bahwa era inilah bentuk evolusi sempurna dari kemajuan umat manusia.
Kemajuan di bidang teknologi informasi menghasilkan kecepatan berita kepada khalayak masyarakat. Teknologi informasi dimanfaatkan untuk menyebarkan segala bentuk isu, baik yang memiliki manfaat bagi umat Islam, maupun yang menjerumuskan umat ini ke dalam fitnah berkepanjangan, seperti isu teroris yang selalu menempel dengan Islam misalnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Teknologi informasi sebagai salah satu kemajuan dari era globalisasi seharusnya bisa dimanfaatkan umat Islam, justru sebaliknya, menjadi alat mematikan yang membunuh sel-sel Islam di manapun berada.
Yang menarik adalah ketika kelompok anti Islam memanfaatkan kemajuan globalisasi di segala bidang, umat ini malah menunjukan tren yang kurang meyakinkan, terjajah dari segi ideologi, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan terjajah di bidang-bidang lainnya.
Hal itu sangat ironis mengingat terjadi setelah sekian abad lamanya menaungi umat manusia dalam kedamaian dan kemajuan yang belum pernah terjadi sebelum Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam muncul.
Tentu yang paling disorot adalah runtuhnya Kerajaan Utsmani. Berbagai kalangan pemikir dan ulama umat Islam bertanya-tanya seolah tak percaya, kerajaan Islam yang sudah sekian abad memimpin dunia dengan penuh kedamaian bisa runtuh dengan begitu cepat, meskipun rekayasa dan makar untuk meruntuhkan Kerajaan Utsmani sudah dilakukan selama berabad-abad lamanya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Alhasil, umat Islam pasca runtuhnya Kerajaan Utsmani menghadapi era yang tak pernah terkirakan sebelumnya, era yang bahkan lebih dahsyat fitnahnya ketimbang usaha dalam meruntuhkan Kerajaan Utsmani itu sendiri. Terlebih saat ini, umat Islam sudah semakin jauh dengan zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai zaman peradaban terbaik.
Zaman terbaik dari umat ini memang sudah lewat, yakni zaman-zaman awal Islam muncul dan berkembang. Zaman di mana terbentuk pribadi-pribadi yang hebat pemahamannya tentang Islam, pribadi-pribadi yang kuat pegangannya terhadap Al-Quran dan Al-Hadits, pribadi-pribadi yang berani tampil menunjukkan jati dirinya sebagai seorang muslim. Namun, semua yang dimiliki umat Islam saat itu seolah hilang tanpa jejak karena sedikitnya tinta yang tak mampu mengukir sejarah mereka secara detail.
Zaman tersebut adalah zaman terbaik yang dimiliki umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian zaman setelah itu, kemudian zaman setelah itu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan sahabatnya, zaman tabi’in dan zaman setelahnya yang mengikuti jejak-jejak mereka.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Rasulullah sebagai guru terbaik, sebagai dokternya segala penyakit hati, selalu memberikan resep kepada umatnya, khususnya para sahabat untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, meningkatkan kualitas keimanan sebagai bentuk timbal balik dari apa yang telah Allah rizkikan. Tidak hanya memberikan resep berupa ajakan untuk meningkatkan kualitas keimanan, tetapi juga memberikan resep untuk supaya tetap istiqamah dalam ketakwaan dan dalam menaati seorang pemimpin.
Dalam sebuah kisah dari Abi Najih Irbadh bin Sariyah, suatu ketika, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan wejangan yang membuat para sahabatnya tak kuasa membendung air matanya. Para sahabat lantas bertanya, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka wasiatilah kami.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian memberikan wasiat kepada para sahabatnya untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin meskipun yang memimpin adalah seorang budak.
Rasulullah melanjutkan wasiatnya bahwa di antara para sahabatnya yang hidup setelah ini akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Rasulullah meminta para sahabatnya tetap berpegang teguh terhadap sunnah Rasulullah dan sunnah khalifah yang mendapatkan petunjuk. Sampai-sampai Rasulullah memerintahkan untuk menggigitnya dengan geraham.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pesan yang Rasulullah sampaikan kepada para sahabatnya memang sudah berusia lebih dari empat belas abad tahun yang lalu. Namun, esensi dari pesan tersebut hingga hari ini masih dirasakan manfaatnya oleh umat Islam dalam menghadapi tantangan globalisasi yang semakin kompleks.
Dari kisah ini pula, kita dituntun ke jalan kesuksesan. Sukses sebagai pribadi seorang muslim maupun sukses sebagai sebuah kesatuan umat. Kesuksesan seorang muslim dalam menghadapi tantangan globalisasi saat ini tak terlepas dari sikap dan usaha mereka untuk meningkatkan ketakwaan, sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Bisa jadi keterpurukan umat pada hari ini disebabkan oleh lunturnya takwa yang ada di dada setiap muslim. Ini terjadi akibat tumbuh suburnya sifat egois untuk menyampaikan pesan kebaikan kepada sesama muslim. Maka dibutuhkan bumbu untuk tetap menumbuhkan cita rasa dan manisnya sebuah ketakwaan.
Pada kisah yang lain, Rasulullah berpesan untuk tetap istiqamah sebagai upaya perawatan takwa. Istiqamah sebagai penopang takwa adalah sebuah keharusan, sampai-sampai Allah Ta’ala menjanjikan kemenangan bagi siapa saja yang istiqamah dalam ketawaan. Allah Ta’ala berjanji akan menurunkan malaikat-malaikatnya untuk menjaga hamba-Nya yang istiqamah. Mereka tidak akan kalah dan tidak akan bisa dikalahkan oleh kekuatan apapun selain kekuatan Allah selama menjaga keistiqamahannya dalam menjaga dan meningkatkan kualitas ketakwaannya.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Inilah kunci sukses umat Islam dalam menghadapi tantangan globalisasi. Memang berat, namun dengan usaha dan doa, Allah tidak akan menyia-nyiakan doa hamba-hamba-Nya. Wallahul musta’an. (R06/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
*Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang