Yerusalem, MINA – Menteri Urusan Yerusalem, Zeev Elkin, mengumumkan proposalnya untuk pembagian kota Al Quds (Yerusalem). Dalam Proposal tersebut mengusulkan untuk mengurangi jumlah orang Palestina di Al Quds dan beberapa lingkungan Palestina di luar Tembok Apartheid akan dipecah dari kota Yerusalem dan ditempatkan di bawah satu atau lebih dewan baru administrasi.
Langkah tersebut masih akan memerlukan persetujuan dari PM Israel Netanyahu dan penyelesaian berbagai amandemen legislatif. Demikian seperti dilaporkan Palestine News Network (PNN) yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA), Senin (30/10).
Ini adalah usaha pertama untuk mengurangi wilayah kota Yerusalem yang secara ilegal telah dicaplok dalam sebuah langkah yang bertentangangan dengan hukum internasional. Setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967. Ini juga merupakan upaya pertama untuk mendirikan sebuah dewan lokal Israel yang penduduknya bukan warga Israel, melainkan warga Palestina yang hanya memiliki status penduduk tetap.
Lingkungan Palestina di luar Tembok Apartheid adalah Kamp Pengungsi Shuafat dan Kafr Aqab, serta Walajah dan sebagian kecil wilayah Sawahra.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Diperkirakan antara 100.000 hingga 150.000 orang, sepertiga sampai setengahnya memiliki kartu identitas dan status kependudukan Israel. Sejak pembangunan Tembok Apartheid sekitar 13 tahun yang lalu (tembok di Walajah saat ini sedang diselesaikan), daerah ini telah terputus dari Yerusalem, meski masih berada di bawah wilayah hukumnya.
“Sistem saat ini benar-benar gagal,” kata Elkin. Tapi saat ini, ada dua daerah kota Yerusalem dan lingkungan sekitar yang hubungan di antara mereka sangat longgar. Tentara tidak dapat secara formal bertindak di sana, sementara polisi hanya masuk untuk operasi, dan wilayah tersebut telah menjadi tanah rakyat. Memberikan layanan apapun telah menjadi berbahaya, bangunan dan kepadatan tinggi seperti ini tidak dapat dilakukan,” katanya.
Elkin prihatin dengan pertumbuhan demografis yang cepat di wilayah ini dan berdampak terhadap keseimbangan jumlah antara orang Yahudi dan orang Arab di Al Quds.
Menurut Elkin, perumahan murah dan dekat dengan Al Quds membuat pelanggaran hukum sering terjadi di sana sehingga lingkungan itu menjadi magnet bagi orang-orang dari luar Al Quds dan Tepi Barat datang ke sana.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Elkin mengatakan, berbagai solusi sebelumnya telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Menteri Elkin juga mengatakan menolak solusi seperti menyerahkan lingkungan kepada Otorita Palestina.
Dia juga menolak mengubah rute penghalang pemisahan untuk keamanan, keuangan dan hukum.
Elkin menyebut, undang-undang tersebut akan selesai pada bulan November dan kemudian akan dipresentasikan ke Netanyahu. Jika perdana menteri mengetahui rincian rencananya, dia akan mendukungnya. Secara hukum, rencananya tidak memerlukan peraturan Knesset, namun hanya keputusan menteri dalam negeri.
Otoritas Palestina diharapkan menentang adanya rencana tersebut, mengingat hal itu sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah orang Yahudi di Al Quds. (T/B05/P2 )
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Mi’raj News Agency (MINA)