Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Penulis Buku Katulistiwa
ORANG bijak berkata bahwa pengalaman berjalan kaki memberikan cakrawala. Banyak hal yang bisa dilihat dan dipelajari. Pejalan kaki akan langsung melihat kondisi sosial dan mungkin juga masalah termasuk kondisi layanan publik yang diberikan oleh administrator kota dan perilaku masyarakat sekitar.
Terus terang saja, saya melihat kemajuan dalam infrastruktur, terutama di area yang sering digunakan oleh masyarakat meskipun kebersihan kota tampaknya masih perlu diperhatikan bersama tidak hanya diberikan kepada Petugas Kebersihan Orange/OCO yang sebenarnya sudah sangat disiplin dalam membersihkan Kota. Itu adalah kewajiban kita sebagai bagian dari pribadi atau warga negara di mana pun kita berada.
Saya terbiasa turun dari Halte Bus dekat Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat setelah menempuh perjalanan dari rumah di Cengkareng, Jakarta Barat setiap hari kerja dan melanjutkan berjalan kaki ke gedung perkantoran yang terletak di Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Menggali Potensi Anak: Pendidikan yang Menciptakan Pemimpin Masa Depan
Kegiatan ini saya anggap sebagai kegiatan yang menyenangkan. Saya pribadi menganggap kegiatan ini dapat mengurangi lemak dan hidup lebih sehat. Kegiatan berjalan kaki menjadi lebih menyenangkan karena trotoar yang lebar dan tangga penyeberangan tersedia bagi pejalan kaki untuk menghindari kecelakaan di jalan.
Banyak yang mengatakan bahwa gaya hidup masyarakat kota cenderung individualis. Atau, mungkin sebagian besar masyarakatnya tidak peduli dengan kehidupan orang lain. Mereka hanya peduli dengan masyarakat dan kepentingan mereka sendiri. Perilaku ini tampaknya merendahkan nilai konsep utilitas publik.
Perilaku ini mencerminkan penafsiran yang salah terhadap penggunaan utilitas publik. Untuk itu, masyarakat harus menjaga ketertiban umum dan bahkan mengingatkan mereka yang berperilaku tidak baik agar tidak merugikan orang lain atau dirinya sendiri.
Hal-hal di atas menjadi tantangan yang harus diatasi dan diantisipasi bukan hanya untuk menyelamatkan citra masyarakat atau warga kota beserta aparaturnya, tetapi juga untuk menyelamatkan kehidupan publik dan pribadi.
Baca Juga: SMA Alfa Centauri Bandung Raih Rekor: 160 Siswa Lolos SNBT 2025
Selama bertahun-tahun, berita tentang tawuran dan perampokan dengan senjata tajam masih mewarnai berita kota. Tindakan kriminal dan premanisme mengganggu ketertiban umum. Kondisi ini dapat mencerminkan kurangnya kesadaran terhadap ketertiban hukum dan norma-norma yang hidup dalam masyarakat yang beradab.
Secara umum, situasi dunia penuh dengan kontradiksi. Dalam situasi ini keyakinan sosial terhadap prinsip masyarakat hukum yang menghormati dan melaksanakan hukum dan kondisi nyata di mana hukum positif masih dipertanyakan. Saya menemukan diri saya mencoba untuk mempelajari bagaimana realitas terjadi.
Hal ini memang dapat menimbulkan perbedaan pemahaman/jurang pemisah antara mereka yang meyakini simbol hukum secara buta (contoh: lampu lalu lintas dan marka Zebra Cross) dan mereka yang meyakini gaya hidup yang berbasis pada pendekatan sosial.
Perbedaan itu bisa terjadi sekiranya terdapat pemikiran seseorang yang mendasarkan pemikirannya pada pendekatan yang matematis sementara ada mereka yang berpandangan secara pendekatan sosial. Sebagai nasehat Profesor Muluk dihadapan para mahasiswa Kajian PS-KTTI- Universitas Indonesia Angkatan 2 yang menyatakan bahwa bagi mereka yang menggunakan pendekatan matematis, maka 1 + 1 adalah 2.
Baca Juga: Patah Sebelum Tumbuh, Anak-anak yang Kehilangan Sosok Ayah atau Ibu
Sementara mereka yang mendasarkan pandangan pada pendekatan sosial, maka 1 + 1 itu bisa jadi 0 atau 3 atau 4. Mengapa demikian, mengingat terdapat nilai-nilai yang terpendam dalam masyarakat itu yang mungkin belum diketahui oleh seseorang sehingga satu tindakan itu harus benar-benar memperhatikan lingkugan sekitar dan nilai-nilai yang berkembang di dalamnya.
Situasi nyata yang terkait dengan hal di atas ditemukan ketika seorang pejalan kaki menggunakan earphone di kedua telinganya saat menyeberang jalan di zebra cross di mana banyak pengguna kendaraan tampak enggan menunggu dalam waktu tersebut. Sementara pejalan kaki ini ternyata yakin bahwa kondisi tersebut aman untuk menyeberang dengan mempertimbangkan pengemudi atau pengendara sepeda motor akan mematuhi aturan/rambu-rambu lalu lintas.
Pada saat yang sama, terdapat mereka yang cukup khawatir dengan perilaku pejalan kaki tersebut yang dikhawatirkan tidak dapat mendengar suara dari luar atau sekitar dikarenakan kedap akibat kedua earphone tersebut. Situasi ini akan membahayakan nyawa pejalan kaki. Namun pejalan kaki tersebut tampaknya mengabaikan risiko tersebut.
Menurut para ilmuwan sosiologi, situasi di atas dapat membahayakan pejalan kaki karena ketidaktahuan akan situasi yang mungkin terjadi jika kedua telinga tidak dapat mendengar suara dari luar. Pejalan kaki sebaiknya tidak memasang earphone terlalu erat di kedua telinganya agar salah satu dari kedua telinganya dapat menangkap tanda atau suara yang dapat membahayakan pejalan kaki tersebut.
Baca Juga: SMA Unggul Garuda Dirancang untuk Akses ke Universitas Dunia
Sebaliknya, pejalan kaki telah menunjukkan keyakinan terhadap pendapat di atas karena pejalan kaki itu keyakinan bahwa pengemudi dan pengendara sepeda motor telah sepenuhnya menaati peraturan (lampu lalu lintas). Jadi, pejalan kaki membiarkan/menyerahkan keselamatan diri mereka kepada pengemudi dan pengendara sepeda motor.
Kembali pada penjelasan mereka yang memperhatikan nilai-nilai yang berkembang di lingkungan tersebut, kondisi psikologis pengemudi atau pengendara sepeda motor merupakan bagian dari kondisi sosial yang bisa diciderai/dirusak oleh faktor-faktor lain di luar perhitungan yang mungkin terjadi selama tanda lampu izin menyebrang masih menyala.
Situasi di atas nampaknya relevan untuk dijadikan pelajaran bagi kita semua baik yang tinggal sebagai masyarakat perkotaan maupun sebagai masyarakat pedesaan, terkati perilaku hidup yang sepatutnya bahkan seharusnya tidak membahayakan kehidupan pribadi atau orang lain tentunya. Utamanya adalah kita seharusnya tidak menyerahkan keselamatan hidup kita kepada orang lain. Dan kita pun harus memperhatikan keselamatan sekeliling kita. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pendaftaran Beasiswa PMDSU 2025 Resmi Dibuka, Kuliah S2 dan S3 Gratis