Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MENYIASATI MAHALNYA DAGING (SAPI DAN AYAM)

Widi Kusnadi - Ahad, 23 Agustus 2015 - 05:39 WIB

Ahad, 23 Agustus 2015 - 05:39 WIB

1487 Views

sapi-ayam1.png">sapi-ayam1-300x151.png" alt="sapi ayam" width="300" height="151" />Oleh : Widi Kusnadi,  jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Tidak hanya harga daging sapi yang mengalami lonjakan harga. Harga daging ayam potong juga mengalami kenaikan di beberapa wilayah Indonesia, terutama pulau Jawa. Harga daging sapi yang berkisar Rp. 80-90 ribu melonjak menjadi Rp. 140 ribu per kilogram, sementara daging ayam sebelumnya hanya Rp 30 – 32 ribu kini mencapai Rp 38 hingga 40 ribu.

Para pedagang mengancam akan melakukan mogok massal jika harga daging ayam tidak turun. Pasalnya, kenaikan itu membuat omzet penjualan menurun hingga 50 persen setiap harinya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya menduga ada korelasi antara mahalnya harga daging%20sapi">daging sapi dengan daging ayam. Menurut Kalla, harga daging ayam melonjak lantaran warga beralih mengkonsumsi daging unggas tersebut setelah harga daging sapi melambung.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, tingginya harga daging ayam disebabkan para pekerja di pemasok ayam banyak yang masih pulang kampung. Alhasil, waktu panen pun mundur.

Di sisi lain, para pengusaha ternak menyatakan, tingginya harga daging ayam di pasaran dinilai sebagai dampak dikuranginya pasokan bibit ayam. Sejak awal 2015, pemerintah mengurangi pasokan bibit ayam hingga 30 persen. Kebijakan ini diambil setelah pemerintah mendengarkan masukan dari para pengusaha pembibitan unggas.

Penyebab Mahalnya Daging

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi mengatakan, mahalnya harga daging (sapi maupun ayam) ada dua penyebab utama. Pertama, karena kebijakan pemerintah mengerem laju impor secara dratis. Dengan kebijakan tersebut maka para pengusaha akan mengeluarkan suplai daging secara bertahap.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Pemerintah menargetkan dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia harus swasembada daging. Oleh karenanya, impor daging dikurangi per tahunnya. Namun, kebijakan pemerintah tersebut tak diimbangi dengan kekuatan peternak lokal sehingga terjadi lonjakan harga akibat tersendatnya suplai daging di pasaran.

Penyebab kedua, akses transportasi antar pulau yang masih terkendala. Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggar Barat (NTB) sebagai daerah lumbung sapi jika akan mengirim ke Jakarta, harus bongkar di Surabaya, karena Tanjung Priuk di Jakarta belum memiliki pelabuhan khusus ternak. Sementara dari Surabaya ke Jakarta harus melalui jalan darat.

Mantan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, sebelum ia diganti menyatakan akan menyelesaikan persoalan tersebut dengan mengusust pihak-pihak yang bermain demi mengeruk keuntungan pribadi. Namun hal itu belum terlaksana karena Presiden Jokowi mempercayakan Thomas Lembong sebagai penggantinya.

Waspada Daging Campuran

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Lonjakan harga daging dan mogoknya para pedagang sering sekali dimanfaatkan sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan dengan menjual daging sapi yang dicampur dengan daging babi hutan, atau menjual ayam berformalin atau ayam tiren (mati kemaren).

Dinas Pertanian menyikapi hal ini dengan melakukan sidak ke beberapa tempat di rumah pemotongan hewan (RPH) dan mengimbau masyarakat untuk meningkatkan pengetahuannya dalam memilih bahan pangan, terutama daging sapi dan daging ayam.

Kabid Peternakan Dinas Pertanian Kota Bogor, drh. Wina mengatakan, saat memilih daging sapi dan ayam segar di pasaran, Menurutnya, daging sapi dan daging ayam yang layak konsumsi dan tidak, bisa dibedakan dari ciri-cirinya.

Daging sapi memiliki warna merah tua, seratnya kasar, lemaknya kering dan mudah dipisahkan dari dagingnya. Kalau Anda mendapati daging menimbulkan bau amis, mengilat dan lengket, bisa dipastikan itu adalah daging babi.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Sementara kalau daging ayam yang layak konsumsi, warna dagingnya putih pucat, bagian otot dada dan paha kenyal, baunya khas ayam.Tapi kalau ayam berformalin atau tiren, baunya menyengat, kulit kaku dan lebih pucat, tidak dikerumuni lalat, dagingnya beraroma amis dan berwarna kebiru-biruan.

Dalam hal pemilihan daging, pemerintah melalui kementerian pertanian mengkampanyekan slogan “ASUH” (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Impor Pakan Ternak

Bulan Juli 2015, Kementerian Pertanian telah memutuskan untuk menghentikan sementara impor jagung. Hal itu dilakukan demi mendorong tercapainya target swasembada pangan, termasuk jagung.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Menurut Amran, pemerintah perlu melakukan verifikasi ketersediaan jagung nasional sebelum memutuskan membuka kembali pintu keran impor jagung. Pasalnya, selama ini pemerintah merasa Indonesia terus melakukan impor tanpa memerhatikan ketersediaan produksi jagung lokal.

Jagung merupakan salah satu bahan utama pakan ternak. Sebelumnya, para pengusaha produsen pakan ternak mengimpor jagung dari Amerika Serikat (AS)

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J. Supit, menyarankan, agar pemerintah dan swasta bersinergi. Petani jagung harus dilindungi dan produk mereka harus dibeli. Pada saat yang sama, peternak unggas nasional juga tidak boleh dikorbankan.

Menurut kalkulasi Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Indonesia (GPMT), Indonesia masih butuh mengimpor jagung sebanyak 3 juta ton tahun ini. Pasalnya, pasokan jagung dalam negeri untuk pakan ternak hanya sekitar 5,5 juta ton, padahal kebutuhan mencapai 8,5 juta ton pada 2015 ini.

Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital

Himbauan

Menyikapi mahalnya harga daging sapi dan ayam, hendaknya pemerintah dapat segera mengantisipasi gejolak masyarakat dari pemberlakukan peraturan, terutama menyangkut perekonomian masyarakat. Bahkan sebelum diberlakukannya regulasi tersebut, sudah ada early warning system sehingga efeknya dapat segera diatasi sedini mungkin, demi kenyamanan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah.

Kepada masyarakat, hendaknya dapat menyesuaikan diri, beradaptasi dengan isu-siu sehingga keberlangsungan ekonomi terjaga dengan baik. Masih banyak makanan alternatif selain daging yang dapat dikonsumsi, apalagi kita hidup di Indonesia yang kaya dengan keanekaragaman hayati sebagai anugrah Allah SWT.

Masyarakat hendaknya tidak banyak mengeluh, tetap bersabar dan optimis menghadapi segala isu yang terjadi. Dengan semangat proklamasi yang baru saja kita peringati, masyarakat Indonesia pasti bisa bangkit dari keterpurukan, menjadi bangsa yang besar, berwibawa di mata dunia dan mandiri dalam ekonomi sehingga mampu memberi bantuan kepada masyarakat negara lain yang memerlukan. (R03/P2)

Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Dunia Islam
Internasional
Indonesia