Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merasa Senior

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - Ahad, 25 Agustus 2024 - 20:43 WIB

Ahad, 25 Agustus 2024 - 20:43 WIB

76 Views

Foto orang yang merasa lebih senior cenderung sombong (foto: ig)

Judul dalam tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menyinggung siapa pun. Judul itu sengaja dipilih agar bisa menjadi bahan evaluasi bagi siapa pun yang membacanya. Dengan harapan setelah membaca tulisan ini, setiap kita mendapat pencerahan dan sadar akan kelemahan diri.

Perasaan superioritas yang muncul dari status sebagai senior, baik dalam lingkungan akademik, profesional, maupun sosial, merupakan fenomena psikologis yang dapat menimbulkan dampak negatif pada individu dan kelompok. Rasa senioritas sering kali diiringi dengan anggapan bahwa mereka yang memiliki pengalaman lebih lama memiliki hak atau kekuasaan lebih besar dalam sebuah komunitas. Namun, sikap ini dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk penurunan etos kerja, gangguan komunikasi, dan hilangnya kesempatan untuk berkembang bagi seluruh anggota kelompok.

Dari sudut pandang psikologis, perasaan senioritas sering kali berasal dari keinginan untuk mempertahankan status quo dan rasa aman. Individu yang merasa senior mungkin merasa terancam oleh kehadiran anggota yang lebih muda atau baru, sehingga cenderung menunjukkan sikap defensif atau bahkan merendahkan orang lain. Ini bisa menghambat interaksi yang konstruktif dan inovatif, yang sangat penting untuk pertumbuhan individu dan organisasi.

Dalam konteks organisasi, perasaan senioritas dapat menjadi penghalang bagi inovasi. Individu yang merasa senior cenderung menolak ide-ide baru yang datang dari rekan-rekan yang lebih muda atau kurang berpengalaman. Hal ini menghambat proses perubahan dan adaptasi yang sangat dibutuhkan dalam dunia yang dinamis. Akibatnya, organisasi bisa terjebak dalam stagnasi dan kehilangan daya saing.

Baca Juga: Berdaya Guna

Secara sosial, rasa senioritas yang berlebihan juga dapat memicu konflik antargenerasi. Ketika senior merasa lebih unggul dan cenderung meremehkan kontribusi generasi yang lebih muda, hal ini bisa menyebabkan ketegangan dan perpecahan dalam kelompok. Situasi ini tidak hanya mengganggu keharmonisan sosial, tetapi juga mengurangi kohesi dan kolaborasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.

Dari sisi etika, merasa senior dapat menimbulkan ketidakadilan. Jika senior menggunakan status mereka untuk mendapatkan keuntungan atau memperlakukan junior dengan tidak adil, hal ini melanggar prinsip-prinsip etis yang mengedepankan keadilan, penghargaan, dan kesetaraan. Tindakan ini dapat merusak integritas pribadi dan lembaga, serta menurunkan moralitas dalam kelompok.

Bahaya lain dari rasa senioritas adalah potensi terjadinya penurunan kualitas bimbingan atau mentoring. Seorang senior yang merasa terlalu superior mungkin enggan berbagi pengetahuan secara tulus dengan junior, karena merasa hal itu akan mengurangi dominasi mereka. Ini mengakibatkan kurangnya transfer pengetahuan dan pengalaman yang esensial bagi pengembangan generasi berikutnya.

Dalam ranah pendidikan, senioritas yang berlebihan dapat menghambat proses pembelajaran. Guru atau dosen yang merasa senior mungkin tidak terbuka terhadap metode pengajaran yang baru atau masukan dari mahasiswa yang lebih muda. Hal ini bisa membatasi kemampuan institusi pendidikan untuk berinovasi dan merespons kebutuhan peserta didik yang terus berkembang.

Baca Juga: Memperbarui Azzam

Rasa senioritas juga bisa memengaruhi penilaian kinerja. Di tempat kerja, senioritas yang berlebihan dapat membuat individu lebih memfokuskan diri pada masa lalu daripada kinerja saat ini. Mereka mungkin menolak kritik konstruktif atau perubahan yang dibutuhkan, dengan dalih bahwa pengalaman masa lalu sudah cukup untuk menjamin kesuksesan di masa depan.

Perasaan senioritas dapat memperkuat hierarki yang kaku dalam organisasi atau kelompok. Struktur hierarkis yang terlalu kaku sering kali menghambat partisipasi aktif dari semua anggota dan mengurangi fleksibilitas dalam pengambilan keputusan. Padahal, dalam lingkungan yang semakin kompleks, organisasi memerlukan kolaborasi dan fleksibilitas yang lebih besar untuk menghadapi tantangan.

Bahaya lain dari perasaan senioritas adalah munculnya budaya ketakutan di kalangan junior. Jika senior cenderung mendominasi atau memperlakukan junior dengan tidak hormat, junior mungkin merasa tertekan atau takut untuk menyuarakan pendapat mereka. Ini dapat menghalangi perkembangan kreativitas dan inisiatif, yang sebenarnya sangat dibutuhkan dalam berbagai konteks.

Dalam jangka panjang, perasaan senioritas yang tidak dikendalikan dapat merusak reputasi individu dan organisasi termasuk dirinya sendiri. Ketika orang lain merasa diperlakukan secara tidak adil atau direndahkan, mereka cenderung kehilangan rasa hormat dan kepercayaan terhadap senior atau organisasi tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas, motivasi, dan loyalitas.

Baca Juga: Zona Nyaman

Untuk mengatasi bahaya ini, diperlukan kesadaran (sadar diri) dan perubahan sikap dari para senior. Mereka harus memahami bahwa status senioritas tidak boleh digunakan sebagai alat untuk mendominasi atau menghambat orang lain. Sebaliknya, senioritas seharusnya dimaknai sebagai tanggung jawab untuk membimbing, mendukung, dan memfasilitasi perkembangan orang lain.

Sebagai kesimpulan, rasa senioritas yang berlebihan membawa lebih banyak bahaya daripada manfaat. Ini bisa menghambat perkembangan individu, organisasi, dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu yang merasa senior untuk menjaga keseimbangan antara rasa percaya diri dengan kerendahan hati, serta menjadikan pengalaman mereka sebagai modal untuk berkontribusi secara positif terhadap komunitas di mana mereka berada.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Etos Kerja

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
Palestina
Asia
Indonesia