Mereka yang Menyesal di Bulan Ramadhan

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Sejatinya, bulan Ramadhan bisa menjadi wasilah bagi setiap muslim untuk mendapatkan keberuntungan (ketakwaan) dengan meningkatkan berbagai aktifitas ibadah. Bagaimana tidak, di bulan mulia itu semua amal ibadah akan diberi pahala berlipat ganda, bahkan setiap doa yang dipanjatkan akan terjawab, setiap pendosa akan terampuni jika ia memohon ampun dan taubat. Namun, di tengah kemuliaan bulan Ramadhan itu, ada juga sekelompok orang yang kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam termasuk orang yang merugi.

Setidaknya, ada beberapa golongan yang akan mendapatkan kerugian meski bulan Ramadhan itu ada di tengah-tengah mereka.

Pertama, Orang yang Tidak Diampuni

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah naik mimbar lalu berkata, ‘Aamiin… aamiin… aamiin.’ Para shahabat pun bertanya, ‘Mengapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?’

Rasulullah lalu bersabda, ‘Baru saja Jibril berkata kepadaku, “Allah melaknat seorang hamba yang berjumpa Ramadan namun tidak mendapatkan ampunan,” maka kukatakan, ‘Amin.’

Kemudian, Jibril berkata lagi, “Allah melaknat seorang hamba yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya masih hidup, namun itu tidak membuatnya masuk surga,” maka aku berkata, ‘Amin.’

Kemudian, Jibril berkata lagi, “Allah melaknat seorang hamba yang ketika namamu disebut, ia tidak bershalawat,” maka kukatakan, ‘Amin’.” (shahih, HR. Ibnu Khuzaimah).

Jelas sekali dalam hadis di atas yang menyebutkan Allah akan melaknat seorang hamba yang saat berjumpa bulan Ramadhan, tapi ia tidak mendapatkan ampunan. Artinya, Ramadhan bagi golongan semacam ini seperti angin yang berlalu begitu saja. Sensifitas (kepekaan) hatinya sudah tidak ada jika tak mau dibilang mati. Mereka inilah yang saat bulan mulia itu datang, tetap bergelimang dengan kemaksiatan dan segala sesuatu yang sia-sia. Maka sungguh, merugi ini yang menyia-nyiakan bulan Ramadhan.

Kelompok pertama ini sangat saat Ramadhan akan usai. Sebab mereka melewati bulan rahmat begitu saja tanpa menggiatkan amal saleh. Mereka tak memohon ampunan di bulan Ramadhan, padahal di bulan inilah Allah menghapus banyak sekali dosa hamba-hamba-Nya.

Kedua, Berpuasa tapi Sia-sia

Golongan kedua ini berpuasa layaknya kebanyak muslim berpuasa juga. Namun, mereka hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, tidak lebih. Mengapa? Sebab meski mereka berpuasa, tapi dosa-dosanya tak terampuni. Mereka mengira puasa di bulan Ramadhan sama dengan puasa di hari dan bulan-bulan biasa. Tak heran, meski ikut berpuasa, tapi dosa-dosa tetap dilakukan.

Padahal, jika mereka tahu, di bulan suci ini, pahala puasa berlipat ganda, pelakunya bahkan dibalas surga dan diampuni dosa-dosanya. Sebagaimana sabda Rasulullah,  “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih).

Dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Bukanlah puasa itu sekedar menahan dari makan dan minum.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim). “Bisa jadi seorang yang berpuasa, bagiannya dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga.” (HR Ibnu Hibban).

Mengapa mereka tak mendapatkan pahala dan tak diampuni dosanya meski telah merasakan beratnya puasa? Alasannya sebagaimana yang disabdakan Rasulullah, “Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan pengamalannya, serta amal kebodohan, maka Allah tidak butuh pada amalannya meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al Bukhari).

Rasulullah juga bersabda, “Sesungguhnya puasa itu bukan menahan dari makan dan minum saja, hanyalah puasa yang sebenarnya adalah menahan dari laghwu (ucapan sia-sia) dan rafats (ucapan kotor). Maka apabila seseorang mencacimu atau berbuat tindakan kebodohan kepadamu katakanlah, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).

Ketiga, Tidak menghidupkan malam Ramadhan

Golongan lain yang juga menyesal saat Ramadhan usai yaitu mereka yang tak menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah. Mereka lebih memilih tidur atau dilanda kesibukan di malam-malam bulan Ramadhan. Mereka menganggap amalan shalat malam sebagai amalan sunah hingga tak bersemangat menjalankannya dan menganggap enteng saat meninggalkannya.

Padahal meski shalat malam bersifat sunah, balasannya amatlah besar. Inilah amalan sunah yang sangat ditekankan pengamalannya. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu bagi siapa saja yang melakukan shalat Tarawih dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dan ridha Allah semata. Bukan karena riya’ dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar amal kebaikannya oleh orang lain.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم : « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (yakni sholat malam pada bulan Ramadhan) karena iman dan mengharap pahala dan ridho Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah sholat Tarawih.”

Keutamaan Kedua: “Barangsiapa melaksanakan shalat Tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya pahala seperti orang yang melakukan qiyamul lail semalam penuh.”

Hal ini berdasarkan hadis Shahih berikut ini: Dari Abu Dzar rdhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

 “Sesungguhnya barangsiapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyamul lail satu malam penuh.” (HR. An-Nasai no.1605, At-Tirmidzi no.806, Ibnu Majah no.1327, dan selainnya. Dan hadits ini dinyatakan SHOHIH oleh At-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani dalam Irwa’ Al-Gholil no. 447).

Demikian keutamaan shalat Tarawih berdasarkan hadis-hadis Shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita panjang umur dalam ketaatan, sehingga kita diberi kesempatan untuk menjalankan Ramadhan berikutnya, wallahua’lam. (A/RS3/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Comments: 0