Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mosaharati di Gaza: Suara Ramadhan di Kota yang Berjuang Demi Kehidupan

sri astuti Editor : Widi Kusnadi - 16 jam yang lalu

16 jam yang lalu

11 Views

Musaharati, penabuh gendang untuk bangunkan sahur di Gaza. (Foto: Palinfo)

Gaza, MINA – Meskipun kehancuran menyelimuti setiap sudut, dan meskipun Israel berupaya menghapus tanda-tanda kehidupan di Jalur Gaza, suara seorang Mosaharati, kala Ramadhan tetap teguh sebagai panggilan hidup di kota yang menghadapi kematian setiap hari.

Mosaharati adalah seseorang yang bertugas membangunkan warga Muslim untuk makan sahur selama bulan Ramadan. Tradisi ini sudah berlangsung selama berabad-abad dan menjadi bagian dari budaya lokal.

Tidak ada yang menghentikan mosaharati untuk keluar, bahkan jika masjid telah dihancurkan dan menara masjid diratakan dengan tanah, atau bahkan jika ketakutan mengepung setiap rumah.

Mereka memahami bahwa peran mereka lebih besar daripada sekadar membangunkan orang untuk sahur; ini adalah kebangkitan semangat Ramadhan yang coba dipadamkan oleh tentara pendudukan dan senjatanya.

Baca Juga: Palestina Sambut Baik Laporan PBB Simpulkan Israel Lakukan Genosida di Gaza

“Kami tidak akan menghilang… bahkan jika semua hal lainnya menghilang,” kata mereka.

Mosaharati bukan sekadar orang yang membawa genderang; ia adalah simbol warisan dan identitas Gaza, salah satu ritual yang tidak akan pernah pudar bahkan di saat-saat perang yang paling keras sekalipun.

Haji Abu Ibrahim, salah satu mosaharati tertua di Jalur Gaza, menolak untuk meninggalkan perannya, meskipun Israel membombardir masjid-masjid tempat adzan berkumandang, dan meskipun rumah-rumah yang dulunya disinari cahaya Ramadhan menjadi sasaran.

Ia menuturkan kepada seorang reporter dari Palestinian Information Center, “Perang merampas segalanya, tetapi kami mencoba meninggalkan jejak kehidupan. Ketika adzan dibungkam dan masjid-masjid dihancurkan, suara mosaharati mengingatkan orang-orang bahwa Ramadhan telah tiba, dan Gaza belum hancur.”

Baca Juga: Hamas Sambut Baik Pernyataan Trump Tarik Rencana Pemindahan Warga Gaza

Genderang di antara puing-puing, sebuah pesan perlawanan

Di lingkungan Shuja’iyya di Kota Gaza, tempat yang tersisa hanyalah reruntuhan rumah dan masjid yang dibom, mosaharati Mahmoud berjalan hati-hati, berjalan di antara puing-puing, memukul genderangnya dengan suara yang masih dapat menembus dinding-dinding yang hancur.

Anak-anak, meskipun takut, membuka jendela untuk melihatnya, seolah mencari bukti bahwa kehidupan masih ada. Haj Abu Said, seorang warga di lingkungan tersebut, berkata: “Kami tidak punya apa-apa lagi… bahkan rumah-rumah Tuhan telah dibom, dan mereka ingin membunuh semangat Ramadhan… tetapi kami berpegang teguh pada apa pun yang membawa kembali nuansa bulan suci ini, dan mosaharati adalah salah satu simbol yang memulihkan harapan kami.”

“Kami takut mati… Tetapi kami lebih takut untuk diam”

Baca Juga: Hamas Umumkan Negosiasi Lanjutan Gencatan Senjata dengan Mediator

Para mosaharati di Jalur Gaza memahami bahwa keluar di malam hari adalah risiko, tetapi mereka menolak untuk menyerah, karena pasukan pendudukan Israel terus melanggar gencatan senjata dan membunuh warga Palestina setiap hari.

Muhammad muda, yang memutuskan untuk bergabung dengan mosaharati meskipun keluarganya khawatir padanya, berkata: “Ya, saya khawatir malam ini mungkin yang terakhir, tetapi jika kami berhenti menabuh genderang, siapa yang akan memberi tahu dunia bahwa Ramadhan masih ada di Jalur Gaza? Pendudukan ingin membungkam suara kami, dan kami menolak untuk diam.”

Mosaharati di Jalur Gaza bukan sekadar seseorang yang membangunkan orang-orang yang sedang tidur; ia adalah sisa terakhir ciri-ciri Ramadhan di tengah puing-puing. Meskipun Israel berupaya membunuh kegembiraan, menghapus identitas kota, dan menghancurkan masjid-masjid, kaum mosaharati bersikeras bahwa Ramadhan belum terhapus dan Jalur Gaza masih berdenyut dengan kehidupan.

Di Jalur Gaza, adzan terdengar bercampur dengan suara genderang, seolah-olah mengirim pesan kepada dunia: mereka mungkin membombardir rumah-rumah Tuhan, dan mereka mungkin mencoba membunuh roh, tetapi Ramadhan di Jalur Gaza tidak dapat dihapus, dan kaum mosaharati akan tetap menjadi saksi kota ini tidak akan mati. []

Baca Juga: Pakar PBB Simpulkan Israel Lakukan Genosida dan Kekerasan Seksual di Gaza

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Puasa Ramadhan Meningkatkan Kecerdasan

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Feature
Breaking News