Jakarta, 23 Dzulqa’dah 1435/18 September 2014 (MINA) – Sosialisasi anti pernikahan beda agama menurut Sekretaris Majelis Ulama Indonesia, Wellya Safitri, akan diintensifkan oleh MUI dengan melibatkan organisasi masyarakat (ormas).
“Kami akan memberikan himbauan lewat spanduk dan tausiyah yang nantinya disebarluaskan kepada masyarakat bahwa pernikahan beda agama tidak dibenarkan,” kata Wellya kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) , di gedung pusat MUI, Jakarta, Kamis.
MUI juga meminta Mahkamah Konstistusi (MK) membatalkan uji materi pernikahan beda agama yang kini tengah digulirkan.
Dia mengatakan, setelah dikaji dalam ajaran agama-agama di Indonesia, tidak ada yang menyebutkan perkawinan beda agama, sehingga apabila MK mengabulkan uji materi, maka undang-undang itu tidak akan diakui.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Menurut dia, banyak orang yang melakukan perkawinan beda agama, pada akhirnya kandas di tengah jalan, seperti yang dialami artis Jamal Mirdad dan Lidya Kandou.
“Oleh karena itu, kita akan membuat surat ke MK agar uji materi undang-undang tersebut dibatalkan, tentunya dengan dukungan semua agama serta berbagai ormas,” ujar Wellya.
MUI juga berencana mengirimkan surat ke DPR RI dan membuat gerakan “Selamatkan Keluarga Indonesia” dengan memasang sejumlah spanduk dan menyebarkan brosur ke berbagai daerah.
Pendapat senada disuarakan aktivis Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Rita Soebagio dengan menyebutkan: “Kami akan membuat gerakan bersama di berbagai daerah agar tidak kecolongan kembali tentang keberadaan peraturan yang merugikan, dan tentunya untuk menyelamatkan keluarga Indonesia.”
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
“MUI harus proaktif, membangun opini untuk membantah pernikahan beda agama. “Kita bisa buat sms dan twitter dengan menyebarkan beberapa pendapat bahwa pernikahan beda agama sebenarnya tidak dibolehkan, “kata Rita.
MK saat ini sedang melakukan uji materi terhadap pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
Uji materi itu diajukan oleh lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), yakni Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi, dan Luthfi Sahputra, karena menilai dengan legalnya perkawinan beda agama, maka seseorang tidak akan sulit mendapatkan pengakuan hukum dari pemerintah. (L/P007/R03/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)