MUI: PETIK MAKNA RAMADHAN

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), Prof.Dr. Hasanuddin (Foto: LPPOM MUI)
Ketua Majelis Ulama Indonesia (KF ), Prof.Dr. (Foto: LPPOM MUI)

Jakarta, 27 Ramadhan 1436/14 Juli 2015 (MINA) – Ketua Majlis Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), Prof.DR. Hasanuddin mengatakan, menjalankan ibadah Ramadhan selama satu bulan penuh, dengan penuh kesungguhan, dengan landasan keimanan dan Ihtisaban, dengan ikhlas mengharapkan ridho Allah semata, maka akan diperoleh hasil yang telah dicanangkan Allah “La’allakum tattaquun”.

“Bahkan akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu, sehingga dapat kembali pada kesucian fitrah, seperti anak bayi yang dilahirkan ibunya. Bersih dari dosa maksiat,” kata Prof. Hasanuddin seiring dengan segera berakhirnya momentum Ramadhan 1436 H, dan jelang Hari Raya Idul Fitri. di Jakarta,  Selasa (14/7)

“Setelah melatih diri mengendalikan dan melatih hawa nafsu, dengan ibadah Ramadhan selama satu bulan penuh, umat Muslim yang berpuasa dan menjalankan ibadah Ramadhan itu dengan baik dan benar, niscaya  akan dapat kembali kepada kesucian fitrah, dengan Idul Fitri. Yakni Fitrah manusia yang suci dari noda dan dosa. Karena diampuni dosa-dosanya, insya Allah. Dan ini merupakan makna dari Idul Fitri yang sebenarnya,” tuturnya. demikian laman resmi LPPOM MUI melaporkan.

Dan memang, lanjutnya, dalam Islam dinyatakan, setiap anak manusia dilahirkan ibunya dalam kondisi fitrah, suci dan bersih, tanpa noda dan dosa. Tidak menanggung apa yang disebut dosa warisan, seperti yang mungkin disebut dalam keyakinan agama lain.

Kemudian guru besar Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyebutkan hadits Nabi sallal laahu alaihi wasallam: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya di masa lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat hadits disebutkan pula, “Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya.” (H.R. Imam an-Nasa’i dan Imam Ahmad).

Kewajiban Agama Harus Dijaga

“Setelah dapat kembali kepada kesucian fitrah, maka kita sebagai umat beriman,” ia menambahkan, “tentu harus dijaga dengan semaksimal daya. Jangan dikotori lagi.”

Menjaganya itu adalah dengan melanjutkan semua aktivitas ibadah yang telah dilakukan selama Ramadhan, sebagai upaya penyucian fitrah tersebut.

Seperti dengan terus menahan hawa nafsu dari yang diharamkan dalam agama, melanjutkan kebiasaan sholat sunnat malam, tilawah, tadabbur dan mengamalkan kandungan Al-Quran tersebut.

Jadi bukan hanya aktif ibadah di bulan Ramadhan saja, tetapi juga harus diteruskan dengan istiqomah, selama sebelas bulan berikutnya setelah Ramadhan.

“Termasuk yang paling penting dalam menjaga kesucian fitrah ini adalah dengan konsisten menjaga konsumsi makanan, obat-obatan dan kosmetika, serta menjalani hidup harus dengan yang halal secara Kaaffah. Karena ini telah diperintahkan Allah dan Rasulullah. Dan dengan demikian merupakan kewajiban agama yang harus dijalankan,” ujarnya.

Sebab, ia menjelaskan, mengkonsumsi yang tidak halal itu dilarang dalam Islam. Sebagai peerbuatan haram. Dan bila dilakukan dengan sengaja, itu berarti melanggar ajaran agama. Jelas berdosa dan menodai kesucian fitrah yang telah diraih dengan ibadah Ramadhan. (T/P002/P2) 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0