Jakarta, MINA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan kembali Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 mengenai larangan penggunaan atribut keagamaan non muslim.
Fatwa tersebut menyatakan haram hukumnya, seorang muslim menggunakan atribut keagamaan non-muslim, begitu juga bagi para pihak yang mengajak dan memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim.
Untuk itu, Ketua Umum MUI KH. Ma’ruf Amin mengimbau para pengusaha dan para pihak terkait lainnya agar dalam suasana natal dan pergantian tahun baru ini tidak memaksa atau mendorong atau mengajak karyawan Muslim memakai atribut-atribut dan atau simbol-simbol yang tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan mereka.
“Kita mengharapkan adanya terjaga dan terpelihara kerukunan dalam kehidupan antar umat beragama. Umat Islam juga harus memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain,” ujarnya saat penyampaian tausyiah akhir tahun 2017 MUI di Kantor Pusat MUI Jakarta, Jumat (22/12).
Baca Juga: Menag RI dan Dubes Sudan Bahas Kerja Sama Pendidikan
MUI melihat di masyarakat terjadi fenomena di mana saat peringatan hari besar agama selain Islam, sebagian Muslim atas nama toleransi dan persahabatan, menggunakan atribut atau simbol keagamaan nonmuslim yang berdampak pada siar keagamaan mereka.
Untuk memeriahkan kegiatan keagamaan selain Islam, ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, super market, departemen store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan mengharuskan karyawannya, termasuk yang muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-muslim.
Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2016, ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. Dr. H. Hassanuddin AF, MA dan Sekretaris DR. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA..
Fatwa ini merekomendasikan Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan nonmuslim kepada umat Islam.(L/R01/P2)
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Mi’raj News Agency (MINA)