Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muslim China Hadapi Larangan Puasa, Pemantauan dan Penangkapan

sri astuti - Ahad, 26 Maret 2023 - 16:06 WIB

Ahad, 26 Maret 2023 - 16:06 WIB

11 Views

Warga Musim Uighur, China, berjalan di depan aparat polisi China. (Foto: UyghurAmerican.org)

Beijing, MINA – Saat Muslim di seluruh dunia bersiap untuk memulai bulan suci Ramadhan, sementara Muslim China menghadapi larangan puasa dan tradisi budaya dan agama mereka semakin diserang.

Uighur di wilayah barat laut Xinjiang diperintahkan untuk tidak mengizinkan anak-anak mereka berpuasa, dengan anak-anak ditanyai pihak berwenang mengenai apakah orang tua mereka berpuasa atau tidak, kata pejabat setempat dan kelompok hak asasi manusia. Demikia dikutip dari Radio Free Asia, Sabtu (26/3)

“Selama Ramadhan, pihak berwenang meminta 1.811 desa [di Xinjiang] untuk menerapkan sistem pemantauan sepanjang waktu, termasuk inspeksi langsung ke rumah keluarga Uighur,” kata Juru Bicara Kongres Uighur Dunia Dilshat Rishit.

Dan 11,4 juta Muslim Hui China, komunitas dekat etnis China yang telah mempertahankan keyakinan Muslim selama berabad-abad berada dalam bahaya terhapus seluruhnya di bawah aturan agama kejam Partai Komunis, kelompok hak asasi manusia memperingatkan dalam sebuah laporan terbaru.

Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional

Mereka diidentifikasi oleh Beijing sebagai “ancaman yang harus diselesaikan melalui asimilasi paksa,” sebuah laporan dari koalisi kelompok hak asasi manusia, termasuk jaringan Pembela Hak Asasi Manusia China mengatakan.

Kampanye persatuan etnis

China juga menargetkan komunitas Muslim dengan kampanye “persatuan etnis” di mana para pejabat memberlakukan “kerabat” Han China pada keluarga etnis minoritas Uyghur, yang kemudian menekan mereka mematuhi tradisi non-Muslim, termasuk minum alkohol dan makan daging babi.

Kebijakan “persatuan” terjadi di Xinjiang dengan latar belakang penahanan massal setidaknya 1,8 juta orang Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya di kamp “pendidikan ulang”, dan keterlibatan mereka dalam kerja paksa, serta laporan sistem pemerkosaan, pelecehan seksual, dan sterilisasi paksa terhadap wanita Uyghur di kamp.

Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina

Serikjan Bilash, Pendiri Kelompok HAM Atajurt yang berbasis di Kazakhstan, mengatakan pihak berwenang di Prefektur Otonomi Ili Kazakh melakukan “penahanan massal” terhadap tokoh agama di wilayah tersebut selama beberapa hari terakhir.

“Sebagian besar dari orang-orang ini telah menjalani hukuman berat,” katanya. “Tahun ini, target penangkapan oleh Partai Komunis China adalah orang-orang yang telah menghabiskan dua hingga tiga tahun di kamp konsentrasi di Xinjiang.”

“Sekolah-sekolah di Ili juga memanfaatkan anak-anak untuk mendapatkan informasi tentang ketaatan beragama orang tua mereka,” kata Serikjan.

“[Mereka diberikan] formulir yang menanyakan pertanyaan terperinci tentang apa yang merupakan praktik normal dalam keluarga Muslim. Misalnya, apakah orang tua menggunakan [ucapan Islam] assalamualaikum ketika mereka menyapa kerabatnya,” tambah Serikjan.

Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA

“Juga, apakah orang tua mereka makan atau minum air di tengah hari, dan apakah mereka sarapan setelah matahari terbit,” ujarnya.

Seorang pejabat yang menjawab telepon di biro pendidikan daerah Xinyuan membenarkan orang-orang di bidang pendidikan dan setiap orang dewasa yang bekerja untuk pemerintah dilarang berpuasa selama Ramadhan.

“Siswa tidak diperbolehkan berpuasa, dan anggota keluarga yang menjadi pegawai negeri juga tidak diperbolehkan,” kata pejabat itu.

Seorang Muslim Kazakh yang hanya memberikan satu nama Kamina mengatakan siapa pun yang ditemukan berpuasa akan dikenakan pembalasan dalam praktiknya.

Baca Juga: Wasekjen MUI Ingatkan Generasi Muda Islam Tak Ikuti Paham Agnostik

“Puasa tidak benar-benar diperbolehkan,” katanya. Beberapa orang dengan sukarela meninggalkan puasa karena takut, sementara yang lain berpuasa secara diam-diam.

“Beberapa tempat mengizinkan puasa tetapi kemudian mereka memantau orang-orang itu dan menyebut mereka sebagai pemuja agama, dan mereka ditahan,” katanya. (T/R7/RS2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Iran: Referendum Nasional Satu-satunya Solusi Demokratis bagi Palestina

Rekomendasi untuk Anda