Jakarta, MINA – Seorang Muslim Rohingya yang selamat karena melarikan diri Muhammad Jaber menuturkan kisahnya terkait kekejaman pemerintah Myanmar yang ia dan warga lain alami. Muhammad Jaber, pria asal Maungdaw ini berkisah jika rumah miliknya dan Muslim Rohingya lainnya telah dibakar oleh pemerintah Myanmar pada tanggal 5 September 2017 lalu.
“Assalamualaikum, saya Muslim Rohingya, saya tinggal di Maungdaw, rumah saya sudah dibakar, rumah saya menjadi bukti,” katanya saat ditemui Mi’raj News Agency (MINA) di kawasan Jakarta Pusat, Ahad (10/9) malam.
Ia menambahkan, ketika ia berlari untuk menyelamatkan diri, ia berpisah dengan keluarganya, ketika serangan terjadi, masing-masing dari mereka juga tetangga lainnya pergi secepat mungkin agar militer tidak menangkap dan menyiksanya.
“Saya masih cari-cari kabar orang tua, keluarga saya di mana, apakah di laut, perbatasan, bukit? Apakah dia masih hidup atau tidak. Saya sudah cari-cari belum ada kabar sampai sekarang,” kata Jaber dengan mata berkaca-kaca.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
Pria berumur 27 tahun ini menjelaskan, ketika melarikan diri, kebanyakan dari tetangganya hanya memakai pakaian yang ia pakai. Semua harta yang berada di rumah tidak dibawa dan diambil oleh militer Myanmar kemudian rumahnya dibakar.
Jaber dan Muslim Rohingya lain tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak bisa melawan. Ia menuturkan, saat ini di perkampungan umat Buddha, masyarakatnya diberi senjata oleh militer Myanmar agar bisa membunuh umat Muslim yang mereka lihat di sekitarnya.
Ia meminta kepada dunia agar tidak menutup mata dan jangan percaya apa yang dikatakan oleh Pemerintah Myanmar. Jaber berterimakasih kepada dunia atas bantuan yang diberikan kepada Muslim Rohingya, tetapi ia mengaku, bantuan yang diberikan melalui pemerintah Myanmar, sampai saat ini tidak sampai kepadanya dan Rohingya lainnya.
“Masjid dibakar, sekolah, madrasah dibakar, orang solat dibakar. Kita (Muslim Rohingya) manusia, kita lahir di dunia sebagai manusia hidup sebagai manusia, alasan mereka apa? kita manusia,” kata Jaber sambil menyeka air matanya yang keluar.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Kendati demikian, Jaber menilai ada tiga alasan kenapa kekejaman oleh militer, pemerintah, dan ekstrimis Buddha Myanmar sampai saat ini tetap dilakukan terhadap Muslim minoritas Rohingya di Distrik Rakhine, Myanmar. Pertama, menurutnya adalah karena Myanmar negara Buddha, dan Rohingya adalah warga Muslim, lalu didaerahnya terdapat hasil minyak, dan Muslim Rohingya diusir agar Myanmar bisa mengelolanya.
“Mereka buat jahat kita, mereka habiskan kita ini, ini isunya negara mereka Buddha, kita (Rohingya) Islam, itu. Nomer dua soal demokrasi, nomer tiga isunya, daerah saya banyak hasil minyak, itu untuk dia jual semua ke Cina, dia penjamin sama Cina mau keamanan, gara-gara gitu semuanya rumah-rumah kita sudah hancur,” kata Jaber.
Ia juga mengaku senang berada di Indonesia meski saat ini ia merasa sedih sebab belum mengetahu nasib keluarganya apakah masih hidup atau tidak. Jaber juga berterimakasih kepada masyarakat dan pemerintah Indonesia karena terus mendukung dan memberikan bantuan kepada Muslim Rohingya.
Jaber sangat berharap kekejaman yang terjadi di Rakhine agar segera berakhir dan perlu bantuan dari dunia internasional sehingga ia bisa kembali mencari keluarganya dan hidup tentram. (W/R08/P2)
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Mi’raj News Agency (MINA)