Naypyidaw, MINA – Myanmar telah mengabaikan putusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bahwa pengadilan memiliki wewnang untuk menyelidiki kejahatan terhadap etnis Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, wilayah barat laut negara itu.
“Pengadilan memiliki wewenang atas kejahatan terhadap kemanusiaan karena deportasi atau pemindahan paksa yang diduga dilakukan terhadap anggota masyarakat Rohingya,” Mahkamah yang bermarkas di Den Haag Belanda itu mengatakan dalam sebuah pernyataan baru-baru ini yang dikutip MINA, Selasa (11/9).
“Alasannya adalah bahwa unsur kejahatan ini – menyebrangi perbatasan – terjadi di wilayah sebuah Negara peserta ICC [Bangladesh],” tambahnya, demikian laporan IINA.
Pernyataan itu mengatakan “juga dapat melaksanakan wewenangnya berkaitan dengan kejahatan lain yang ditetapkan dalam pasal 5 Statuta [ICC Roma], seperti kejahatan terhadap kemanusiaan penganiayaan dan / atau tindakan tidak manusiawi lainnya.”
Baca Juga: Uni Eropa Berpotensi Embargo Senjata ke Israel Usai Surat Penangkapan ICC Keluar
Namun, pemerintah Myanmar mengesampingkan keputusan ICC. “Myanmar menegaskan kembali posisinya, bahwa tidak menjadi pihak Statuta Roma, tidak berkewajiban untuk menghormati putusan pengadilan,” kata Kantor Presiden Myanmar dalam siaran pers akhir pekan lalu.
“Myanmar menegaskan kembali bahwa pihaknya tidak mendeportasi orang-orang di daerah-daerah yang dikhawatirkan dan sebenarnya telah bekerja keras dalam kerja sama dengan Bangladesh untuk memulangkan mereka yang mengungsi dari rumah mereka,” kutip siaran persnya.
Keputusan oleh ICC datang sepekan setelah PBB merilis laporan yang mendokumentasikan terjadinya perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh militer Myanmar.
Dalam laporannya, para penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Misi Pencarian Fakta Independen Internasional PBB di Myanmar meminta para pejabat militer penting Myanmar, termasuk Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing, untuk diadili di Mahkamah Pidana Internasional karena genosida yang dilakukan terhadap Muslim Rohingya.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA).
Dalam laporan baru-baru ini, berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Terkutuk”, OIDA meningkatkan perkiraan jumlah Rohingya yang terbunuh menjadi 23.962.
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, kata laporan OIDA, menambahkan bahwa 17.718 wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115.000 rumah Rohingya juga dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, tambahnya.
Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat karena puluhan orang terbunuh setiap harinya dalam kekerasan komunal sejak tahun 2012.(T/R01/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Survei: 37 Persen Remaja Yahudi di AS Bersimpati dengan Hamas