SETELAH wafatnya Nabi Yusuf Alaihis Salam, Bani Israil (anak keturunan Nabi Ya’qub Alaihis Salam), yang berarti anak keturunan Nabi Yusuf Alaihis Salam dan anak-keturunan saudara-sadaudaranya hidup di Mesir selama beberapa generasi. Namun, seiring waktu, mereka mengalami penindasan di bawah kekuasaan Raja Fir’aun. Dalam kondisi itulah, Allah mengutus Nabi Musa Alaihis Salam sebagai pembebas dan pembimbing umat.
Setelah wafatnya Nabi Yusuf Alaihis Salam, Bani Israil hidup di Mesir selama beberapa generasi. Awalnya mereka dihormati karena jasa Yusuf Alaihis Salam. Namun seiring waktu, raja-raja Mesir yang baru tidak mengenal Yusuf Alaihis Salam dan mulai menindas keturunan Bani Israil.
Nabi Musa Alaihis Salam dilahirkan pada masa Raja Fir’aun yang kejam, yang memerintahkan pembunuhan setiap bayi laki-laki Bani Israil. Namun Allah menjaga Musa kecil. Ia justru dibesarkan di istana Fir’aun oleh istri Fir’aun sendiri, Asiah, yang beriman kepada Allah.
Kekejaman Raja Fir’aun bermula dari mimpi yang mengusik takhta Fir’aun. Suatu malam, Fir‘aun bermimpi melihat sebuah bola api besar datang dari arah barat, dari kawasan Ardhu Kan‘an (Palestina), lalu masuk ke Mesir dan membakar seluruh rumah orang-orang Qibthi (Mesir asli), tetapi tidak menyentuh rumah-rumah Bani Israil.
Baca Juga: Global Sumud Flotilla, Napak Tilas Perjuangan Sahabat Bebaskan Masjidil Aqsa
Raja Fir’aun pun segera memanggil para tukang sihir dan penafsir mimpi.
Mereka menafsirkan, “Akan lahir dari kalangan Bani Israil seorang laki-laki yang akan menggulingkan kekuasaanmu.”
Maka Fir‘aun pun murka dan mengeluarkan perintah dzalim tersebut, yaitu membunuh setiap bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil, dan membiarkan hidup bayi-bayi perempuan.
Allah mengabadikan kejadian tersebut sebagai pembelajaran untuk umat berikutnya.
Baca Juga: 5 Keutamaan Membaca Shalawat Atas Nabi
اِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِى الْاَرْضِ وَجَعَلَ اَهْلَهَا شِيَعًا يَّسْتَضْعِفُ طَاۤىِٕفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَيَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ
“Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash [28] : 4).
وَنُرِيْدُ اَنْ نَّمُنَّ عَلَى الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا فِى الْاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ اَىِٕمَّةً وَّنَجْعَلَهُمُ الْوٰرِثِيْنَۙ
“Kami berkehendak untuk memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, menjadikan mereka para pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (Q.S. Al-Qashash [28] : 5).
Baca Juga: Kesombongan yang Menyamar Jadi Kebaikan
وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامٰنَ وَجُنُوْدَهُمَا مِنْهُمْ مَّا كَانُوْا يَحْذَرُوْنَ
“Kami pun (berkehendak untuk) meneguhkan kedudukan mereka (Bani Israil) di bumi dan memperlihatkan kepada Firʻaun, Haman, dan bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan dari mereka (Bani Israil).” (Q.S. Al-Qashash [28] : 6).
وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْۚ اِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.” (Q.S. Al-Qashash [28] : 7).
Baca Juga: Menempatkan Seseorang Sesuai Bidangnya
Setelah diangkat sebagai nabi, Musa Alaihis Salam berdakwah kepada Raja Fir’aun untuk menyembah Allah dan membebaskan Bani Israil. Namun Fir’aun menolak dengan kesombongannya. Allah pun menurunkan berbagai mukjizat dan azab hingga akhirnya Fir’aun binasa di Laut Merah, sementara Nabi Musa Alaihis Salam dan Bani Israil selamat dan diperintahkan untuk berhijrah dari Mesir menuju Tanah Kan’aan (Palestina).
Masa berikutnya, Nabi Musa Alaihis Salam dan kakaknya, Nabi Harun Alaihis Salam diperintahkan oleh Allah untuk berhjrah dari Mesir ke Palestina. Namun keduanya belum sempat masuk ke kawasan Masjidil Aqsha, wafat terlebih dahulu sebelum masuk ke Palestina.
Nabi Musa Alaihis Salam menerima Kitab Taurat yang inti ajarannya mengajarkan tauhidulah, menyembah Allah. Isi pokok Kitab Taurat dikenal dengan 10 Perintah Allah:
Baca Juga: Al-Aqsa Episentrum Peradaban Umat Islam
- Larangan menyekutukan Allah:Tidak menyembah selain Allah.
- Larangan membuat dan menyembah patung berhala:Jangan membuat patung ukiran dan menyembahnya, karena Allah adalah Tuhan.
- Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia:Menjaga kesucian nama Allah.
- Perintah menyucikan hari Sabat:Ingat dan sucikan hari Sabtu (Sabat).
- Perintah menghormati orang tua:Berilah hormat kepada ibu bapakmu.
- Larangan membunuh sesama manusia:Jangan membunuh sesama manusia.
- Larangan berzina:Jangan berbuat zina.
- Larangan mencuri:Jangan mencuri.
- Larangan meniru palsu:Jangan menjadi saksi palsu.
- Larangan berkeinginan memiliki hak orang lain:Jangan menginginkan milik orang lain.
Hijrah Menuju Palestina
Nabi Musa Alaihis Salam dan kaumnya diperintahkan hijrah dari Mesir ke kawasan Palestina, wilayah yang ditentukan Allah disediakan untuk orang-orang yang beriman dari kalangan Bani Israil pada masa itu. Hal ini sebagaimana firman Allah yang termaktub di dalam Al-Quran:
يَٰقَوْمِ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْأَرْضَ ٱلْمُقَدَّسَةَ ٱلَّتِى كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا۟ عَلَىٰٓ أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا۟ خَٰسِرِينَ
Artinya: “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 21).
Baca Juga: 3 Warisan Nabi Adam untuk Menghidupkan Iman dan Perjuangan
Pada ayat ini Nabi Musa Alaihis Salam berkata, “Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Ardhul Muqaddasah) yang telah ditentukan oleh Allah bagimu.”
Nabi Musa Alaihis Salam menyampaikan kepada kaumnya dari kalangan Bani Israil (keturunan Nabi Ya’qub Alaihis Salam) berita yang menenangkan diri mereka. Yaitu bahwa jika mereka beriman kepada berita yang Allah kabarkan, niscaya mereka akan memasuki tanah suci (Ardhul Muqaddasah) atau sekarang Palestina, dan memenangkan atas musuh mereka.
“Dan janganlah kamu lari,” artinya, jangan mundur “ke belakang, karena kamu akan menjadi orang-orang yang merugi.” Merugi di dunia karena lepasnya kemenangan atas musuhmu dari tanganmu dan hilangnya kesempatan untuk membebaskan negerimu. Merugi di akhirat karena kamu kehilangan pahala, dan karena pelanggaranmu itu, maka kamu berhak mendapatkan hukuman.
Atas perintah Allah mereka diminta agar tidak takut menghadapi musuh-musuh Allah yang ingkar kepada-Nya, dengan janji bahwa Allah akan menolong mereka.
Baca Juga: Sam’i wa Thaat: Kultur Mulia dalam Kehidupan Al-Jama’ah
Perintah itu adalah untuk orang-orang beriman, dalam hal ini dari kalangan Bani Israil, agar mereka memasuki tanah suci dan agar berdiam di negeri itu sebagai tempat tinggal mereka. Dikatakan sebagai tanah yang disucikan karena telah sekian banyak Nabi-Nabi yang menempatinya dan senantiasa mengajak kepada agama Tauhidullah. Wilayah itu juga suci (bersih) dari patung-patung berhala dan kepercayaan yang sesat.
Demikian selanjutnya, Nabi Musa Alaihis Salam pun melarang kaumnya menyembah berhala, melarang berbuat keonaran dalam masyarakat, melarang berlaku dzalim dan mengikuti hawa nafsu. Jika mereka tidak mematuhi ketentuan itu, maka mereka akan merugi, karena nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada mereka itu akan dicabut kembali oleh Allah .
Membantah Klaim Zionis
Kaum Zionis Yahudi Israel saat ini mengklaim berdasarkan ayat ini bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan kepada Bani Israil. Karena itu, kaum Zionis Yahudi Israel berusaha merebut Palestina, dan lebih khusus lagi kawasan Masjidil Aqsha.
Baca Juga: Menemukan Makna Hidup di Usia Senja
Hal ini pernah dinyatakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pertemuan mingguannya pada hari Ahad, 21 Mei 2023 di bawah tanah, di dalam terowongan Tembok Al-Buraq, kompleks Masjidil Aqsha di Kota Al-Quds (Yerusalem).
Pada pertemuan itu, Netanyahu menyatakan klaim sepihak bahwa di tempat itulah merupakan peninggalan Temple Mount, tempat Raja Salomon membangun Kuil Pertama orang-orang Yahudi.
Netanyahu juga menyatakan, Yerusalem adalah ibu kota Yahudi sejak lama, yaitu 1.100 tahun sebelum London menjadi ibu kota Inggris, 1.800 tahun sebelum Paris menjadi ibu kota Perancis, dan 2.800 tahun sebelum Washington DC menjadi ibu kota Amerika Serikat.
Menyikapi klaim Netanyahu itu, Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataan terbarunya, Selasa (23/5/2023) mengatakan, “perpanjangan dari kampanye eskalasi yang dipraktikkan oleh pemerintah Israel hanya akan menciptakan kekacauan, ketegangan, dan kekerasan baru di arena konflik.”
Baca Juga: Khutbah Gerhana Bulan: Memperkuat Kesatuan Umat dan Bangsa, serta Doakan Palestina
Pernyataan Kemlu Palestina juga mengecam pemerintah Israel yang mengadakan pertemuan pekanannya di dalam terowongan di bawah Bab Al-Buraq, kompleks Masjidil Aqsha, sebagai bagian integral dari upaya aneksasi dan yahudisasi Yerusalem, serta hendak sepenuhnya memisahkannya dari lingkungan Palestina.
Klaim Zionis Yahudi pun bisa dibantah dengan argumen bahwa ayat 21 Surat Al-Maidah itu adalah memang ditujukan kepada kaumnya Nabi Musa Alaihis Salam pada saat itu, berbatas waktu, dan terbatas untuk kaumnya yang beriman kepada Allah dan mentaati Nabi Musa Alaihis Salam.
Ajaran agama Yahudi sendiri memang meyakini wilayah yang disebut sebagai Palestina dijanjikan untuk mereka, tetapi tidak melalui jalan pembunuhan apalagi peperangan dan penjajahan, yang itu dilarang dalam ajaran Yahudi sendiri.
Kemudian, ayat berikutnya menunjukkan bahwa Bani Israil kaumnya Nabi Musa Alaihis Salam saat itu enggan berperang memasuki kawasan Palestina, yang saat itu dikuasai orang-orang yang kuat. Hal ini disebutkan pada ayat:
Baca Juga: Tata Cara Shalat Gerhana
قَالُوا۟ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا حَتَّىٰ يَخْرُجُوا۟ مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُوا۟ مِنْهَا فَإِنَّا دَٰخِلُونَ
Artinya: Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 22).
Mereka kaumnya Nabi Musa Alaihis Salam itu menampakkan sifat kepengecutan mereka dan mulai mengingkari perjanjian mereka dengan Allah, dengan mengatakan kepada Nabi Musa Alaihis Salam bahwa sesungguhnya di dalam kawasan Palestina terdapat kaum yang kuat dan bengis. Mereka kaumnya Nabi Musa Alaihis Salam takut menghadapinya dan tidak akan mampu melawannya.
Allah pun memerintahkan kaum Nabi Musa Alaihis Salam itu agar menyerbu kawasan Palestina melalui gerbang kota Baitul Maqdis agar memperoleh kemenangan, seperti lanjutan ayat:
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمَا ٱدْخُلُوا۟ عَلَيْهِمُ ٱلْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَٰلِبُونَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya: “Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 23).
Diperintahkan memasuki wilayah Baitul Maqdis, malah kaum Nabi Musa Alaihis Salam menolaknya. Bahkan berbalik menyuruh agar Nabi Musa Alaihis Salam bersama Tuhannya saja yang memasuki wilayah tersebut. Seperti lanjutan ayat:
قَالُوا۟ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَآ أَبَدًا مَّا دَامُوا۟ فِيهَا ۖ فَٱذْهَبْ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَٰتِلَآ إِنَّا هَٰهُنَا قَٰعِدُونَ
Artinya: Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 24).
Nabi Musa Alaihis Salam pun kemudian meminta kepada Allah agar memisahkan dirinya dengan kaumnya yang fasik itu.
قَالَ رَبِّ إِنِّى لَآ أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِى وَأَخِى ۖ فَٱفْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ ٱلْقَوْمِ ٱلْفَٰسِقِينَ
Artinya: Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 25).
Kemudian Allah memutuskan untuk menghukum Bani Israil, kaumnya Nabi Musa Alaihis Salam yang ingkar itu, yakni diharamkan atas wilayah Palestina, selama empat puluh tahun. Lanjutan ayat menyebutkan:
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ ۛ أَرْبَعِينَ سَنَةً ۛ يَتِيهُونَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ فَلَا تَأْسَ عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْفَٰسِقِين
Artinya: Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang At-Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu”. (Q.S. Al-Ma’idah [5]: 26).
Setelah wafatnya Nabi Musa Alaihis Salam dan Nabi Harun Alaihis Salam, dan setelah berlalu 40 tahun, Yusya’ bin Nun, murid Nabi Musa Alaihis Salam diangkat menjadi Nabi. Nabi Yusya’ Alaihis Salam pun diperitahkan untuk memasuki Baitul Maqdis bersama dengan Bani Israel yang masih taat kepada Allah.
Para orang tua mereka dahulu pada jaman Nabi Musa Alaihis Salam adalah orang-orang yang membangkang dari perintah Allah dan ajakan Nabi Musa Alaihis Salam , sampai kemudian mereka meninggal dunia di Padang At-Tiih, wilayah tandus padang pasir. Nama “Al-Tiih” berasal dari kata dalam bahasa Arab yang berarti “tersesat” atau “mengembara”. Hal ini sesuai dengan kondisi Bani Israil yang terus berjalan tanpa arah di lembah tersebut selama 40 tahun.
Selama 40 tahun itu, Bani Israil kebingungan di Padang At-Tiih, tanpa ada keputusan apapun dari mereka. Namun, Allah tetap melimpahkan nikmat berupa perlindungan seperti awan mendung.
Saat tragedi Padang At-Tiih, Nabi Harun Alaihis Salam wafat, dan kemudian tiga tahun setelah itu disusul wafatnya Nabi Musa Alaihis Salam. Kemudian digantikan Yusya’ bin Nun, salah satu murid Nabi Musa Alaihis Salam, sebagai Nabi untuk Bani Israil generasi berikutnya.
Hukuman 40 tahun itu, secara turun-temurun menjadi angka perkiraan bahwa hegemoni Yahudi Israel akan terdegradasi dalam kurun waktu per 40 tahun. Jika dhitung sejak pendudukan memproklamasikan Negara Israel sepihak tahun 1948, itu artinya per 40 tahun kemudian adalah tahun 1988, 2028, dst.
Tahun 2028 sebentar lagi, dan itu ditandai dengan serangan Badai Al-Aqsha (Thufanul Aqsha) yang dicangkan para pejuang dari Jalur Gaza, sejak 7 Oktober 2023. Sebuah serangan yang mendegradasi Israel di dalam negeri maupun di dunia internasional.
Tentang tanda kehancuran hegemonasi Yahudi Israel, dikisahkan dari Muhammad Al-Rasyid, ketika ‘Negara Israel’ diumumkan tanggal 14 Mei 1948, seorang wanita tua Yahudi malah menangis dan masuk ke dalam rumahnya. Ketika ditanya, “Mengapa ibu malah menangis? Padahal orang-orang Yahudi sedang bergembira dengan merayakan kemerdekan Israel?”.
Ibu Yahudi itu menjawab, “Dengan berdirinya Negara Yahudi yang kedua, justru inilah sebab akan dihancurkannya dan dibinasakannya bangsa Yahudi”.
Jika kembali pada kisah Nabi Musa Alaihis Salam, Allah telah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa Alaihis Salam sebagai petunjuk bagi Bani Israel agar menyembah Allah dengan tidak menyekutukan-Nya, serta agar berbuat baik kepada sesama manusia serta tidak melakukan perbuatan keji, termasuk larangan membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.
Allah menyebutkan di dalam firman-Nya:
وَءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَجَعَلْنَٰهُ هُدًى لِّبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا۟ مِن دُونِى وَكِيلًا
Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (Q.S. Al-Isra [17] : 2).
Ayat ini menujukkan bahwa sebagaimana Allah telah memuliakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan Isra dan Mi’raj, Allah memuliakan Musa Alaihis Salam dengan memberinya Kitab Taurat.
Allah menjadikan Kitab Taurat itu sebagai petunjuk bagi Bani Israil, yang berisi larangan menjadikan selain Allah sebagai yang menangani segala urusan. []
Mi’raj News Agency (MINA)