Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nadia Shoufani Guru Kanada yang Terancam Setelah Orasi Palestina

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 1 September 2016 - 17:19 WIB

Kamis, 1 September 2016 - 17:19 WIB

604 Views

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Seorang guru perempuan beragama Katolik, bernama Nadia Shoufani mendapat ancaman setelah berorasi tentang Palestina di kota Southern Ontario, di luar Toronto. kanada.

Guru sekolah dasar itu kini diskorsing dari mengajarnya selama lebih dari satu bulan, dan sebagai Dewan Sekolah menyelidiki isi pidatonya yang mendukung hak-hak Palestina dalam sebuah aksi di Toronto.

Aksi pada Hari Al-Quds 2 Juli 2016 lalu, pada hari Jumat akhir Ramadhan, yang banyak orang sebut sebagai hari solidaritas Palestina.

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Sejak itu, Shoufani telah menjadi target dari kampanye ancaman oleh kelompok-kelompok pro-Israel di Kanada yang berusaha agar dia diberhentikan dari sekolah karena diduga mendukung “terorisme.”

Dalam orasinya, Shoufani membela perjuangan Palestina dalam melawan pendudukan dan penjajahan Israel.

Dia mengatakan berbicara atas nama kelompok solidaritas Palestina yang bersuara atas “diamnya dunia” terhadap apa yang terjadi di Palestina.

Dia juga mengecam hukum eksekusi oleh Israel, perampasan tanah oleh pemukim ilegal, penghancuran rumah dan razia penangkapan.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Shoufani mengingatkan kata-kata Ghassan Kanafani, penulis Palestina terkemuka yang berbicara tentang “Palestina sebagai penyebab semua kaum revolusioner”.

Kanafani, yang dibunuh oleh pasukan Israel pada tahun 1972, adalah “syahid,” ia menyatakan. Ia gugur setelah sebuah bom mobil yang ditanam oleh agen mata-mata Mossad Israel meledakkan dirinya di Beirut, bersama dengan keponakannya yang masih remaja, Lamis.

Kanafani juga seorang anggota terkemuka dari Front Populer untuk Pembebasan Palestina, yang di Kanada terdaftar sebagai organisasi “teroris” pada tahun 2003.

Kanada, merupakan sekutu dekat Israel. Karenanya, setiap kali memimpin Israel menetapkan partai politik Palestina dan gerakan perlawanan sebagai “teroris” Kanada mengikutinya.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

“Ketika mereka mencuri tanah dan menghancurkan rumah Anda, menempatkan segala macam deskriminasi, hukum rasis untuk mendorong Anda keluar, membangun dinding apartheid untuk memisahkan Anda dari tanah Anda dan keluarga Anda, ketika mereka menangkap Anda, membunuh keluarga Anda, teman Anda, sekarang apa yang Anda lakukan?” orasi menggelora Shoufani saat itu.

Ia melanjutkan, “Anda harus memiliki hak untuk menolak. Kami pun memiliki hak untuk melawan.”

Dalam orasi yang divideokan tersebut, dan diunggah di media sosial, Shoufani berbicara tentang hak untuk menolak sebagai prinsip. Namun tidak menentukan apa bentuknya yang harus diambil Palestina.

Dia pun mendesak warga Kanada untuk meningkatkan kesadaran, dan untuk menekan pemerintah agar bertindak melawan pelanggaran Israel, dan untuk mendukung aksi gerakan boikot Israel.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Dia juga menyerukan solidaritas terhadap warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Termasuk Bilal Kayed, yang baru saja mengakhiri mogok makan 71 hari terhadap penahanan dirinya tanpa tuduhan atau pengadilan.

“Ini adalah yang bisa kami lakukan di sini, di Kanada,” ia menyatakan.

Penyelidikan

Michael Mostyn, Direktur B’nai Brith Canada, menyebut apa yang dibicarakan Shoufani sebagai “Sangat prihatin bahwa seorang individu yang mengemban dukungan terbuka untuk teror dan memuji kelompok teroris.”

Baca Juga: Profil Hassan Nasrallah, Pemimpin Hezbollah yang Gugur Dibunuh Israel

“Siapa pun yang secara terbuka mendukung kekerasan dan terorisme, tidaklah cocok menjadi seorang pendidik untuk generasi muda di sini,” tambah Mostyn.

Sepekan setelah aksi orasi, Dewan Sekolah setempat melakukan penyelidikan terhadap Shoufani, setelah menerima pengaduan dari berbagai sumber, termasuk dari organisasi Friends of Simon Wiesenthal Center dan B’nai Brith Kanada.

Polisi Toronto juga menegaskan pihaknya sedang menyelidiki “komentar yang dibuat pada orasi umum tersebut, dan ada lebih dari satu orang yang terlibat.”

Juru bicara polisi Toronto, Mark Pugash kepada The Electronic Intifada menyebutkan, penyelidikan sedang berlangsung, tetapi tidak mengomentari apakah ada atau tidak Shoufani sebagai target.

Baca Juga: Jenderal Ahmad Yani, Ikon Perlawanan Terhadap Komunisme

Pada awal Agustus, Dewan Sekolah pun menangguhkan jam mengajar Shoufani. Dewan mengatakan kepada CBC bahwa pengaduan tentang aksinya itu telah dirujuk untuk diperiksa di Lembaga Guru di Ontario, sebagai badan pengawas untuk profesi.

Namun, Dewan Sekolah menolak disebut Shoufani diskors atas tindakannya.

Kebebasan Berbicara

Persatuan Guru Katolik di Ontario (OECTA), serikat buruh yang mewakili Shoufani dalam penyelidikan, dengan tegas mengatakan bahwa Shoufani tidak ditangguhkan karena orasinya.

Baca Juga: Hidup Tenang Ala Darusman, Berserah Diri dan Yakin pada Takdir Allah

“Saya ingin menjelaskan bahwa Shoufani belum ditangguhkan karena aksi pribadinya, tapi karena untuk keperluan investigasi dewan,” kata Presiden OECTA Ann Hawkins.

“Asosiasi kami telah bekerja dengan Shoufani untuk seluruh penyelidikan, dan saya dapat meyakinkan bahwa ia telah memenuhi permintaan dewan dan memberikan semua informasi dalam jangka waktu yang ditentukan.”

Hawkins juga menegaskan bahwa guru memiliki hak kebebasan bicara sama seperti orang lain.

“Selama kita bertindak dalam hukum, semua guru berhak mengemukakan pandangan politik pribadinya. Kami sangat kecewa bahwa integritas profesional Shoufani telah secara terbuka dipertanyakan.”

Baca Juga: Hiruk Pikuk Istana di Mata Butje, Kisah dari 1 Oktober 1965

Solidaritas Palestina

Para aktivis, akademisi dan pendukung kebebasan berbicara kini ikut menggalang dukungan terhadap hak-hak Shoufani.

Lebih dari 1.200 orang telah menandatangani surat terbuka mengecam dengan menyebut sebagai “tuduhan mencemarkan nama baik” terhadap Shoufani oleh kelompok-kelompok pro-Israel, dan menyerukan pemulihan nama baiknya.

Dan awal bulan September ini, beberapa akademisi pendukung hak berbicara untuk Shoufani menjadwalkan konferensi pers di gedung legislatif provinsi Ontario di Toronto.

Baca Juga: Inspirasi Sukses, Kisah Dul dari Rimbo Bujang Merintis Bisnis Cincau

Salah satu dari mereka yang berbicara adalah Prof Atif Kubursi, guru besar di Universitas McMaster.

Prof Atif Kubursi mengatakan bahwa konferensi pers bertujuan untuk mengirim pesan bahwa Nadia Shoufani “tidak sendirian,” dan bahwa kasusnya tidak hanya tentang dia, tapi tentang “kebebasan berpidato di Kanada.”

“Kelompok-kelompok Zionis telah sangat pendendam dalam mencoba untuk mengambil setiap kata dan setiap posisi dan menyebut bahwa setiap pendukung Arab atau hak Palestina dituduh promosi teror,” kata Kubursi.

“Apa yang dikatakan Nadia Shoufani pada Hari Al-Quds sangat sederhana, yaitu bahwa Palestina memiliki hak yang sah, yang diberikan oleh PBB dan hukum internasional, untuk melawan penjajah.”

Baca Juga: Radin Inten II Sang Elang dari Lampung, Pejuang Tak Kenal Takut

Kubursi menambahkan, bahwa kelompok-kelompok pro-Israel di Kanada “tidak ingin ada yang berdiri untuk mendukung Palestina atau merayakan Hari Al-Quds atau melawan penjajahan.”

Nadia Shoufani memiliki hak di bawah Piagam Hak dan Kebebasan untuk menyuarakan opini politik, dan dia menggunakan haknya itu selama aksi damai di Toronto pada musim panas ini.

Namun situasi Shoufani ini menurut pejabat dan kelompok pro-Israel disebut sebagai pengecualian berbicara untuk kebebasan Palestina.

Tapi Shoufani, walau hanya seorang guru, dan beragama Katolik, sedang mempertaruhkan kehidupannya, untuk berani untuk berbicara secara terbuka tentang perjuangan bangsa Palestina atas nama kemanusiaan.

“Diam adalah bukan pilihan,” kata Shoufani mengemukakan, dan baginya, “diam tidak akan pernah menjadi pilihan.” (T/P4/R02)

Sumber: Ali Abunimah, The Electronic Intifada.

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Sosok