Oleh: Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur
Nikah itu adalah ibadah, maka kalau nikahnya baik akan mendapat pahala tapi kalau tidak baik akan mendatangkan dosa.
Ibadah itu syaratnya ada tiga, yang pertama adalah niat, kedua ikhlas semata-mata karena Allah jangan karena melihat hal-hal yang sifatnya materi, karena nanti akan menyesal. Dalam sebuah hadits walaupun dloif, disebutkan siapa yang nikah karena materi maka akan hilang, jika menikah karena kecantikan maka kecantikannya akan susut.
Ketiga, yaitu ada contoh dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Menurut Nizar Abhazah dalam bukunya yang berjudul Bilik-Bilik Cinta Muhammad, rumah adalah tempat kita menghirup ketenangan dan kebahagiaan hidup tersimpan di balik hubungan harmonis sepasang suami istri, siapa diantara kita yang tidak mendambakan rumah yang tenang, istri yang sehaluan, dan anak-anak yang berbakti, sebagai buah hati dan cahaya kebahagiaan, maka kita harus mengikuti rumah tangga Rasulullah.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Rumah Nabi adalah rumah sakinah dan berlimpah rahmah, semua merasakan ini, keluarga merasakan, pembantu merasakan, tamu merasakan, dan siapapun yang datang ke rumah beliau. Allah menyatakan dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Dan selanjutnya lebih dalam mencontoh Rasulullah adalah rumah atau rumah tangga jangan hanya mementingkan bentuk luar, bangunan rumah yang bagus, baju yang bagus, bukan itu. Karena rumah Rasulullah sama sekali tidak mementingkan bentuk luar, beliau tidak tertarik untuk membangun rumah dengan sesuatu yang menyengsarakan akal, hati dan jiwa penghuninya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Rumah yang ideal bagi beliau adalah rumah yang penghuninya berdiri kokoh diatas nilai keimanan dan moralitas, rumah yang diliputi kebahagiaan, dilimpahi cinta dan kasih sayang , rumah yang setiap individu di dalamnya berdiri sama, tidak ada belenggu yang mengikat jiwa, tidak ada kekurangan yang mengancam keutuhan rumah tangga. Bentuk lahir mungkin penting tapi jangan jadikan sebagai satu-satunya ukuran.
Nasehat yang berikutnya adalah, sebagai seorang istri mungkin ada yang punya kelebihan dibanding suaminya, tetapi ketika sudah berumah tangga maka hendaknya seorang istri tetap harus mentaati suami.
Suamilah nanti yang akan mengatur istri, bukan istri mengatur suami, sudah tentu dalam batas-batas yang hak, kalau tidak hak jangan diikuti. Karena memang Rasul pernah bersabda, celaka suami yang menjadi budaknya istri, jadi walaupun istri punya kelebihan, dalam rumah tangga Allah sudah mengatur suami yang bertanggung jawab kepada istri atau kepada keluarga, bertanggung jawab dalam seluruh aspek rumah tangga, yaitu nafkah dan lainnya.
Sedangkan istri bertanggung jawab hanya di dalam rumah saja, seperti kebersihan rumah, pakaian, dll.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Nasehat terakhir adalah berbakti kepada orang tua. Boleh mencintai istri atau suami tapi jangan sampai melupakan orang tua. Tapi istri berbeda dengan suami, kalau suami berbakti kepada kedua orangtua tidak boleh dikalahkan cinta kepada istri. Tapi kalau istri cinta kepada suami bisa mengalahkan cintanya kepada orang tua.
Jadi apabila seorang istri berbakti kepada suaminya berarti sama saja berbakti kepada orang tuanya. Itulah kunci sukses berumah tangga. Kalau ada hal yang tidak mengenakkan jangan sampai orang tua tahu, misalnya banyak hutang atau ada problem rumah tangga.
Memberi kabar kepada orang tua itu yang baik-baik saja, karena orang tua itu tanpa diberi tahu juga sudah tahu paham dan ngerti kalau anaknya punya masalah. jadi rumah tangga yang bahagia kuncinya adalah berbakti kepada orang tua.
Semoga kita semua menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Amin. (P006/P4)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)