Jakarta, 23 Rajab 1437/1 Mei 2016 (MINA) – Pengamat intelijen dan terorisme Ridwan Habib mengungkapkan bahwa tim negosiator Indonesia berdialog dengan militan Abu Sayyaf menggunakan bahasa Melayu untuk pembebasan kesepuluh Warga Negara Indonesia (WNI).
“Tim Indonesia berkomunikasi dengan militan Abu Sayyaf menggunakan kesamaan Bahasa Melayu, bukan Bahasa Tagalog,” kata Ridwan pada Ahad (1/5) malam di salah satu stasiun swasta Indonesia di Jakarta.
Menurut Ridwan, jika negosiator Indonesia menggunakan Bahasa Tagalog, itu akan menunjukkan pengakuan Indonesia terhadap pemerintah Filipina yang sedang diperangi oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
Dari Sulu, kesepuluh WNI diterbangkan ke Kota Zamboanga, Filipina yang kemudian diterbangkan langsung ke Jakarta.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
Ridwan mengapresiasi Presiden RI Joko Widodo dalam keberhasilan ini.
“Ini sebuah prestasi dan patut kita apresiasi sebab sandera bebas dalam waktu yang tidak lama,” katanya.
Dibandingkan dengan sandera lainnya, dia mengatakan pembebasan 10 WNI itu terbilang berjalan bagus, sebab semua sandera selamat melalui sebuah negosiasi yang membutuhkan kesabaran dan kepiawaian.
“Jika kita melihat misalnya sandera asal Kanada berakhir dengan pemenggalan setelah tujuh bulan,” kata dia.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Sebelumnya diberitakan, kepolisian Filipina menyebut bahwa 10 WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf telah dibebaskan.
Kesepuluh sandera tersebut diantar ke rumah gubernur setempat, di Pulau Jolo, lokasi yang diduga menjadi tempat para sandera Abu Sayyaf ditahan.
“Beberapa orang tak dikenal mengantar 10 orang ABK kapal tunda itu ke rumah Gubernur Abdusakur Tan Jnr,” kata kepala kepolisian Jolo, Junpikar Sitin. (L/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina