Yerusalem, MINA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan pada hari Ahad (23/7) atas langkah-langkah keamanan yang dilakukannya di tempat suci Al-Alqsha Yerusalem, setelah terjadinya kekerasan yang mengakibatkan delapan orang tewas, dan dikhawatiran akan semakin banyak kerusuhan.
Pejabat Israel memberi isyarat, mereka mungkin akan terbuka untuk mengubah tindakan di kompleks masjid Al-Aqsha, yang dikenal orang Yahudi sebagai Bukit Kuil, setelah pemasangan detektor logam di pintu masuk, yang memicu kemarahan warga Palestina. Pemasangan detektor logam menyusul sebuah serangan yang menewaskan dua polisi Israel.
Netanyahu pada Ahad (23/7) pagi mengadakan rapat kabinet dan dijadwalkan kemudian hari bertemu dengan kabinet keamanannya, seperti dilaporkan Arab News yang dikutip MINA.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Detektor logam masih diberlakukan pada Ahad pagi, meskipun kamera pengawas juga dipasang di dekat salu satu pintu masuk ke kompleks di Kota Tua Yerusalem. Pemasangan kamera pengawas ini sebuah indikasi yang mungkin menjadi alternatif detektor logam.
Mayjen Israel Yoav Mordechai – Kepala COGAT, badan kementerian pertahanan yang bertanggungjawab atas urusan sipil di wilayah Palestina memberi isyarat dimungkinkannya perubahan pada kebijakan pemasangan detektor logam tersebut.
“Kami mempertimbangkan opsi dan alternatif lain yang akan menjamin keamanan,” Mordechai mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Al-Jazeera.
Menteri Keamanan Publik Israel, Gilad Erdan mengatakan, dia akan terus mendukung detektor logam yang ada di tempat tersebut kecuali jika polisi memberikan alternatif lain yang memuaskan.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Protes Meluas di Seluruh Dunia
Dewan Keamanan PBB akan mengadakan perundingan tertutup Senin (24/7) membahas kekerasan spiral setelah Mesir, Perancis dan Swedia mendesak sebuah pertemuan untuk “segera membahas seruan untuk mencegah eskalasikekerasan di Yerusalem dapat didukung.”
Ketegangan meningkat sepanjang pekan lalu di atas pemasangan detektor logam di kompleks yang mencakup masjid Al-Aqsa yang disucikan dan Dome of the Rock, menyusul serangan 14 Juli yang menewaskan dua polisi.
Orang-orang Palestina menolak detektor logam karena mereka melihat langkah Israel itu untuk menegaskan penguasaan lebih lanjut atas Masjid Al-Aqsha. Mereka menolak masuk lewat dtektor logam sebagai protes dan melakukan ibadah di jalan-jalan di luar masjid.
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Pihak berwenang Israel mengatakan bahwa 14 penyerang bersenjata menyelusup ke tempat suci dan menembak polisi.
Situasi makin memanas, dan pada Jumat (21/7) ummat Muslim melaksanakan shalat Jumat di luar Masjid Al-Aqsha, sedangkan biasanya ribuan orang melaksanakan shalat Jumat di Masjid Al-Aqsha itu.
Sebagai antisipasi terhadap demonstrasi, Israel juga telah melarang orang-orang usia di bawah 50 tahun memasuki dan melaksanakan shalat di Al-Aqsa.
Bentrokan pecah antara pasukan keamanan Israel dan Palestina di sekitar Kota Tua Al-Quds, di bagian lain Yerusalem timur yang dicaplok dan di Tepi Barat yang diduduki, menyebabkan tiga orang Palestina tewas.
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
Pada Jumat (21/7) malam, seorang warga Palestina masuk ke sebuah rumah di sebuah pemukiman Yahudi di Tepi Barat saat makan malam dan menikam empat orang Israel, menewaskan tiga orang di antara mereka.
Tentara Israel mengatakan, warga Palestina berusia 19 tahun itu telah berbicara di sebuah akun Facebook di lokasi suci Yerusalem dan akhirnya tewas.
Bentrokan berlanjut pada Sabtu (22/7), ketika pemuda Palestina melemparkan batu dan bom molotov saat tentara menggunakan buldoser untuk menutup desa penyerang di Tepi Barat dan akan melakukan pembongkaran rumahnya.
Israel sering menghancurkan atau menyegel rumah penyerang sebagai penghalang, meskipun kelompok hak asasi manusia mengatakan ini adalah hukuman kolektif.
Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian
Bentrokan juga meletus di Yerusalem timur dan desa-desa Palestina lainnya di Tepi Barat dekat Yerusalem pada hari Sabtu, kata polisi.
Dua warga Palestina tewas dalam bentrokan tersebut, termasuk satu orang ketika sebuah bom bensin meledak sebelum waktunya.
Pasukan keamanan Israel mengatakan pada hari Ahad (23/7), mereka telah menahan 25 orang yang aktif dalam kelompok militan Hamas yang menguasai Jalur Gaza.
Penangkapan di seluruh Tepi Barat termasuk “anggota senior,” sebuah pernyataan dari badan keamanan internal Shin Bet mengatakan, dan merupakan bagian dari tindakan pencegahan setelah “ketegangan di sekitar Baitul Maqdisi”.
Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza
Pada hari Ahad juga, sebuah roket yang mengarah ke Israel dari Gaza meledak di udara, kata tentara Israel dan menyebutkan tidak ada korban luka-luka. Sementara tidak ada kelompok pejuang Palestina yang mengaku bertanggung jawab atas roket tersebut.
Situs suci di Yerusalem telah menjadi seruan bagi orang-orang Palestina.
Pada tahun 2000, kunjungan pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon ke kompleks tersebut telah menyulut intifada Palestina kedua, atau pemberontakan, yang berlangsung lebih dari empat tahun.
Masjid Al-Aqsha di Yerusalem timur, dikuasai oleh Israel dalam Perang Enam Hari 1967 dan kemudian dianeksasi dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir
Kawasan Masjid Al-Aqsha merupakan tempat suci ketiga dalam Islam dan begitu pula sebagian orang Yahudi menganggapnya sebagai kuil suci. (T/B05/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih