Tel Aviv, MINA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerang aksi protes besar-besaran yang menentang penanganannya atas perang di Gaza dan kegagalannya membebaskan sandera Israel yang tersisa. Ia menilai demonstrasi justru memberi keuntungan bagi posisi Hamas dalam negosiasi.
Komentar Netanyahu disampaikan setelah aksi protes terbesar dalam hampir dua tahun perang, dengan lebih dari 400.000 orang turun ke jalan di berbagai kota Israel pada Ahad (17/8).
“Mereka yang hari ini menyerukan diakhirinya perang tanpa kekalahan Hamas tidak hanya memperkuat posisi Hamas dan menjauhkan pembebasan sandera kita, tetapi juga memastikan kekejaman 7 Oktober akan terus berulang, dan anak-anak kita harus berperang lagi dan lagi dalam perang tanpa akhir,” kata Netanyahu dalam pernyataan resminya, dikutip Al-Jazeera, Selasa (19/8).
Ia menegaskan, “Demi mempercepat pembebasan sandera kita dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel, kita harus menyelesaikan pekerjaan ini dan mengalahkan Hamas.”
Baca Juga: Al-Qassam Hancurkan Tiga Tank Markava Zionis
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina pada Senin (18/8) melaporkan lebih dari 62.000 warga Palestina telah tewas sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023. Dalam 24 jam terakhir, sedikitnya 60 orang tewas, menambah jumlah korban menjadi 62.004 jiwa, sementara 156.230 lainnya terluka.
Meski aksi protes dipelopori kelompok keluarga sandera Israel, skala besar demonstrasi tersebut menunjukkan semakin tajamnya perpecahan di masyarakat Israel. Sebagian warga mendesak pemerintah segera mengakhiri perang demi memulangkan sandera, sementara yang lain menuntut perang berlanjut hingga Hamas “dihancurkan.”
Dengan 50 sandera Israel masih ditahan di Gaza, sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup. Beberapa peserta aksi membawa poster mengenang Hersh Goldberg-Polin, warga dengan kewarganegaraan ganda AS-Israel yang terbunuh bersama lima sandera lain oleh penculiknya Oktober lalu ketika pasukan Israel mendekati lokasi penyanderaan.
Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyebabkan lebih dari 200 orang disandera, konflik Gaza memasuki babak paling mematikan dalam sejarah modern Palestina. Serangan balasan Israel menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, memicu krisis kemanusiaan yang disebut PBB sebagai “bencana terbesar di abad ini.”
Baca Juga: Hamas Kecam Penghancuran Menara Hunian oleh Militer Pendudukan
Netanyahu menghadapi tekanan domestik yang semakin besar. Selain kritik keras terkait penanganan sandera, ia juga dituding gagal menyiapkan strategi keluar dari perang. Rencana jangka panjang Israel di Gaza masih belum jelas, sementara tekanan internasional terhadap Tel Aviv semakin meningkat seiring membengkaknya jumlah korban sipil Palestina dan memburuknya isolasi diplomatik Israel di dunia internasional.
Di dalam negeri, demonstrasi anti-Netanyahu sebelumnya sudah marak terkait kebijakan yudisial kontroversial yang melemahkan Mahkamah Agung. Kini, perang Gaza memperbesar jurang perpecahan di Israel antara kelompok yang mendukung “perang total” melawan Hamas dan mereka yang menuntut jalan diplomasi untuk mengakhiri konflik. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas Rilis Video Sandera Guy Gilboa-Dalal dan Alon Ohel