Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Bagi pasangan yang tak mungkin atau memilih untuk tidak menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) karena alasan tertentu, maka menikah secara syariah atau siri adalah pilihan yang bisa diambil. Sebuah pernikahan yang syah sesuai Syariah Islam akan tetapi tidak diakui oleh negara karena tidak dicatat oleh petugas negara.
Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri atau sir yang berarti rahasia. Hal tersebut merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan yang menyatakan sah apabila diketahui oleh orang banyak. Namun etimologi tersebut berubah di Indonesia, nikah siri berarti nikah yang tidak dicatat oleh negara.
Pernikahan siri adalah sah di mata agama namun tidak sah di mata negara karena tidak tercatat di KUA. Di Indonesia, pernikahan diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang tertuang pada Bab 1 dasar perkawinan pasal 2 ayat 2. Pernikahan yang tercatat dalam hukum akan membantu dalam perlindungan hak warga negara terutama untuk anak dan istri.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Nikah siri dalam pandangan Islam diperbolehkan namun dengan syarat dan rukun nikah yang telah ditentukan yaitu adanya wali nikah, terdapat dua orang saksi yang adil, serta dilakukan ijab dan kabul. Jika pernikahan siri tersebut dilakukan tanpa adanya wali nikah, maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah menurut agama.
Syarat lainnya yang harus dipenuhi untuk menikah siri adalah calon mempelai pria maupun wanita sama-sama beragama Islam atau bersedia masuk Islam, mengucap syahadat sebelum menikah (akan diberikan surat keterangan masuk Islam)
Calon mempelai wanita yang berstatus janda harus sudah melewati masa idah. Akan lebih baik jika memperlihatkan surat cerai. Tetapi jika tidak bisa memperlihatkan surat cerai akibat ditinggal oleh suami atau karena satu dan lain hal, wali hakim akan meminta pengakuan lisan dari calon mempelai wanita akan statusnya.
Pengakuan secara lisan ini bersifat mengikat, disaksikan oleh para saksi serta calon mempelai pria, serta menjadi tanggung jawab dari calon mempelai wanita kelak di yaumil kiamah atas kebenarannya.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Bagi calon mempelai wanita yang berstatus gadis, berusia minimal 30 (tiga puluh) tahun dan tidak tinggal serumah, terpisah memenuhi hukum syariah dari wali nasabnya. Sedangkan bagi calon pengantin pria belum memiliki 4 istri, sudah memiliki penghasilan (bekerja/usaha), berusia minimal 26 tahun.
Kedua calon mempelai bisa menunjukan kartu identitas yang masih berlaku (KTP/Paspor) dan dengan foto yang jelas sebelum ijab qobul untuk memastikan bahwa pasangan yang akan dinikahkan adalah benar sesuai identitasnya. Membawa dan memperlihatkan mahar yang diberikan saat ijab qobul.
Khusus bagi wanita yang akan dinikah siri untuk menjadi istri kedua, ketiga atau keempat, disarankan untuk meminta mahar yang layak buat hidupnya. Jangan sekedar menyerahkan diri untuk dinikahi melainkan pertimbangkan juga faktor penunjang hidup untuk menjamin kelancaran, ketenangan dan kelangsungan ibadah kepada Allah SWT.
Meski nikah siri sah di mata agama namun tidak di mata hukum, sehingga dapat mengakibatkan beberapa hal yang tidak diinginkan. Misalnya perlindungan hukum atau pengakuan atas anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu. Pemerintah tidak dapat melindungi hak anak tersebut misalnya pada saat pembuatan akta kelahiran atau saat mendapatkan warisan.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Pernikahan yang dilakukan secara siri tidak dianjurkan juga karena negara tidak dapat melakukan perlindungan hukum kepada pelaku pernikahan siri terutama pada wanita misalkan ketika terjadi KDRT atau pada saat suami tidak memberikan nafkah yang sesuai dengan ketentuan. Pernikahan siri juga akan bermasalah pada pengurusan administrasi anak.
Kenapa nikah siri?
Meski nikah siri itu mengandung risiko – salah satunya karena tidak ada pengakuan resmi akan legalitasnya oleh negara – tetapi ternyata cara itu makin marak saja. Ada beragam alasan mengapa orang memilih nikah siri, utamanya untuk melegalitas kegiatan seksual, “daripada zina, mending disahkan dulu oleh agama, negara bisa nanti-nanti saja. Mengurus pernikahan yang sah di mata negara itu butuh waktu dan tenaga ekstra.”
Alasan lainnya, untuk menghindari fitnah dari tetangga, kerabat dan lingkungan pada saat pasangan belum punya dokumen persyaratan apapun untuk menikah. Menikah siri dulu menurut mereka justru bagus untuk persiapan pernikahan resmi, karena butuh sering berjalan berdua untuk mencari gedung, gaun, undangan, suvenir dll.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Ganjalan restu dari orangtua juga menjadi salah satu alasan pasangan untuk memilih menikah siri – gaya lain dari kawin lari. Saat melaksanakan nikah siri, mempelai wanita tak butuh orangtuanya, sebab yang jadi wali tak mutlak harus orangtua. Nikah siri juga kerap dilakukan oleh mereka yang menjadi isteri kedua atau ketiga.
Pria yang ingin berpoligami jarang sekali mendapatkan ijin dari isteri pertamanya, tetapi si suami akan tetap melakukannya dengan menikah siri. Alasan lainnya, si pria ingin menghilangkan jejak agar nantinya tidak ada tuntutan apapun yang memberatkan, karena dalam kasus ini pernikahan sah menurut agama, tapi tak ada surat apapun dari negara yang melegalkan pernikahan itu.
Alasan lain adalah masalah ekonomi – pasangan calon pengantin tidak punya biaya untuk melangsungkan pernikahan secara hukum negara. Selain itu pasangan pengantin memang tak berniat mendaftarkan pernikahan ke negara, karena hukum perkawinan di Indonesia dianggapnya masih tidak adil.
Dalam hukum perkawinan, suami otomatis menjadi kepala keluarga, padahal urusan siapa yang bertindak sebagai kepala keluarga, serahkan saja pada pasangan yang menikah. Dalam praktek, banyak istri yang justru menjadi tulang punggung keluarga, tapi malah tak mendapat pengakuan, perlakuan, dan penghargaan yang layak sebagai pencari nafkah utama.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Ada beberapa dampak positip dari pernikahan siri yaitu meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin yang lain. Juga mengurangi beban atau tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Namun demikian, ada pula dampak negatifnya karena menjadikan berselingkuh hal yang wajar, bertambahnya kasus poligami, tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata hukum Indonesia maupun maupun di mata masyarakat sekitar. Juga dinilai sebagai pelecehan seksual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai pelampiasan nafsu sesaat bagi kaum Laki-laki.
Timbulkan masalah
Nikah siri menurut Direktur Urusan Agama Islam (Urais) Kementerian Agama (Kemenag) RI Moh Thambrin juga bisa menimbulkan banyak masalah, sebab tidak tercatat di pemerintah. Karena itu dia menghimbau masyarakat untuk melangsungkan pernikahan sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
“Pernikahan yang tidak tercatat secara resmi oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN) atau Pembantu PPN, berisiko menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujar Thambrin sambil menambahkan bahwa Kemenag telah mempermudah proses pelayanan bagi WNI yang mau menikah – termasuk mengratiskan biaya pernikahan di KUA.
Sebagai seorang istri dalam perkawinan siri, wanita tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin. Bagi si pria dalam kaitan keperdataan tidak ada tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anak-anaknya. Nasib anak hasil pernikahan siri akan terkatung-katung, tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran.
Dalam hal pewarisan, baik anak-anak maupun isteri dari pernikahan siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan ayahnya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
Status anak dari nikah siri adalah anak di luar nikah. Secara agama, status anak hasil nikah siri mendapat hak sama dengan anak dari perkawinan sah, tetapi tidak selaras dengan hukum yang berlaku di Indonesia – UU No.1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Calon pasangan pengantin di Indonesia memang memiliki kebebasan untuk memilih apakah mau menikah secara sah dan dicatat oleh negara atau diam-diam menikah siri. Hanya saja terutama bagi perempuan, perlu benar-benar difikirkan sebelum bersepakat untuk menikah siri karena akan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Menikahlah secara hukum agama dan negara.
(R01/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel