Oslo, 10 Sya’ban 1435/8 Juni 2014 (MINA) – Norwegia telah menolak memberikan izin tinggal kepada sejumlah mahasiswa Iran merujuk pada sanksi Barat terhadap Iran.
Direktorat Imigrasi Norwegia (UDI) yang bertugas menangani izin tinggal, membuat keputusan atas dasar bahwa siswa mungkin mentransfer teknologi sensitif terhadap Iran, Press TV melaporkan Ahad (8/6) yang dikutip MINA.
Di antara mahasiswa itu adalah Hamideh Kaffash, yang telah belajar di Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) selama delapan bulan.
Mahasiswa PhD yang menyebut keputusan itu “luar biasa”, mengatakan bahwa dia bekerja pada sebuah proyek lingkungan yang tidak ada hubungannya dengan teknologi sensitif.
Baca Juga: Rusia Kuasai Pusat Kota Kurakhovo, Garis Depan Ukraina
UDI membuat keputusan akhir mengenai semua jenis aplikasi ijin tinggal setelah pemohon dengan pendidikan teknis yang lebih tinggi, dievaluasi oleh negara Layanan Keamanan Polisi (PST).
“Ini tidak benar bahwa kami hanya memilih warga Iran. Kami hanya mengikuti resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberi sanksi Iran. Kami selalu melakukan evaluasi secara keseluruhan dari masing-masing pemohon secara individual. Ini tidak ada hubungannya dengan agama atau politik,” kata pejabat PST Arne Christian Haugstoeyl.
Pembina Kaffash di universitas, Profesor Merete Tananger, mengatakan tidak ada penelitian yang sedang dilakukan di departemennya mengenai senjata pemusnah massal.
“Setahu saya, tidak ada ilmuwan di departemen kami yang bekerja dengan bahan mengenai senjata pemusnah massal,” kata Tananger dan menambahkan, “Atas nama mahasiswa, kami telah mengirim banding dari universitas untuk UDI agar mengubah keputusan tersebut.”
Baca Juga: Putin Punya Kebijakan Baru, Hapus Utang Warganya yang Ikut Perang
Saat ini mahasiswa Iran bisa tinggal di Norwegia tetapi tidak diperbolehkan bekerja sampai keputusan akhir diumumkan oleh UDI.
Sanksi rekayasa Amerika Serikat diberlakukan berdasarkan tuduhan bahwa Iran sedang mengejar tujuan-tujuan non-sipil dalam program energi nuklirnya.
Namun Iran menolak tuduhan itu, dengan alasan bahwa sebagai penandatangan komitmen Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA), ia memiliki hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
Iran dan Sextet kekuatan dunia – Rusia, Cina, Perancis, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman – mencapai kesepakatan sementara di Jenewa, pada 24 November tahun lalu untuk membuka jalan bagi resolusi sengketa Barat dengan Iran atas program energi nuklir negara itu. (T/P09/R2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Badai Salju Terjang Eropa Barat