Washington, MINA – Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama pada Rabu (23/7) akhirnya angkat bicara menanggapi tuduhan serius Presiden AS saat ini, Donald Trump, yang menuduhnya sebagai dalang upaya kudeta pascapemilu 2016.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh kantornya, Obama menolak keras tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai “usaha pengalihan perhatian yang lemah.”
“Demi menghormati lembaga kepresidenan, kantor kami biasanya tidak menanggapi informasi menyesatkan yang terus-menerus disebarkan dari Gedung Putih ini,” demikian bunyi pernyataan itu, sebagaimana dikutip dari Al-Jazeera.
“Namun klaim ini cukup keterlaluan sehingga layak ditanggapi. Tuduhan aneh ini sungguh konyol dan merupakan usaha pengalihan perhatian yang lemah,” tambah pernyataan tersebut. Kantor Obama menilai tuduhan tersebut sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus hukum yang saat ini menjerat Trump, termasuk kaitannya dengan skandal Jeffrey Epstein.
Baca Juga: Topan Wipha Terjang Filipina, Kota Quezon Dilanda Banjir Parah
Pernyataan itu dikeluarkan setelah Trump secara terbuka menuduh Obama terlibat dalam konspirasi untuk menggulingkan hasil pemilu 2016. Tuduhan tersebut disampaikan saat konferensi pers bersama Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. di Gedung Putih pada Selasa (22/7).
“Berdasarkan yang saya baca, saya pikir harusnya Presiden Obama. Ia yang memulainya, dan Biden ada di sana bersamanya. Juga James Comey dan James Clapper. Pemimpinnya adalah Barack Hussein Obama. Pernah dengar nama itu?” ujar Trump di hadapan media.
Trump kemudian menambahkan, “Ini bukan hanya bukti. Ini adalah bukti yang tidak bisa dibantah bahwa Obama itu subversif. Ia mencoba memimpin kudeta bersama Hillary Clinton dan lainnya. Ia bersalah. Ini pengkhianatan. Mereka mencoba mencuri pemilu.”
Tuduhan Trump merujuk pada dokumen sepanjang 11 halaman yang dirilis oleh Direktur Intelijen Nasional, Tulsi Gabbard, beberapa hari sebelumnya. Dokumen tersebut menuduh sejumlah pejabat keamanan nasional di era Obama, termasuk mantan Direktur FBI James Comey dan mantan Direktur Intelijen Nasional James Clapper, terlibat dalam konspirasi untuk menggagalkan kemenangan Trump pada pemilu 2016.
Baca Juga: AS Akan Tinggalkan UNESCO
Gabbard, yang merupakan mantan anggota Kongres dari Partai Demokrat yang kini menjabat di bawah pemerintahan Trump, mendesak agar Departemen Kehakiman melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap nama-nama yang tercantum dalam dokumen tersebut.
Meski dokumen itu belum diverifikasi secara independen, dampaknya telah memicu gelombang spekulasi dan perdebatan sengit di ranah politik AS. Para analis menilai tuduhan ini sebagai bagian dari strategi Trump untuk memperkuat dukungan politik menjelang pemilu 2026, di tengah tekanan hukum dan kritik internasional yang terus meningkat.
Sementara itu, sejumlah tokoh Partai Demokrat mengecam tuduhan tersebut sebagai serangan politik yang tidak berdasar dan berbahaya bagi stabilitas demokrasi di Amerika Serikat. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Universitas Pisa Putus Hubungan dengan Dua Universitas Israel