Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Lembaga Zakat Di Tengah Krisis, (Oleh : Nana Sudiana, Sekjend FOZ & Direksi IZI)

Corona (Covid-19) telah ditetapkan WHO sebagai pandemi. Sebuah wabah global yang melintas batas negara, ras dan geografis. Kini virus Corona (Covid-19) pun telah dianggap menjadi pemicu krisis. Krisis akibat wabah Covid-19 secara umum berdampak pada tiga aspek sekaligus. Pertama, dampak psikologis seperti kepanikan dan ketakutan. Kedua, dampak fisik yang membuat tubuh menjadi rentan tertular apalagi saat bekerja. Ketiga, dan yang paling krusial, adalah dampak keuangan seperti adanya biaya tidak terduga untuk membeli produk sanitasi atau alat bantu proteksi diri. Kemudian dampak keuangan yang paling dikhawatirkan adalah kekurangan atau kehilangan pendapatan, terutama bagi mereka yang pendapatannya mengandalkan pemasukan harian seperti di sektor informal, maupun dan lain sebagainya.

Bagi kelas atas hingga kelas menengah bisa jadi situasinya lebih aman, karena masih ada gaji dan sebagian memiliki tabungan. Namun bagi pekerja lepas di berbagai sektor informal atau pedagang yang mengandalkan pendapatan-nya dari aktivitas bisnis harian, mereka tentu saja harus bekerja lebih keras untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari dampak krisis pandemi ini. Mereka karena situasinya rentan, tentu saja bertambah kesulitannya. Sulit untuk mendapatkan penghasilan, ditambah sulit pula untuk memiliki kemampuan memproteksi diri dari ancaman Covid-19, termasuk untuk melindungi keluarga mereka di rumah.

Situasi krisis ini pada dasarnya berimbas pada semua sektor kehidupan, baik yang sifatnya individual maupun kolektif, termasuk pula lembaga . Lembaga-lembaga zakat di tengah krisis ini tak tinggal diam, ia bergerak mengurangi dan membantu dampak krisis, dan saat yang sama, ia juga menjaga diri dan organisasinya dari terpaan krisis yang terjadi. Secara ekonomi, prediksi sejumlah otoritas menyebutkan, aka ada kemungkinan pelambatan bahkan penurunan pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat global maupun nasional. Dan hal ini tentu saja tak boleh diabaikan oleh lembaga zakat.

Lembaga zakat harus terus bekerja untuk umat yang membutuhkan, terutama menjaga kelompok rentan yang di isi para dhuafa yang umumnya fakir dan miskin dan tak punya kemampuan cukup untuk bisa survive dengan mudah. Mereka yang selama tidak ada krisis Covid-19 saja tak leluasa ekonominya, kini semakin rentan dan bisa jatuh pada kesulitan yang lebih parah. Mereka yang sebelum krisis ini saja tak mudah menutupi kebutuhan dasarnya untuk keluarga mereka, terutama untuk biaya makan, minum, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan dasar mereka, kini semakin terpuruk situasinya akibat merebaknya krisis Covid-19 ini.

Manajemen Krisis Lembaga Zakat

Apapun yang terjadi, lembaga zakat harus kuat, ia harus terus eksis dan terus mampu bekerja untuk kebaikan bagi sesama. Keberadaan lembaga-lembaga zakat sangat bermanfaat bagi kehidupan sesama, terutama para dhuafa. Keberadaan lembaga-lembaga ini juga telah memberi pengaruh yang tidak kecil bagi ketahanan keluarga para dhuafa di berbagai daearah. Lembaga-lembaga zakat juga selain mampu menyerap tenaga kerja berupa amil zakat, ia juga membawa misi kebaikan untuk menjaga keluarga-keluarga fakir miskin yang dibantu bisa bertahan dan hidup dalam batas kewajaran. Namun, semua itu kini sedang diuji krisis Covid-19. Apakah lembaga-lembaga zakat mampu terus bertahan dan berbuat bagi sesama atau terimbas pula krisis Covid-19 yang dampaknya semakin meluas.

Krisis memang tak membuat nyaman, apalagi krisis Covid-19 ini bagi lembaga zakat mengancam 3 (tiga) hal sekaligus, Pertama ancaman amilnya terkena virus Covid-19, Kedua ancaman berkurangnya (menurun-nya) penghimpunan zakatnya, dan Ketiga, ancaman tidak mampu berbuat sesuatu karena kesulitan anggaran keuangan (budget). Namun krisis juga sebenarnya adalah ujian bagi lembaga zakat. Ujian untuk kemampuan dan kekokohan organisasinya, apakah akan menurun dan hancur atau sebaliknya, makin kuat dan terus maju. Dari situasi krisis juga nantinya bila telah terlewati secara baik, akan lahir para pemimpin lembaga zakat yang mumpuni, yang mampu memahami kerumitan dan kompleksitas krisis yang terjadi dan menerpa lembaganya.

Dalam konteks bisnis, menurut Renald Khasali (1994: 222) : “krisis adalah suatu turning point yang dapat membawa permasalahan ke arah yang lebih baik (for better) atau lebih buruk (for worse)”.  Dan krisis Covid-19 ini memang datangnya tak terduga pada awalnya, juga bersumber dari eksternal lembaga. Namun dampaknya bila salah pengelolaan, akan memasuki atmosfir internal dan berisiko membawa situasi yang ada ke arah kemunduran lembaga. Krisis ini juga menuntut lembaga zakat untuk mampu menemukan solusi yang terbaik dalam menghadapi krisis. Di sinilah kemampuan lembaga zakat teruji bagaimana dalam desain organisasinya apakah selama ini telah menyiapkan strategi mitigasi atas krisis yang kemungkinan terjadi atau tidak. Krisis sendiri bukan hanya kaena bencana atau dari eksternal semata, bisa juga krisis muncul dari adanya faktor internal lembaga.

Bagi lembaga zakat yang punya kemampuan mitigasi risiko krisis, tentu memiliki persiapan menghadapi krisis hingga penanganan untuk menghindari krisis selanjutnya. Lembaga zakat juga dituntut untuk mampu menangani segala bentuk krisis yang terjadi dalam lembaganya dengan cepat agar krisis organisasi tak meningkat menjadi keadaan kritis. Dengan situasi ini, kembali ditegaskan bahwa sebenarnya krisis adalah suatu waktu yang krusial, atau momen yang menentukan. Dalam situasi krisis, terbangun sebuah sarana atau jembatan yang dapat membuat organisasi itu hancur atau terus berkibar kejayaannya, tergantung bagaimana organisasi itu menangani krisisnya.

Krisis sangat penting dikelola, karena bila ditangani dengan matang dan baik, maka hasil akhir dari krisis yang menerpa akan memuaskan pihak lembaga dan semua stakeholders (pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan lembaga). Bila krisis yang terjadi dikelola dengan baik, dan mampu dilewati dengan selamat, maka kepercayaan stakeholders akan muncul kembali seperti semula. Namun sebaliknya, jika krisis ditangani dengan tidak maksimal, maka secara otomatis bisa berdampak pada keruntuhan lembaga di masa depan. Stakeholders yang ada, baik muzaki, mustahik, regulator zakat dan sejumlah otoritas yang selama ini berhubungan mulai mengalami ketidak percayaan. Khusus untuk muzaki, bisa jadi mereka selain tidak percaya lagi, bukan tidak mungkin untuk menghentikan zakat, infak dan sedekahnya.

Dalam menanggulangi krisis, Manajemen lembaga zakat harus mempersiapkan strategi yang tepat.  Untuk merumuskan strategi, Manajemen lembaga zakat setidaknya perlu melakukan langkah-langkah berikut : pemetaan penyebab krisis, visi-misi-tujuan organisasi, serta hasil bacaan terhadap analisis situasi (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Dalam manajemen krisis sendiri, ada 3 strategi yang bisa dipilih : 1. Strategi defensif, dengan langkah- langkah mengulur waktu, tidak melakukan apa-apa, membentengi diri dengan kuat; 2. Strategi Adaptif, dengan langkah-langkah mengubah kebijakan, modifikasi operasional, kompromi, meluruskan citra; dan 3. Strategi Dinamis, langkah yang diambil untuk strategi ini bersifat makro dan dapat mengubah karakter organisasi, misalnya dengan melakukan langkah-langah strategis seperti meluncurkan produk (program) baru, menggandeng kekuatan lain untuk berkolaborasi, melempar isu baru untuk membuat lahirnya kebijakan yang diperlukan dan sebagainya.

Dalam tataran teknis, lembaga-lembaga zakat bisa melakukan sejumlah hal dalam menanggulangi krisis yang tengah berlangsung, diantaranya : 1. Membentuk tim khusus, 2. Membuat protokol krisis (prosedur) khusus, 3. Menghadapi krisis dengan sistem case by case, 4. Memberikan pelatihan dan pengarahan bagi karyawan, apa yang dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, 5. Tidak berspekulasi terhadap suatu peristiwa, baik di internal maupun eksternal, 6. Membuka semua saluran informasi, namun tetapi mengkoordinasikannya agar tercipta satu sumber informasi yang terkendali mengenai tahapan krisis hingga penyelesaiannya. 7. Tindakan terakhir adalah mengawasi dan mengevaluasi masalah yang telah dicapai atau yang belum diselesaikan dalam upaya mengurangi dampak dan efek krisis. Sejauh mana kerugian yang diderita, baik lembaga zakatnya maupun masyarakat lainnya, yang terseret menjadi korban dari krisis secara langsung dan tidak langsung.

Manajemen Krisis Keuangan Lembaga Zakat

Keuangan bagi lembaga zakat seperti nafas dalam kehidupan manusia. Hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dampaknya bisa kemana-mana. Dampak ini bisa berakibat pada para amil, muzaki, dan pastinya juga akan sampai pada para mustahik. Di tengah pandemi Covid-19, para pengelola lembaga zakat kini harap-harap cemas. Situasi penyebaran virus ini bukan hanya akan berdampak pada sisi kesehatan banyak orang, namun juga berimbas pada sisi ekonomi. Akan ada dampak pelambatan atau penurunan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dan hal ini akan berkorelasi dengan tingkat penghimpunan lembaga zakat. Asumsinya, begitu terjadi penurunan ekonomi, maka akan berpengaruh pada penurunan donasi zakat, infak dan sedekah masyarakat. Apalagi data beberapa lembaga zakat yang ada dibawah keangotaan FOZ menunjukan kelas menengah awal-lah yang paling banyak menjadi muzaki lembaga-lembaga zakat. Artinya populasi terbesar muzaki bukanlah orang yang teramat kaya. Orang-orang ini bergaji bulanan, namun sesungguhnya tak terlalu aman situasinya. Ia bergaji namun sebenarnya tak terlalu besar jumlahnya.

Kini, dibalik penjagaan spirit lembaga-lembaga zakat untuk terus bekerja membantu pencegahan dan pengurangan dampak Covid-19, sesungguhnya muncul kewaspadaan baru akan eksistensi lembaga masing dalam menghadapi situasi saat ini. Yang kita hadapi hari ini betul-betul mengandung banyak ketidakpastian, baik dari sisi sebaran, waktu terjadinya, bahkan sampai kapan situasi ini akan terjadi. Dengan situasi ini, lembaga-lembaga zakat diperlukan untuk aware dan menaikan tingkat early warning system terhadap situasi keuangan masing-masing lembaga. Perkembangan yang ada juga memaksa para pimpinan lembaga zakat dan pemangku kepentingan urusan keuangan untuk terus meng-update perkembangan yang ada. Saat yang sama, para direktur atau manajer keuangan harus menyusun strategi yang andal dalam mengatasi masalah keuangan di lembaganya. Saat ini, dampak ekonomi makro pun sudah mulai terjadi di Indonesia, misalnya kondisi rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan biaya produksi meningkat dan harga kebutuhan pokok melonjak tajam, hingga beberapa pelaku usaha terpaksa menutup usahanya.

Sejumlah strategi juga harus dibuat alternatifnya, agar terus bisa dinamis mengikuti situasi yang berkembang. Para pimpinan lembaga zakat atau pengambil kebijakan harus mulai memandang risiko bukan hanya dari sisi ancaman, tetapi melihat kesempatan yang ada untuk mempertahankan program-program yang ada. Strategi manajemen keuangan saat krisis juga sebenarnya menguji kemampuan seorang direktur atau manajer keuangan agar dapat beradaptasi dengan perubahan, dan mengelola keuangan secara bijaksana.

Dibawah ini ada lima langkah dalam mengurangi dan mengantisipasi dampak krisis keuangan akibat Covid-19 :

Pertama, Identifikasi masalah

Langkah awal untuk mencegah masalah keuangan semakin parah adalah dengan mengidentifikasi masalah utama dan mencari tahu dari mana masalah ini berasal. Karena kita sudah memahami inti masalahnya, maka mencari solusi terbaik untuk memecahkan ini akan semakin mudah. Terkait krisis akibat Covid-19, jika kita berkaca ke Cina, krisis akibat Covid-19 ini mengalami puncaknya sekitar 60-80 hari atau sekitar tiga bulan. Artinya jika di Indonesia kasus pertama terdeteksi tanggal 2 Maret, paling tidak kita harus mempersiapkan kondisi keuangan hingga bulan Mei. Selama tiga bulan ke depan, lembaga-lembaga zakat sudah harus sangat berhati-hati mengatur pengeluarannya.

Dalam  mengidentifikasi penyebab krisis, kita juga harus mampu memprediksi tahapan krisis yang terjadi. Manajemen lembaga zakat harus mengidentifikasi hal-hal apa yang akan menjadi penyebab krisis yang akan langsung merugikan lembaganya atau merugikan tapi tidak secara langsung. Harus ada pembacaan yang baik akan faktor-faktor yang ada, baik  internal maupun eksternal. Faktor internal misalnya : kinerja amil, infrastruktur lembaga, fasilitas pengembangan lembaga dan lainnya. Adapun faktor eksternal misalnya : muzaki, mustahik, otoritas zakat (regulator), pemerintah, maupun masyarakat (publik). Identifikasi penyebab krisis ini penting karena akan mempengaruhi pendekatan penanganan krisis. Bila kita sudah tahu penyebabnya karena adanya Covid-19, maka kita harus bersegera melakukan sejumlah tindakan yang diperlukan secara proporsional.

Kedua, Merencanakan Ulang Anggaran (Re-Budgeting)

Cara terbaik untuk menghadapi masalah keuangan adalah dengan membuat kembali rencana keuangan yang sudah di miliki (re-budgeting) . Lembaga-lembaga zakat harus bijaksana dalam menggunakan uang yang masih tersisa untuk bisa memenuhi kebutuhan operasional dalam menghadapi krisis finansial ini. Ketika kita bisa membuat kembali rencana dengan baik, kita masih akan terus survive dan punya kemampuan untuk segera merecovery lembaga dengan cepat.

Didalam menggerakan atau mengoperasikan lembaga zakat, tentu saja banyak sekali kegiatan-kegiatan operasional yang diselenggarakan. Rangkaian kegiatan ini tentu saja memerlukan anggaran keuangan yang memadai. Proses peng-anggaran atau budgeting ini tentu saja direncanakan sebelum tahun berjalan. Dan proses perencanaan yang dilakukan tentu saja memasukan beragam kepentingan yang ada, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam perencanaan ulang ini juga tentu diperhitungkan sejumlah analisa dan issue-issue kritis yang berdampak strategis bagi lembaga.

Dalam efisiensi biaya yang dilakukan, tetap harus memperhatikan : 1. Kewajiban-kewajiban lembaga pada pihak lain, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kewajiban dalam jangka pendeknya misalnya ; membayar gaji amil, membayar biaya operasionalnya, membayar hutang jangka pendek, membayar kewajiban-kewajiban lainnya yang membutuhkan pembayaran segera atau setelah jatuh tempo. 2. Mengukur perkiraan penghimpunan yang diperoleh dari upaya penghimpunan lembaga yang dilakukan.

Ketiga, Membuat Prioritas Anggaran Sesuai Tingkat Kebutuhan

Memprioritaskan anggaran yang ada sesuai kebutuhan utama akan sangat membantu untuk menghadapi masalah keuangan. Prioritas ini membantu lembaga zakat untuk mengutamakan mana yang harus dikerjakan dan dibayar lebih dulu, sehingga mencegah krisis keuangan  ini untuk semakin meluas. Kita juga tahu, asset terbesar dan terpenting lembaga zakat bukanlah gedung atau peralatan, namun SDM (SDA) yang dimilikinya. Agar sebuah lembaga bisa terus survive dan mampu melakukan penghimpunan lembaga, maka SDM-nya yang ada harus dipastikan aman terlebih dahulu. Bila ini telah dilakukan dengan baik maka risiko lembaga mengeluarkan banyak dana akibat ada amil yang terpapar Covid-19 menjadi lebih kecil. Di samping lembaga zakat bisa lebih fokus pada rencana-rencana yang ada, termasuk tetap melakukan penghimpunan zakatnya juga mengurangi tingkat penyebaran pada amil lainnya.

Keempat, Memfokuskan Anggaran Untuk Program Inti (Yang Paling  Penting)

Walaupun ditengah krisis, termasuk kemungkinan adanya krisis keuangan, sesungguhnya lembaga zakat masih bisa melakukan banyak aktivitas untuk tetap membantu sesama. Selain harus memilih program-program utama yang paling penting untuk mustahik, ini juga untuk memfokuskan pada sejumlah agenda yang langsung membantu kebutuhan utama para mustahik. Pada awalnya memang tak mudah, namun bila hal ini telah dimulai, dan telah terbiasa, maka ketika menghadapi krisis keuangan yang terjadi (dan yang mungkin akan terus terjadi) kita semua “dipaksa” untuk mengubah diri menjadi lebih efisien, efektif serta bijaksana dalam menghadapi setiap krisis yang ada, termasuk krisis keuangan yang ada.

Kelima, Terus Melihat Perkembangan dan Situasi

Ketika kita sudah mengetahui masalah yang ada, saat ini, buatlah rencana yang rasional untuk menyelesaikannya. Buat timeline dalam setiap rencana baru (re-budgeting) yang kita buat, sehingga kita bisa mengetahui berapa banyak anggaran yang ada dan yang bisa kita optimalkan per bulan. Setelah itu kita juga harus rutin mengecek kemajuan dari setiap perubahan rencana baru ini, jika ada kendala, segera ubah dan sesuaikan. Pun bila berhasil dengan baik, kita harus pastikan bisa terus dikawal dan diteruskan agar mampu terus bertahan. Ingatlah, salah satu kunci utama untuk mengatasi masalah keuangan adalah menjadi fleksibel dalam berbagai situasi. Buat dan selalu cek kembali penghimpunan dan pengeluaran untuk operasional dan program-program pendayagunaan, lalu lakukan perubahan jika diperlukan.

Semarang, 26 Maret 2020

(A/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.