DALAM sebuah hadis, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasllam bersabda,
عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ يَرْفَعُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ كَالَّذِي يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ
Dari Shafwan bin Sulaim, ia merafa’kannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah atau seperti orang yang berpuasa di siang harinya dan mengerjakan salat di malam harinya.” (Bukhari: 5547).
Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, keadilan, dan kepedulian sosial. Salah satu bentuk kepedulian yang sangat dianjurkan dalam Islam adalah menyantuni janda dan orang miskin. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (5547) menegaskan bahwa membantu mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah, setara dengan jihad di jalan-Nya atau seperti orang yang berpuasa di siang hari dan mendirikan salat di malam hari.
Hadis ini menunjukkan betapa Islam memberikan perhatian khusus kepada kelompok rentan dalam masyarakat, khususnya janda dan orang miskin. Janda, dalam konteks ini, merujuk pada wanita yang kehilangan suaminya dan harus menjalani hidup sendiri, sering kali tanpa sumber penghidupan yang memadai. Sementara itu, orang miskin adalah mereka yang tidak memiliki cukup harta untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Baca Juga: Pesan Tabligh Akbar 1446H, Sambut Ramadhan dengan Kesucian Hati
Menyantuni mereka bukan hanya tentang memberikan bantuan materi, tetapi juga melibatkan aspek emosional dan sosial. Islam menekankan bahwa kepedulian terhadap sesama adalah bagian dari iman, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Al-Qur’an, Allah sering kali menggandengkan perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan perintah untuk membantu kaum dhuafa. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 177, Allah menjelaskan bahwa kebajikan sejati bukan hanya dalam ritual ibadah, tetapi juga dalam membantu orang yang membutuhkan, termasuk janda dan orang miskin.
Penyebutan jihad dalam hadis ini menunjukkan bahwa menyantuni janda dan orang miskin memiliki nilai perjuangan yang besar. Jihad dalam Islam tidak hanya terbatas pada peperangan, tetapi juga mencakup segala bentuk usaha untuk menegakkan kebaikan dan melawan keburukan, termasuk dalam aspek sosial dan ekonomi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri adalah teladan utama dalam membantu kaum yang lemah. Beliau selalu menyantuni janda dan orang miskin, memberikan hak mereka, serta mendorong para sahabatnya untuk melakukan hal yang sama. Dalam banyak riwayat, kita menemukan bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi rumah para janda, memberikan bantuan, dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi.
Baca Juga: Peran Strategis Keluarga dalam Pengembangan Literasi Umat Menuju Masyarakat Madani
Salah satu contoh sahabat yang meneladani sikap ini adalah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Beliau sering kali menyamar di malam hari untuk mengantarkan makanan kepada keluarga miskin dan janda tanpa mereka ketahui bahwa itu berasal darinya. Sikap ini menunjukkan bahwa bantuan kepada orang miskin haruslah tulus dan tanpa pamrih.
Menyantuni janda dan orang miskin juga memiliki dampak sosial yang besar. Ketika masyarakat peduli terhadap kelompok yang rentan, akan terbangun keseimbangan sosial yang lebih baik, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan mencegah berbagai dampak negatif seperti kejahatan yang muncul akibat kemiskinan.
Dalam ekonomi Islam, konsep solidaritas sosial ini juga tercermin dalam zakat, infak, dan sedekah. Zakat diwajibkan sebagai instrumen untuk membantu mereka yang membutuhkan, termasuk janda dan fakir miskin. Hal ini membuktikan bahwa Islam memiliki sistem ekonomi yang memastikan distribusi kekayaan secara adil.
Selain dampak sosial, membantu janda dan orang miskin juga membawa keberkahan dalam kehidupan pribadi seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa membantu sesama tidak akan membuat seseorang miskin, melainkan justru mendatangkan keberkahan dalam hidupnya.
Baca Juga: Kejahatan Zionis di Era Digital
Dalam perspektif psikologi Islam, membantu orang lain dapat meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan mental. Seseorang yang dermawan dan peduli terhadap orang lain cenderung memiliki hati yang lebih tenang dan kehidupan yang lebih bermakna, karena ia merasa menjadi bagian dari solusi atas permasalahan yang ada di masyarakat.
Dari segi spiritual, membantu janda dan orang miskin juga dapat menjadi sarana untuk menghapus dosa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sedekah itu memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi). Dengan demikian, menyantuni mereka bukan hanya menolong sesama, tetapi juga sebagai bentuk penyucian diri dari dosa-dosa.
Dalam konteks keluarga dan rumah tangga, seorang suami yang membantu janda dan orang miskin juga mendapatkan keberkahan dalam keluarganya. Jika seorang ayah mengajarkan anak-anaknya untuk peduli terhadap sesama, maka nilai-nilai kebaikan ini akan diwariskan kepada generasi berikutnya, menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan harmonis.
Seorang muslim hendaknya tidak hanya menyantuni mereka dengan harta, tetapi juga dengan ilmu dan keterampilan. Memberikan pelatihan atau kesempatan kerja bagi janda dan orang miskin agar mereka dapat mandiri adalah bentuk bantuan yang lebih berkelanjutan. Dalam Islam, pemberdayaan ekonomi sangat dianjurkan agar seseorang tidak terus-menerus berada dalam ketergantungan.
Baca Juga: Menjaga Kesehatan Saat Menghadiri Tabligh Akbar: Ini 7 Kiatnya
Kesimpulannya, menyantuni janda dan orang miskin adalah perbuatan yang sangat mulia dalam Islam, yang dijanjikan pahala besar setara dengan jihad di jalan Allah. Hadis ini menegaskan bahwa Islam bukan hanya agama yang menekankan aspek ritual, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya berlomba-lomba dalam kebajikan ini agar mendapatkan keberkahan dunia dan akhirat.
Semoga kita semua dimudahkan untuk menjadi hamba yang senantiasa peduli terhadap sesama dan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah. Aamiin.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Silaturahim Membuka Pintu Keberkahan