Pak Jokowi, Obati Luka Hati Rakyatmu

Oleh: Widi Kusnadi, Radaktur kantor berita MINA

Presiden RI Joko Widodo pada Sabtu dini hari (5/11) menyampaikan statemen resminya sebagai respon atas yang dilakukan oleh rakyat Indonesia dari berbagi provinsi – menuntut kasus penistaan agama yang dilakukan gubernur non aktif Basuki Tjahya Purnama () segera diproses.

Namun, Jokowi yang selama ini dikenal dekat dengan rakyat, aspiratif terhadap tuntutan masyarakat, kali ini justru tidak menemui para demonstran yang datang di istana negara. Padahal, mereka adalah para ulama dan tokoh dari berbagai kalangan. Bahkan ia lebih memilih blusukan ke bandara Soekarno Hatta (Soetta) ketimbang menemui mereka.

Jika kita tengok ke belakang, Presiden dengan hangat menemui para pendeta dari papua dalam kasus Tolikara pada Juli 2015 lalu. Presiden juga menerima dengan hangat para wakil dari demonstrasi sopir taksi pada Maret 2016 lalu. Memang benar, tiga hari sebelumnya ( Senin, 1/11) Jokowi mengundang wakil dari Muhammadiyah, MUI dan Nahdhatul Ulama (NU) ke istana, namun hal itu tidak menyurutkan umat untuk melakukan aksi damai pada 4 November dan ingin menyampaikan aspirasinya langsung kepada presiden yang telah dipilihnya 2014 lalu.

Sebenarnya, aksi 4 November lalu tidak perlu terjadi jika aparat penegak hukum bertindak cepat menangani kasus penistaan agama tersebut. Aparat dinilai lamban dan terkesan membiarkan kasus tersebut. Bahkan, pada Senin (24/10) sebelum pergi ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Ahok terlebih dulu sowan ke Istana. Hal ini semakin memperkuat dugaan masyarakat bahwa Ahok meminta perlindungan ke Istana dalam kasus ini.

Menurut hemat penulis, dalam hal ini Ahok tampak setengah hati ketika menyampaikan permintan maaf . Ia justru datang ke Bareskrim untuk mengklarifikasi kasusnya. Seharusnya ia datang kepada wakil umat Islam, entah itu MUI, Muhammadiyah atau NU yang memang menjadi basis umat Islam.

Tangani Akar Masalah

Mantan Ketua MPR, Amien Rais mengatakan penyelesaian kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok semua bersumbu pada Istana, dalam hal ini Presiden Jokowi. Dari kebijaksanaan pemimpin nasional mendengarkan aspirasasi rakyatnya itulah menurutnya, polemik Ahok ini bisa diselesaikan.

“Jadi ini berpulang kepada pemimpin nasional. Karena itu kita ingin ke presiden, kalau dulu kita ke Balaikota, dan berlangsung aman. Tapi kita lihat sekarang sumbunya di istana,” katanya, saat mengikuti aksi damai, Jumat (4/11).

Sebab itu kepada umat Islam ia berpesan, yang ingin ke istana tetap menjaga perjuangan jihadnya dan jangan berputus asa, tetap bersabar. “Jadi ini jihad enteng entengan bukan jihad yang seperti zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.”

Dalam sebuah konferensi pers, Kamis (3/11) , Presiden RI 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan presiden seharusnya segera menangani akar permasalahannya, yaitu dengan segera memproses kasus hukum yang menimpa Ahok. Berikut kutipan pernyataannya:

Begini, Pak Ahok gubernur Basuki Tjahaja Purnama diangap menistakan agama. Ayo kita kembali ke situ dulu. Penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang. Kembali ke sistem hukum kita, kembali ke KUHP kita. Di Indonesia sudah ada yurisprudensi, sudah ada preseden, sudah ada penegakan hukum di waktu yang lalu menyangkut urusan ini. Yang terbukti bersalah juga telah diberikan sanksi. 

Jadi kalau ingin negara kita ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, jangan salah kutip, negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan. Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Ingat quality before the law. Itu bagian dari demokrasi, negara kita negara hukum. Kalau perlu diproses tidak perlu ada tudingan Pak Ahok tidak boleh disentuh. Bayangkan do not touch Pak Ahok, bayangkan. (http://demokrat.or.id)

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin memberikan pandangannya atas kasus Ahok itu. Bagi Din, ucapan Ahok memang cukup provokatif, namun dia mengingatkan‎ umat muslim bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk saling memaafkan.

Din meminta masyarakat menyerahkan proses hukum kepada Polri. Dia meyakini bahwa Polri akan tetap memproses Ahok sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pasca Aksi, Apa Selanjutnya?

Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengharapkan agar tak ada konflik yang merugikan kepentingan nasional setelah aksi damai 4 November lalu.

Dia mengingatkan para demonstran agar menunggu pemerintah yang sudah berjanji akan tegas dan cepat dalam proses penegakan hukum terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

“Kita semua bersaudara. Karena itu saya mengimbau para peserta unjuk rasa untuk tetap tenang dan memelihara suasana damai dan kesejukan,” kata Prabowo Subianto melalui akun Facebooknya, Sabtu, 5 November 2016.

Prabowo mengatakan, dalam hal ini pemerintah, harus menunaikan janji dan memperhatikan keresahan masyarakat yang sempat meluas. Meski begitu, para demonstran harus sabar untuk menunggu waktu yang dijanjikan. “Kita harus menghargai itikad baik pemerintah tersebut.”

Pendiri Partai Gerindra itu mengatakan, unjuk rasa adalah hak konstitusional yang bisa dilakukan, namun tidak dengan tindakan anarkistis. Pasalnya, pada malam 4 November demonstrasi sempat ricuh yang menyebabkan korban luka-luka.

Tentu kita semua berharap kepada semua pihak, termasuk para politisi untuk bisa mengendapkan suasana agar lebih tenang dan tertata. 4 November telah berakhir, tak boleh ternoda oleh ulah para pendompleng yang punya kepentingan politik tertentu.

Dalam situasi seperti ini, para oportunis yang biasanya kencang berbunyi nyaring tak lagi sembrono mengeluarkan pernyataan yang bisa memperkeruh suasana.

Termasuk juga, para awak media dan netizen diharapkan tak sembarangan menyebar berita bohong. Semua harus diperhitungkan terkait dampak dan konsekuensinya.

Kita tak butuh “mulut besar” untuk membangun negeri ini, bukan pula “kicauan” di media sosial yang bombastis yang menyulut emosi. Tetapi yang kita butuhkan adalah jiwa besar untuk secara arif bisa menyikapi permasalahan bangsa.

Proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama telah dijanjikan tetap berlangsung. Publik harus memahami prosedur itu dan sama-sama bisa mengendalikan diri.

Sorotan Media Internasional

BBC, Jumat (4/11/2016) turut memotret demo 4 November dalam pemberitaan mereka. Media asal Inggris itu menurunkan laporan berjudul “Indonesia protest: Jakarta anti-governor rally turns violent” dengan memposting foto peserta aksi saat suasana kisruh berlangsung.

Sementara itu, Reuters, ikut menurunkan laporan tentang gelombang pengunjuk rasa yang turut serta dalam demo 4 November. Media itu melaporkan atmosfer di Ibu Kota terasa tegang hingga beberapa perusahaan meliburkan pekerjanya, pusat bisnis membatasi akses hingga berbagai kedutaan besar negara asing menyerukan peringatan bagi warganya.

Harian Australia, Sydney Morning Herald menurunkan berita berjudul: “Violence in Jakarta as Muslims protest, demand Christian governor Ahok be jailed”.

Dari ketiga sampel media-media asing itu memang mereka lebih menonjolkan sisi anarkisme dari peserta aksi damai ketimbang menampilkan sisi humanismenya.

Media asing yang cukup fair memberitakan aksi itu salahsatunya AlJazeera. Mereka menurunkan berita berjudul Indonesia: “Thousands rally against blasphemy in Jakarta”. Dalam kupasan beritanya, media itu cukup berimbang dan lebih sesuai dengan fakta sebenarnya.

Sementara itu, kantor berita Islam internasional Mi’raj Islamic News Agency (MINA) yang memang berkantor pusat di Jakarta menurunkan berita berjudul Peace Rally Urged Police To Arrest Blasphemer dan 2 Million Rallied to Defend Al-Quran. Harapannya, berita tersebut mampu menjadi penyeimbang dan rujukan bagi masyarakat internasional dalam mendapatkan informasi yang sebenarnya tentang aksi damai tersebut. (R03/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.